Jakarta: Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menilai Indonesia membutuhkan Undang-Undang Perampasan Aset. Beleid itu meringkas waktu pengembalian kerugian negara.
“LHKPN (laporan harta kekayaan penyelenggara negara) tidak 100 persen bermanfaat karena kita tidak punya Undang-Undang Perampasan Aset,” kata Laode dalam diskusi virtual di Jakarta, Kamis, 16 Juli 2020.
Laode mengungkapkan skema pengembalian aset negara akibat korupsi menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Namun, skema tersebut menyita waktu lantaran harus sesuai putusan pengadilan dan melewati proses penyitaan.
“Kalau dengan Undang-Undang Perampasan Aset, orang (koruptor) itu yang membuktikan hartanya didapat secara sah,” ujar Laode.
Direktur Eksekutif Kemitraan itu mencontohkan Armenia yang telah memberlakukan Undang-Undang Perampasan Aset. LHKPN pejabat negara yang tidak sesuai profil akan diminta keterangan ihwal asetnya.
“Jadi dengan undang-undang bisa merampas kekayaan yang tidak bisa dijelaskan di LHKPN,” tutur Laode.
(Baca: RUU Perampasan Aset Dinilai Mendesak)
Jakarta: Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menilai Indonesia membutuhkan Undang-Undang Perampasan Aset. Beleid itu meringkas waktu pengembalian kerugian negara.
“LHKPN (laporan harta kekayaan penyelenggara negara) tidak 100 persen bermanfaat karena kita tidak punya Undang-Undang Perampasan Aset,” kata Laode dalam diskusi virtual di Jakarta, Kamis, 16 Juli 2020.
Laode mengungkapkan skema pengembalian aset negara akibat korupsi menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Namun, skema tersebut menyita waktu lantaran harus sesuai putusan pengadilan dan melewati proses penyitaan.
“Kalau dengan Undang-Undang Perampasan Aset, orang (koruptor) itu yang membuktikan hartanya didapat secara sah,” ujar Laode.
Direktur Eksekutif Kemitraan itu mencontohkan Armenia yang telah memberlakukan Undang-Undang Perampasan Aset. LHKPN pejabat negara yang tidak sesuai profil akan diminta keterangan ihwal asetnya.
“Jadi dengan undang-undang bisa merampas kekayaan yang tidak bisa dijelaskan di LHKPN,” tutur Laode.
(Baca:
RUU Perampasan Aset Dinilai Mendesak)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)