Ilustrasi: Medcom.id
Ilustrasi: Medcom.id

Akun Penyebar Konten Berpotensi Pidana Siap-siap Terima Peringatan Virtual

Siti Yona Hukmana • 24 Februari 2021 17:35
Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri mulai mengirimkan peringatan virtual kepada akun media sosial (medsos) yang mengunggah konten berpotensi terdapat unsur pidana. Hal itu untuk mengedepankan pencegahan penyebaran hoaks dan ujaran kebencian.
 
"Per (Rabu) 24 Februari 2021 sudah dikirimkan melalui DM (direct message) sebanyak 12 peringatan virtual police kepada akun medsos. Artinya kita sudah mulai jalan," kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Slamet Uliandi, saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu, 24 Februari 2021. 
 
Menurut dia, upaya itu sejalan dengan Surat Edaran (SE) Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tentang kesadaran budaya beretika dalam dunia digital. SE itu mengamanatkan mediasi pada kasus yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)

Baca: Revisi UU ITE Bisa Masuk Prolegnas Prioritas Tanpa Harus Menunggu 2022
 
Slamet menyebut program virtual police menjadi salah satu perwujudan restorative justice. Penegakan hukum terkait UU ITE ke depan bersifat ultimum remedium atau menjadi upaya terakhir yang dilakukan kepolisian. 
 
Dittipidsiber Bareskrim Polri, kata dia, bakal berpatroli siber di media sosial setiap hari. Hal ini untuk mengawasi konten-konten yang terindikasi mengandung hoaks serta hasutan di berbagai platform, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram
 
Tim patroli siber akan mengirimkan peringatan virtual melalui DM jika ada akun media sosial yang mengungah konten bermasalah. Peringatan virtual itu disebut bukan berasal dari pendapat subjektif kepolisian, melainkan sudah melalui tahap analisis dari ahli pidana, bahasa, maupun ITE.
 
Pesan peringatan yang menjelaskan bila konten yang diunggah mengandung pelanggaran atau hoaks bakal dikirim ke akun medsos terkait. Pesan itu bakal dikirimkan hingga dua kali. Konten yang bermasalah wajib dihapus dalam waktu 1x24 jam.
 
Slamet menekankan pemilik akun bisa dipanggil untuk klarifikasi jika peringatan itu diabaikan dua kali. Namun, dalam pemeriksaan, polisi tetap mengutamakan mediasi dan restorative justice. Laporan polisi dibuat jika upaya damai tidak berhasil dilakukan. 
 
Dia memerinci tindak pidana yang mengutamakan restorative justice, seperti pencemaran nama baik, fitnah, dan penghinaan. Perbuatan pidana itu diatur dalam Pasal 27 ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, Pasal 207 KUHP tentang Penghinaan Terhadap Penguasa, serta Pasal 310 dan 311 KUHP. 
 
"Terhadap tindak pidana tersebut pencemaran nama baik, fitnah, penghinaan itu tidak akan dilakukan penahanan mulai hari ini dan dapat diselesaikan dengan cara restorative justice," ujar jenderal bintang satu itu.
 
Menurut dia, kebijakan tidak menahan ini sesuai instruksi Kapolri, yakni membuat gelar perkara secara virtual sebelum naik penyidikan. Upaya itu dinilai untuk membuat bangsa Indonesia menjadi semakin tentram.
 
"Tapi bukan berarti tidak dilakukan penahanan terus kita semena-mena, artinya kita sama sama koreksi diri," kata Slamet.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan