Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Riau M Syahrir (memakai rompi tahanan KPK). (Medcom.id/Candra)
Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Riau M Syahrir (memakai rompi tahanan KPK). (Medcom.id/Candra)

Kepala Kanwil BPN Riau Diduga Terima Gratifikasi untuk Terbitkan HGU

Candra Yuri Nuralam • 07 Desember 2022 09:00
Jakarta: Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau M Syahrir diduga menerima gratifikasi untuk menerbitkan hak guna usaha (HGU) di wilayahnya. Dua saksi telah memberikan keterangan terkait dugaan itu ke penyidik.
 
"Kedua saksi didalami soal pengetahuan saksi mengenai adanya dugaan pemberian gratifikasi dalam pengurusan HGU di BPN Riau yang diduga diterima tersangka (M Syahrir)," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Rabu, 7 Desember 2022.
 
Dua saksi itu yakni karyawan PT Graha Permata Indah Fitria Masfita dan Presiden Direktur PT Adel Yeoh Gim Khoon. Ali enggan memerinci pertanyaan penyidik kepada para saksi demi menjaga kerahasiaan proses penyidikan.

Kasus ini bermula ketika pemegang saham PT Adimulia Agrolestari Frank Wijaya meminta General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso untuk mengurus perpanjangan HGU perusahaannya yang akan berakhir pada 2024. Sudarso langsung menghubungi Syahrir untuk mempercepat proses pengurusan.
 
Syahrir meminta Rp3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura untuk mempercepat pengurusan HGU. Permintaan itu berlangsung di rumah dinas Syahrir.
 
Sudarso langsung melaporkan permintaan itu kepada Frank dan langsung disetujui. Frank langsung menyiapkan SGD120 ribu untuk menyanggupi mahar yang diminta Syahrir.
 
Penyerahan uang terjadi di rumah dinas Syahrir sekitar September 2021. Syahrir melarang Sudarso membawa alat komunikasi saat penyerahan duit suap berlangsung.
 

Baca juga: KPK Tegaskan Penetapan Tersangka Bambang Kayun Sudah Sesuai Hukum


 
Setelah perpanjangan didapat, Frank meminta Sudarso mengajukan surat permohonan kemitraan di Kampar kepada Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) saat itu, Andi Putra. Andi tidak keberatan dengan kemitraan itu,
 
Dalam kasus ini, Frank bersama Sudarso diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
 
Sementara M. Syahrir selaku penerima diduga melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan