Jakarta: Pihak Yayasan Rumah Duka Abadi, Daan Mogot, Jakarta Barat, memenuhi panggilan polisi. Panggilan terkait dugaan kasus kartel kremasi.
“Sedang kita wawancara (untuk) klarifikasi,” kata Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat Kompol Joko Dwi Harsono saat dihubungi, Rabu, 21 Juli 2021.
Joko belum memerinci detail pemeriksaan karena masih berlangsung. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menelusuri dugaan kasus kartel kremasi. Praktik nakal tersebut tak boleh terjadi apalagi di tengah pandemi covid-19.
“Sedang dilidik,” kata Kepala Bareskrim (Kabareskrim) Polri Komjen Agus Andrianto saat dikonfirmasi.
Baca: Polri Usut Dugaan Kasus Kartel Kremasi
Agus geram atas dugaan kasus tersebut. Dia mendorong para korban melapor ke polisi supaya kasus terang-benderang.
“Mari bergandengan tangan membantu meringankan beban masyarakat oleh kelakuan para pengkhianat mencari keuntungan di tengah pandemi,” papar dia.
Muncul pesan berantai di aplikasi WhatsApp. Pesan itu berisi keluhan warga Jakarta Barat, Martin, yang mengaku diperas saat hendak mengkremasi jenazah keluarganya yang terinfeksi covid-19.
Martin menceritakan pemerasan yang dilakukan kartel kremasi. Peristiwa itu berawal saat ibunya meninggal di salah satu rumah sakit kawasan Jakarta pada Senin pagi, 12 Juli 2021.
Kemudian, Dinas Pemakaman membantu mencarikan krematoriumnya. Dia dihampiri orang yang mengaku dari Dinas Pemakaman dan menyampaikan jenazah bisa segera dikremasi di Karawang dengan paket seharga Rp48,8 juta.
"Kami terkejut karena enam minggu lalu kakak kami meninggal dan dikremasi, paket ini tidak sampai Rp10 juta. Lalu, dua minggu kemudian besan kakak kami meninggal bersama anak perempuannya akibat covid-19, paketnya Rp24 juta per orang. Bagaimana harga bisa meroket begini tinggi dalam waktu singkat?" kata Martin dalam pesan itu.
Dia mencoba menghubungi berbagai Krematorium di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Namun, rata-rata tidak ada yang merespons. Sekalinya ada, menyatakan krematorium sudah penuh.
"Kami menghubungi orang yang dulu mengurus kremasi kakak dan dapat keterangan bahwa memang segitu sekarang biayanya. Kemudian dia juga ditawarkan Rp45 juta, jenazah juga bisa segera di kremasi tapi besok di Cirebon," ujar dia.
Rekannya yang membantu mencarikan krematorium juga mendapat informasi harga paket kremasi Rp45-55 juta. Martin kalang kabut karena pihak rumah sakit mendesak segera memindahkan jenazah.
Akhirnya, pihak keluarga memutuskan mengkremasi di Karawang. Namun, keputusannya terlambat. Slot di krematorium telah dipesan orang lain. Martin mendapatkan informasi ada slot lima hari ke depan di krematorium pinggir kota dengan harga Rp65 juta.
"Segera kami mengerti bahwa kartel telah menguasai jasa mengkremasi sanak famili korban covid-19 dengan tarif Rp45-65 juta," kata dia.
Pada 13 Juli 2021, sekitar pukul 09.30 WIB, Martin mengaku tiba di krematorium daerah Cirebon. Mobil jenazah ibunya tiba sejak pukul 07.00 WIB. Dia melihat ternyata dalam satu mobil ada dua peti jenazah.
Sebelum dapat giliran kremasi, dia mengaku sempat mengobrol dengan pengurus kremasi. Penguru itu menyebut hanya ada satu harga kremasi yaitu Rp2,5 juta. Namun, karena sekarang ada prosedur covid-19 ada tambahan biaya ratusan ribu rupiah untuk membeli alat pelindung diri (APD), penyemprotan, dan lainnya.
