Jakarta: Terdakwa kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari, disarankan mengajukan diri menjadi justice collaborator (JC) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Upaya ini untuk membongkar sosok King Maker atau otak dari kasus tersebut.
"Saya menyarankan kepada Pinangki segera mengajukan JC ke KPK," kata Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, dalam keterangan tertulis, Selasa, 9 Februari 2021.
Boyamin yakin sosok ini memiliki peran penting dalam kasus pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk Djoko Tjandra. Bahkan sosok ini diamini majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
"Ini tugasnya KPK mengungkapkan semua peran lainnya yang belum bisa terungkap dari proses penyidikan maupun pengadilan," kata dia.
Hal penting lainnya yang perlu diungkap, yakni istilah 'bapakku' dan 'bapakmu'. Boyamin yakin kedua istilah itu juga mengacu pada sosok penting di balik kasus Djoko Tjandra.
Menurut Boyamin, pengajuan JC Pinangki bisa meringankan vonis 10 tahun yang dijatuhkan hakim. Apalagi, hakim menyebut salah satu hal yang memberatkan vonis Pinangki karena menutupi pihak lain.
"Pinangki bisa mendapat keringanan bila mengajukan JC karena bisa dapat remisi, bebas bersyarat, atau asimilasi," kata dia.
Baca: Alasan Djoko Tjandra Memercayai Pinangki Dianggap Perlu Diungkap
Terdakwa kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari, divonis hukuman 10 tahun penjara. Dia juga dikenakan denda Rp600 juta subsider enam bulan penjara.
Dalam perkara ini Pinangki didakwa menerima fulus US$500 ribu dari US$1 juta yang dijanjikan untuk mengurus fatwa MA. Fatwa ini merujuk pada peninjauan kembali (PK) putusan Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 atas kasus cessie Bank Bali yang menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun kepada Djoko Tjandra.
Pinangki juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia diduga membelanjakan uang tersebut di antaranya untuk membeli 1 unit mobil BMW X5 warna biru seharga Rp1.753.836.050; pembayaran apartemen di Amerika Serikat Rp412.705.554; dan pembayaran dokter kecantikan di Amerika Serikat Rp419.430.000.
Pinangki juga dianggap telah melakukan perbuatan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra dalam pengurusan fatwa MA. Ada perjanjian uang senilai US$10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan MA.
Pinangki terbukti melanggar Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Kemudian dia dianggap melanggar Pasal 15 jo Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jakarta: Terdakwa kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra,
Pinangki Sirna Malasari, disarankan mengajukan diri menjadi
justice collaborator (JC) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Upaya ini untuk membongkar sosok King Maker atau otak dari kasus tersebut.
"Saya menyarankan kepada Pinangki segera mengajukan JC ke KPK," kata Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, dalam keterangan tertulis, Selasa, 9 Februari 2021.
Boyamin yakin sosok ini memiliki peran penting dalam kasus pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk Djoko Tjandra. Bahkan sosok ini diamini majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
"Ini tugasnya KPK mengungkapkan semua peran lainnya yang belum bisa terungkap dari proses penyidikan maupun pengadilan," kata dia.
Hal penting lainnya yang perlu diungkap, yakni istilah 'bapakku' dan 'bapakmu'. Boyamin yakin kedua istilah itu juga mengacu pada sosok penting di balik kasus Djoko Tjandra.
Menurut Boyamin, pengajuan JC Pinangki bisa meringankan vonis 10 tahun yang dijatuhkan hakim. Apalagi, hakim menyebut salah satu hal yang memberatkan vonis Pinangki karena menutupi pihak lain.
"Pinangki bisa mendapat keringanan bila mengajukan JC karena bisa dapat remisi, bebas bersyarat, atau asimilasi," kata dia.
Baca:
Alasan Djoko Tjandra Memercayai Pinangki Dianggap Perlu Diungkap
Terdakwa kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan
Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari, divonis hukuman 10 tahun penjara. Dia juga dikenakan denda Rp600 juta subsider enam bulan penjara.
Dalam perkara ini Pinangki didakwa menerima fulus US$500 ribu dari US$1 juta yang dijanjikan untuk mengurus fatwa MA. Fatwa ini merujuk pada peninjauan kembali (PK) putusan Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 atas kasus cessie Bank Bali yang menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun kepada Djoko Tjandra.
Pinangki juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia diduga membelanjakan uang tersebut di antaranya untuk membeli 1 unit mobil BMW X5 warna biru seharga Rp1.753.836.050; pembayaran apartemen di Amerika Serikat Rp412.705.554; dan pembayaran dokter kecantikan di Amerika Serikat Rp419.430.000.
Pinangki juga dianggap telah melakukan perbuatan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra dalam pengurusan fatwa MA. Ada perjanjian uang senilai US$10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan MA.
Pinangki terbukti melanggar Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Kemudian dia dianggap melanggar Pasal 15 jo Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)