Jakarta: Mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari mengaku diminta membayar lawyer fee oleh mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Stepanus Robin Pattuju untuk urus perkara. Robin meminta lawyer fee sebesar Rp10 miliar.
"Syaratnya itu membayar lawyer fee Rp10 miliar," kata Rita saat diperiksa sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 18 Oktober 2021.
Permintaan itu bermula ketika Rita diperkenalkan kepada Robin melalui mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Tangerang, Banten, pada September 2020. Rita dan Azis merupakan sesama politikus Partai Golkar.
Pertemuan itu berlanjut pada pembicaraan mengenai pengurusan perkara. Rita menuturkan pengurusan perkara itu terkait pengajuan peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA).
PK yang diajukan terkait kasus suap dan gratifikasi terkait izin perkebunan yang menjerat Rita. Dia tengah menjalani hukuman selama 10 tahun penjara.
Baca: Rita Widyasari Diminta Tak Seret Azis Syamsuddin di KPK
Namun, Rita mesti menuruti persyaratan yang diajukan Robin. Dia meminta Rita membayar Rp10 miliar dan memberhentikan pengacara yang membelanya.
Selain itu, Rita juga dijanjikan menerima kembali 19 aset miliknya yang disita KPK. Semua janji manis itu akan diupayakan Robin bersama advokat Maskur Husain.
Rita menyepakati hal itu. Namun, dia tak bisa memberikan uang tunai melainkan dibayar lewat aset berupa dua rumah dan satu unit apartemen Sudirman Park Tower A Lantai 43 Unit C, Jakarta Pusat.
Rita juga mengungkap bahwa Robin membawa seseorang bernama Usman Effendi yang bisa mengubah jaminan aset dalam bentuk uang. Satu rumah Rita mendapat nilai Rp3 miliar.
"Ditransfer Rp3 miliar. Saya baru tahu (nilainya) saat penyidikan, saat saya diperiksa. Rumah saya Rp3 miliar, itu uang Pak Usman," ucap Rita.
Pada perkara ini, Robin dan Maskur didakwa menerima uang suap Rp11 miliar dan US$36 ribu (Rp513 juta). Uang itu didapatkan dari penanganan lima perkara berbeda di KPK. Robin beraksi sekitar Juli 2020-April 2021 dengan menerima uang di berbagai tempat.
Jakarta: Mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari mengaku diminta membayar
lawyer fee oleh mantan penyidik
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Stepanus Robin Pattuju untuk urus perkara. Robin meminta
lawyer fee sebesar Rp10 miliar.
"Syaratnya itu membayar
lawyer fee Rp10 miliar," kata Rita saat diperiksa sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 18 Oktober 2021.
Permintaan itu bermula ketika Rita diperkenalkan kepada Robin melalui mantan Wakil Ketua DPR
Azis Syamsuddin di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Tangerang, Banten, pada September 2020. Rita dan Azis merupakan sesama politikus Partai Golkar.
Pertemuan itu berlanjut pada pembicaraan mengenai pengurusan perkara. Rita menuturkan pengurusan perkara itu terkait pengajuan peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA).
PK yang diajukan terkait
kasus suap dan gratifikasi terkait izin perkebunan yang menjerat Rita. Dia tengah menjalani hukuman selama 10 tahun penjara.
Baca:
Rita Widyasari Diminta Tak Seret Azis Syamsuddin di KPK
Namun, Rita mesti menuruti persyaratan yang diajukan Robin. Dia meminta Rita membayar Rp10 miliar dan memberhentikan pengacara yang membelanya.
Selain itu, Rita juga dijanjikan menerima kembali 19 aset miliknya yang disita KPK. Semua janji manis itu akan diupayakan Robin bersama advokat Maskur Husain.
Rita menyepakati hal itu. Namun, dia tak bisa memberikan uang tunai melainkan dibayar lewat aset berupa dua rumah dan satu unit apartemen Sudirman Park Tower A Lantai 43 Unit C, Jakarta Pusat.
Rita juga mengungkap bahwa Robin membawa seseorang bernama Usman Effendi yang bisa mengubah jaminan aset dalam bentuk uang. Satu rumah Rita mendapat nilai Rp3 miliar.
"Ditransfer Rp3 miliar. Saya baru tahu (nilainya) saat penyidikan, saat saya diperiksa. Rumah saya Rp3 miliar, itu uang Pak Usman," ucap Rita.
Pada perkara ini, Robin dan Maskur didakwa menerima uang suap Rp11 miliar dan US$36 ribu (Rp513 juta). Uang itu didapatkan dari penanganan lima perkara berbeda di KPK. Robin beraksi sekitar Juli 2020-April 2021 dengan menerima uang di berbagai tempat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)