Jakarta: Polisi bakal memeriksa ahli kesehatan dalam pengusutan kasus kamuflase alat pemadam api ringan (APAR) menjadi tabung oksigen. Penggunaan tabung APAR yang diisi oksigen berbahaya bagi kesehatan.
"Ada indikasi menurut ahli bahwa ini bisa menjadi racun. Tapi, nanti akan kita lakukan pemeriksaan terhadap ahli (kesehatan) dalam hal ini," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu, 31 Juli 2021.
Yusri mengatakan tabung oksigen dari APAR itu sangat membahayakan kesehatan masyarakat. Sebab, APAR biasanya berisi CO2 (karbon dioksida) atau serbuk-serbuk untuk memadamkan api.
"Pelaku hanya membersihkan bagian dalam APAR dengan air biasa terus diisi oksigen," ujar Yusri.
Padahal, kata Yusri, ketentuan tabung oksigen itu berbeda dengan tabung APAR dan tabung lainnya. Dia menyebut tabung oksigen lebih tebal dan memiliki kekuatan 150 bar.
"Sementara tabung-tabung ini (APAR) beda, lebih rendah dari ketentuan tabung oksigen. Dampaknya apa? karena ketebalannya berbeda, ini bisa meledak dan bisa membahayakan," ungkap Yusri.
Baca: Penjualan Tabung Oksigen Palsu Terbongkar, Pelaku Cat Ulang APAR
Kasus ini terbongkar saat polisi melakukan patroli siber di media sosial. Kemudian, menemukan akun Facebook, Erwan O2, menawarkan tabung oksigen yang mencurigakan.
Polisi melakukan penyamaran dengan berpura-pura membeli tabung oksigen palsu itu. Pembelian dilakukan secara cash on delivery (COD). Terbukti, tabung oksigen itu palsu.
Polisi menangkap pelaku WS alias KL di kediamannya Jalan Prof. Dr. Hamka, Larangan, Tangerang pada Selasa, 27 Juli 2021. Perbuatan pemalsuan tabung oksigen itu dilakukannya sejak kebutuhan oksigen melonjak.
Pelaku menjual tabung oksigen dari APAR itu seharga Rp5 juta. Sebanyak 20 tabung terjual. Polisi memanggil 20 pembeli untuk mendata dan mengembalikan tabung APAR tersebut.
Tersangka telah ditahan. Dia dijerat Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 113 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman 10 tahun penjara.
Jakarta:
Polisi bakal memeriksa ahli kesehatan dalam pengusutan kasus
kamuflase alat pemadam api ringan (APAR) menjadi tabung
oksigen. Penggunaan tabung APAR yang diisi oksigen berbahaya bagi kesehatan.
"Ada indikasi menurut ahli bahwa ini bisa menjadi racun. Tapi, nanti akan kita lakukan pemeriksaan terhadap ahli (kesehatan) dalam hal ini," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu, 31 Juli 2021.
Yusri mengatakan tabung oksigen dari APAR itu sangat membahayakan kesehatan masyarakat. Sebab, APAR biasanya berisi CO2 (karbon dioksida) atau serbuk-serbuk untuk memadamkan api.
"Pelaku hanya membersihkan bagian dalam APAR dengan air biasa terus diisi oksigen," ujar Yusri.
Padahal, kata Yusri, ketentuan tabung oksigen itu berbeda dengan tabung APAR dan tabung lainnya. Dia menyebut tabung oksigen lebih tebal dan memiliki kekuatan 150 bar.
"Sementara tabung-tabung ini (APAR) beda, lebih rendah dari ketentuan tabung oksigen. Dampaknya apa? karena ketebalannya berbeda, ini bisa meledak dan bisa membahayakan," ungkap Yusri.
Baca: Penjualan Tabung Oksigen Palsu Terbongkar, Pelaku Cat Ulang APAR
Kasus ini terbongkar saat polisi melakukan patroli siber di media sosial. Kemudian, menemukan akun Facebook, Erwan O2, menawarkan tabung oksigen yang mencurigakan.
Polisi melakukan penyamaran dengan berpura-pura membeli tabung oksigen palsu itu. Pembelian dilakukan secara
cash on delivery (COD). Terbukti, tabung oksigen itu palsu.
Polisi menangkap pelaku WS alias KL di kediamannya Jalan Prof. Dr. Hamka, Larangan, Tangerang pada Selasa, 27 Juli 2021. Perbuatan pemalsuan tabung oksigen itu dilakukannya sejak kebutuhan oksigen melonjak.
Pelaku menjual tabung oksigen dari APAR itu seharga Rp5 juta. Sebanyak 20 tabung terjual. Polisi memanggil 20 pembeli untuk mendata dan mengembalikan tabung APAR tersebut.
Tersangka telah ditahan. Dia dijerat Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 113 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman 10 tahun penjara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)