"Betapa nyamannya kartel ini merampok keluarga yang berduka, karena biaya peti dan biaya mobil jenazah (satu mobil dua jenazah) harusnya tidak sampai Rp10 juta. Mereka ini hanya berbekal telepon saja dan bisa booking slot di krematorium, tidak perlu nongol sementara orang lapangan, orang kecil, yang bekerja dan tidak merasakan tetesan keuntungan ini," kata dia.
Martin berharap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membaca pesannya. Kemudian, menindak tegas apabila ada aparat pemakaman yang berubah fungsi menjadi calo untuk mencari keuntungan.
Dia menduga pihak itu bekerja sama dengan petugas jenazah di rumah sakit. Martin ingin pelaku ditangkap dan dihukum seberat-beratnya.
"Karena ulah mereka adalah sama menyusahkannya seperti ulah virus covid-19 yang menari diatas penderitaan korbannya," tutur dia.
Jakarta: Pihak Yayasan Rumah Duka Abadi, Daan Mogot, Jakarta Barat, memenuhi panggilan polisi. Panggilan terkait dugaan kasus kartel kremasi.
“Sedang kita wawancara (untuk) klarifikasi,” kata Kasat Reskrim
Polres Metro Jakarta Barat Kompol Joko Dwi Harsono saat dihubungi, Rabu, 21 Juli 2021.
Joko belum memerinci detail pemeriksaan karena masih berlangsung. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menelusuri dugaan kasus kartel kremasi. Praktik nakal tersebut tak boleh terjadi apalagi di tengah
pandemi covid-19.
“Sedang dilidik,” kata Kepala Bareskrim (Kabareskrim) Polri Komjen Agus Andrianto saat dikonfirmasi.
Baca:
Polri Usut Dugaan Kasus Kartel Kremasi
Agus geram atas dugaan kasus tersebut. Dia mendorong para korban melapor ke polisi supaya kasus terang-benderang.
“Mari bergandengan tangan membantu meringankan beban masyarakat oleh kelakuan para pengkhianat mencari keuntungan di tengah pandemi,” papar dia.
Muncul pesan berantai di aplikasi
WhatsApp. Pesan itu berisi keluhan warga Jakarta Barat, Martin, yang mengaku diperas saat hendak mengkremasi jenazah keluarganya yang terinfeksi covid-19.
Martin menceritakan pemerasan yang dilakukan kartel kremasi. Peristiwa itu berawal saat ibunya meninggal di salah satu rumah sakit kawasan Jakarta pada Senin pagi, 12 Juli 2021.
Kemudian, Dinas Pemakaman membantu mencarikan krematoriumnya. Dia dihampiri orang yang mengaku dari Dinas Pemakaman dan menyampaikan jenazah bisa segera dikremasi di Karawang dengan paket seharga Rp48,8 juta.
"Kami terkejut karena enam minggu lalu kakak kami meninggal dan dikremasi, paket ini tidak sampai Rp10 juta. Lalu, dua minggu kemudian besan kakak kami meninggal bersama anak perempuannya akibat covid-19, paketnya Rp24 juta per orang. Bagaimana harga bisa meroket begini tinggi dalam waktu singkat?" kata Martin dalam pesan itu.
Dia mencoba menghubungi berbagai Krematorium di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Namun, rata-rata tidak ada yang merespons. Sekalinya ada, menyatakan krematorium sudah penuh.
"Kami menghubungi orang yang dulu mengurus kremasi kakak dan dapat keterangan bahwa memang segitu sekarang biayanya. Kemudian dia juga ditawarkan Rp45 juta, jenazah juga bisa segera di kremasi tapi besok di Cirebon," ujar dia.
Rekannya yang membantu mencarikan krematorium juga mendapat informasi harga paket kremasi Rp45-55 juta. Martin kalang kabut karena pihak rumah sakit mendesak segera memindahkan jenazah.