Jakarta: KPK memeriksa Wakil Presiden Indonesia ke-11 Boediono. Dia diperiksa terkait kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).
Boediono dimintai keterangan terkait jabatannya sebagai Menteri Keuangan era Presiden Megawati Soekarnoputri.
"Beliau menjadi Menkeu (Menteri Keuangan) saat peristiwa itu terjadi," kata Ketua KPK Agus Rahardjo saat dikonfirmasi, Kamis, 28 Desember 2017.
Boediono diperiksa sebagai saksi atas tersangka mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyebut Boediono hadir atas inisiatif pribadi. Boediono meminta diperiksa hari ini lantaran berhalangan pada pemeriksaan yang sudah dijadwalkan. Nama Boediono memang tidak tercantum di jadwal pemeriksaan KPK hari ini.
"Untuk efektivitas penyidikan maka dilakukan pemeriksaan hari ini," kata Febri.
Baca: Mantan Kepala BPPN Tersangka Korupsi SKL BLBI
Pada kasus ini, KPK telah menahan Syafruddin Arsyad Temenggung, tersangka penerbitan SKL BLBI kepada BDNI. Ia ditahan di Rumah Tahanan KPK untuk 20 hari demi kepentingan penyidikan.
KPK menyebut negara dirugikan sebesar Rp4,58 triliun sebagaimana hasil audit investigatif yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, Syafruddin membantah telah menyebabkan kerugian negara mencapai Rp4,58 triliun.
Syafruddin merupakan anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) ketika BPPN mengeluarkan SKL BLBI. Ketika itu, KKSK diketuai oleh Dorodjatun Kuntjoro Jakti selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dengan anggota Kepala Bappenas Kwik Kian Gie, Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soemarno, Menteri BUMN Laksamana Sukardi, dan Boediono.
Syafruddin Temenggung sempat mengatakan, penerbitan SKL BLBI yang ia keluarkan untuk BDNI telah mendapat persetujuan dari KKSK. Persetujuan KKSK itu berdasarkan Keputusan KKSK Nomor 01/K.KKSK/03/2004 tertanggal 17 Maret 2004.
Salah satu kewenangan KKSK adalah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap rencana induk penyehatan perbankan yang disusun BPPN. Kerja KKSK itu pun diperkuat dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8/2002, yang dikeluarkan Megawati.
"Semuanya sudah ada persetujuan dari KKSK, semuanya. Saya hanya mengikuti aturan dan saya sudah punya (nunjukin hasil audit BPK)," kata Syafruddin sebelum dibawa ke Rumah Tahanan di gedung KPK, Jakarta, Kamis 21 Desember.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/0kpnmGnN" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: KPK memeriksa Wakil Presiden Indonesia ke-11 Boediono. Dia diperiksa terkait kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).
Boediono dimintai keterangan terkait jabatannya sebagai Menteri Keuangan era Presiden Megawati Soekarnoputri.
"Beliau menjadi Menkeu (Menteri Keuangan) saat peristiwa itu terjadi," kata Ketua KPK Agus Rahardjo saat dikonfirmasi, Kamis, 28 Desember 2017.
Boediono diperiksa sebagai saksi atas tersangka mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyebut Boediono hadir atas inisiatif pribadi. Boediono meminta diperiksa hari ini lantaran berhalangan pada pemeriksaan yang sudah dijadwalkan. Nama Boediono memang tidak tercantum di jadwal pemeriksaan KPK hari ini.
"Untuk efektivitas penyidikan maka dilakukan pemeriksaan hari ini," kata Febri.
Baca: Mantan Kepala BPPN Tersangka Korupsi SKL BLBI
Pada kasus ini, KPK telah menahan Syafruddin Arsyad Temenggung, tersangka penerbitan SKL BLBI kepada BDNI. Ia ditahan di Rumah Tahanan KPK untuk 20 hari demi kepentingan penyidikan.
KPK menyebut negara dirugikan sebesar Rp4,58 triliun sebagaimana hasil audit investigatif yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, Syafruddin membantah telah menyebabkan kerugian negara mencapai Rp4,58 triliun.
Syafruddin merupakan anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) ketika BPPN mengeluarkan SKL BLBI. Ketika itu, KKSK diketuai oleh Dorodjatun Kuntjoro Jakti selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dengan anggota Kepala Bappenas Kwik Kian Gie, Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soemarno, Menteri BUMN Laksamana Sukardi, dan Boediono.
Syafruddin Temenggung sempat mengatakan, penerbitan SKL BLBI yang ia keluarkan untuk BDNI telah mendapat persetujuan dari KKSK. Persetujuan KKSK itu berdasarkan Keputusan KKSK Nomor 01/K.KKSK/03/2004 tertanggal 17 Maret 2004.
Salah satu kewenangan KKSK adalah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap rencana induk penyehatan perbankan yang disusun BPPN. Kerja KKSK itu pun diperkuat dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8/2002, yang dikeluarkan Megawati.
"Semuanya sudah ada persetujuan dari KKSK, semuanya. Saya hanya mengikuti aturan dan saya sudah punya (nunjukin hasil audit BPK)," kata Syafruddin sebelum dibawa ke Rumah Tahanan di gedung KPK, Jakarta, Kamis 21 Desember.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)