Jakarta: Beredar isu penggabungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Ombudsman. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata merespons hal tersebut.
“Sejauh ini pimpinan enggak dapat informasi itu, tetapi apakah ada kemungkinan? Ada,” kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 2 April 2024.
Alex mencontohkan Korea Selatan yang menggabungkan otoritas pemberantasan korupsi dengan Ombudsman karena dianggap terlalu kuat. Manuver penggabungan dinilai juga bisa terjadi di Indonesia.
“Kita belajar dari Korea Selatan, ya, Korea Selatan itu ketika sebelumnya ada nama independensi dan dianggap terlalu powerfull, ya, independensi sehingga enggak bisa, dianggap mengganggu ya sehingga digabungkan dengan Ombudsman di Korea Selatan seperti itu kan,” ucap Alex.
Jika benar, Alex menyebut penggabungan KPK dan Ombudsman merupakan ranah politik. Lembaga Antirasuah juga tidak bisa bertindak jika pemimpin Indonesia menginginkan hal tersebut.
“Bisa saja seperti itu kembali lagi, kami kan enggak bisa apa-apa ketika misalnya itu sudah menjadi suatu kebijakan putusan pemerintah dan didasarkan atas undang-undang,” ucap Alex.
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengamini kerap mendengar isu itu. Kabar tersebut tengah hangat diperbincangkan.
“Awalnya banyak yang menyampaikan teman-teman ICW sudah dengar belum, bahwa ada rencana KPK ingin penindakannya dihapus, jadi pencegahan, awalnya kami tidak menggubris itu, tapi lamban laun informasinya semakin detail,” ucap Kurnia.
ICW berharap pemerintah memberikan jawaban atas itu tersebut. Jika tidak, kata Kurnia, bisa membuat masyarakat heboh.
“Nah itu penting untuk diklarifikasi ke Bappenas, apakah pernah, benar ada pembahasan rapat seperti itu. Tentu kalau benar adanya, penting untuk dikritisi idenya,” ujar Kurnia.
ICW menilai isu penggabungan KPK dengan Ombudsman merupaka ide buruk. Lembaga Antirasuah harus terus menindak, bukan cuma mencegah korupsi terjadi di Indonesia.
“Kalau kesimpulannya adalah mengganti KPK menjadi pencegahan tentu adalah solusi yang keliru atau mungkin kita bisa membacanya apakah memang ada grand desain yang menciptakan KPK seperti itu, terlepas dari kritik masif ke internal KPK,” tutur Kurnia.
Jakarta: Beredar isu penggabungan Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) dengan Ombudsman. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata merespons hal tersebut.
“Sejauh ini pimpinan enggak dapat informasi itu, tetapi apakah ada kemungkinan? Ada,” kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 2 April 2024.
Alex mencontohkan Korea Selatan yang menggabungkan otoritas pemberantasan korupsi dengan
Ombudsman karena dianggap terlalu kuat. Manuver penggabungan dinilai juga bisa terjadi di Indonesia.
“Kita belajar dari Korea Selatan, ya, Korea Selatan itu ketika sebelumnya ada nama independensi dan dianggap terlalu
powerfull, ya, independensi sehingga enggak bisa, dianggap mengganggu ya sehingga digabungkan dengan Ombudsman di Korea Selatan seperti itu kan,” ucap Alex.
Jika benar, Alex menyebut penggabungan KPK dan Ombudsman merupakan ranah politik. Lembaga Antirasuah juga tidak bisa bertindak jika pemimpin Indonesia menginginkan hal tersebut.
“Bisa saja seperti itu kembali lagi, kami kan enggak bisa apa-apa ketika misalnya itu sudah menjadi suatu kebijakan putusan pemerintah dan didasarkan atas undang-undang,” ucap Alex.
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengamini kerap mendengar isu itu. Kabar tersebut tengah hangat diperbincangkan.
“Awalnya banyak yang menyampaikan teman-teman ICW sudah dengar belum, bahwa ada rencana KPK ingin penindakannya dihapus, jadi pencegahan, awalnya kami tidak menggubris itu, tapi lamban laun informasinya semakin detail,” ucap Kurnia.
ICW berharap pemerintah memberikan jawaban atas itu tersebut. Jika tidak, kata Kurnia, bisa membuat masyarakat heboh.
“Nah itu penting untuk diklarifikasi ke Bappenas, apakah pernah, benar ada pembahasan rapat seperti itu. Tentu kalau benar adanya, penting untuk dikritisi idenya,” ujar Kurnia.
ICW menilai isu penggabungan KPK dengan Ombudsman merupaka ide buruk. Lembaga Antirasuah harus terus menindak, bukan cuma mencegah korupsi terjadi di Indonesia.
“Kalau kesimpulannya adalah mengganti KPK menjadi pencegahan tentu adalah solusi yang keliru atau mungkin kita bisa membacanya apakah memang ada grand desain yang menciptakan KPK seperti itu, terlepas dari kritik masif ke internal KPK,” tutur Kurnia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)