Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tiga orang saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Langkat pada Senin, 31 Januari 2022. Mereka semua diminta menjelaskan dugaan penerimaan uang yang dilakukan Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin.
"Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan pekerjaan proyek yang dikerjakan oleh para saksi dan dugaan adanya pemberian fee berupa uang untuk tersangka TRP (Terbit) karena adanya pengaturan pemenang pelaksana proyek," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa, 1 Februari 2022.
Ali mengatakan tiga saksi itu, yakni Direktur CV Sasaki Riki Sapariza dan dua pihak swasta Ananda Agustri serta Daniel. Ali enggan memerinci pertanyaan penyidik ke mereka berdua untuk menjaga kerahasiaan proses penanganan perkara.
Keterangan mereka diyakini menguatkan tudingan penyidik ke Terbit. Keterangan mereka sudah dicatat dan akan dibuka dalam persidangan nanti.
Baca: Komnas HAM: Korban Jiwa di Kerangkeng Bupati Langkat karena Kekerasan
KPK menetapkan enam orang tersangka dalam operasi senyap di Langkat. Mereka, yakni Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin, pihak swasta Muara Perangin Angin, Kepala Desa Balai Kasih Iskandar, kontraktor Marcos Surya Abdi, Kontraktor Shuhanda, Kontraktor Isfi Syahfitra.
Muara disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Terbit, Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) memeriksa tiga orang saksi dalam kasus
dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Langkat pada Senin, 31 Januari 2022. Mereka semua diminta menjelaskan dugaan penerimaan uang yang dilakukan Bupati nonaktif Langkat
Terbit Rencana Perangin Angin.
"Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan pekerjaan proyek yang dikerjakan oleh para saksi dan dugaan adanya pemberian
fee berupa uang untuk tersangka TRP (Terbit) karena adanya pengaturan pemenang pelaksana proyek," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa, 1 Februari 2022.
Ali mengatakan tiga saksi itu, yakni Direktur CV Sasaki Riki Sapariza dan dua pihak swasta Ananda Agustri serta Daniel. Ali enggan memerinci pertanyaan penyidik ke mereka berdua untuk menjaga kerahasiaan proses penanganan perkara.
Keterangan mereka diyakini menguatkan tudingan penyidik ke Terbit. Keterangan mereka sudah dicatat dan akan dibuka dalam persidangan nanti.
Baca:
Komnas HAM: Korban Jiwa di Kerangkeng Bupati Langkat karena Kekerasan
KPK menetapkan enam orang tersangka dalam operasi senyap di Langkat. Mereka, yakni Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin, pihak swasta Muara Perangin Angin, Kepala Desa Balai Kasih Iskandar, kontraktor Marcos Surya Abdi, Kontraktor Shuhanda, Kontraktor Isfi Syahfitra.
Muara disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Terbit, Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)