Jakarta: Polisi tengah mendata 903 pasien yang menjalani aborsi di klinik ilegal, Jalan Paseban Raya, Senen, Jakarta Pusat. Ratusan pasien itu bisa dipidana.
"Kan dalam undang-undang kesehatan ada," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa, 18 Februari 2020.
Yusri menjelaskan pasien bisa dipidana karena secara sadar datang ke klinik aborsi ilegal. Ratusan pasien memilih datang karena klinik dinilai bisa menyimpan rahasia pribadi.
Sejumlah alasan pasien menjalani aborsi ilegal lantaran hamil di luar nikah, tidak boleh hamil di tempat kerja dan gagal program keluarga berencana (KB). "Rata-rata yang datang ke sana adalah orang-orang yang memang mau aborsi ilegal. Kalau legal kan jelas ada aturannya," tutur Yusri.
Yusri mengaku polisi kesulitan menemukan pasien. Sebab, buku pendaftaran cuma berisi nama dan umur. Meski begitu, polisi tetap berupaya mencari ratusan pasien tersebut.
"Kami coba ambil dari rekening-rekening yang masuk ke manajemen klinik. Sehingga, dengan cara itu kita bisa ketahui (keberadaan pasien)," tutur Yusri.
Ketentuan Hukum
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengatur sejumlah hal soal aborsi. Pasal 75 ayat (1) dengan tegas melarang tindakan aborsi. Namun terdapat pengecualian sebagaimana diatur dalam kentuan Pasal 75 ayat (2):
Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
Namun, tindakan aborsi dapat dinyatakan legal. Hal ini sesuai Pasal 75 ayat (3):
Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasihatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
Undang-undang Kesehatan juga mengatur batas tindakan aborsi sebagaimana ketentuan Pasal 76 yakni:
Aborsi dapat dilakukan sebelum kehamilan berumur enam minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis; oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri.
Selanjutnya, dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Subdit Sumber Daya Lingkungan (Sumdaling) Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya mengungkap klinik aborsi ilegal, Senin, 10 Februari 2020. Tiga tersangka ditangkap, yakni dokter berinisial MM; bidan berinisial RM; dan tenaga administrasi berinisial SI.
Ketiga tersangka merupakan residivis dan telah ditahan di rumah tahanan (Rutan) Polda Metro Jaya. Mereka dijerat Pasal 83 Juncto Pasal 64 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan atau Pasal 75 ayat (1), Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan atau Pasal 194 Jo Pasal 75 ayat (2) Undnag-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Juncto Pasal 55, 56 KUHP. Dengan ancaman hukuman di atas 10 tahun penjara.
Jakarta: Polisi tengah mendata 903 pasien yang menjalani aborsi di klinik ilegal, Jalan Paseban Raya, Senen, Jakarta Pusat. Ratusan pasien itu bisa dipidana.
"Kan dalam undang-undang kesehatan ada," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa, 18 Februari 2020.
Yusri menjelaskan pasien bisa dipidana karena secara sadar datang ke klinik aborsi ilegal. Ratusan pasien memilih datang karena klinik dinilai bisa menyimpan rahasia pribadi.
Sejumlah alasan pasien menjalani aborsi ilegal lantaran hamil di luar nikah, tidak boleh hamil di tempat kerja dan gagal program keluarga berencana (KB). "Rata-rata yang datang ke sana adalah
orang-orang yang memang mau aborsi ilegal. Kalau legal kan jelas ada aturannya," tutur Yusri.
Yusri mengaku polisi kesulitan menemukan pasien. Sebab, buku pendaftaran cuma berisi nama dan umur. Meski begitu, polisi tetap berupaya mencari ratusan pasien tersebut.
"Kami coba ambil dari rekening-rekening yang masuk ke manajemen klinik. Sehingga, dengan cara itu kita bisa ketahui (keberadaan pasien)," tutur Yusri.
Ketentuan Hukum
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengatur sejumlah hal soal aborsi. Pasal 75 ayat (1) dengan tegas melarang tindakan aborsi. Namun terdapat pengecualian sebagaimana diatur dalam kentuan Pasal 75 ayat (2):
Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
Namun, tindakan aborsi dapat dinyatakan legal. Hal ini sesuai Pasal 75 ayat (3):
Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasihatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
Undang-undang Kesehatan juga mengatur batas tindakan aborsi sebagaimana ketentuan Pasal 76 yakni:
Aborsi dapat dilakukan sebelum kehamilan berumur enam minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis; oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri.
Selanjutnya, dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Subdit Sumber Daya Lingkungan (Sumdaling) Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya
mengungkap klinik aborsi ilegal, Senin, 10 Februari 2020. Tiga tersangka ditangkap, yakni dokter berinisial MM; bidan berinisial RM; dan tenaga administrasi berinisial SI.
Ketiga tersangka merupakan residivis dan telah ditahan di rumah tahanan (Rutan) Polda Metro Jaya. Mereka dijerat Pasal 83 Juncto Pasal 64 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan atau Pasal 75 ayat (1), Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan atau Pasal 194 Jo Pasal 75 ayat (2) Undnag-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Juncto Pasal 55, 56 KUHP. Dengan ancaman hukuman di atas 10 tahun penjara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)