Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menemukan 300 konten mengandung unsur radikalisme dalam satu bulan di media sosial (medsos). Semua pihak diminta melakukan kontra narasi untuk mengalahkan konten berbahaya itu.
"Kontra narasi perlu sumber daya, perlu banyak pihak untuk bersama-sama mengeroyok satu pesan negatif yang beredar di masyarakat," kata Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar dalam webinar bertema 'Komunikasi Strategis Umat Islam dalam Menangkal Terorisme', Sabtu, 8 Mei 2021.
Boy mengatakan pemerintah bisa meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika menurunkan atau take down konten tersebut. Namun, proses itu tidak mudah, karena sering kali berbenturan dengan sistem hukum antara Indonesia dan negara lain.
"Platform kita ini berada di negara yang memiliki sistem hukum yang berbeda dengan kita," ujar jenderal bintang tiga itu.
Boy menyebut upaya paling mudah ialah dengan kontra narasi. Hal ini dapat dilakukan dengan menyiarkan pesan-pesan damai dari ajaran agama. Pesan toleran diharapkan dapat mengalahkan narasi kebencian yang disampaikan kelompok terorisme.
(Baca: Milenial Diminta Mengantisipasi Rekrutmen Teroris)
"Kita harus melawan keadaan ini dengan seribu pesan positif menundukkan pesan negatif yang lebih dahulu, lebih banyak menguasai jagat new media di ruang publik kita. Mari kita kuasai new media untuk kebaikan, menyingkirkan kejahatan yang di dalamnya ada ancaman teror," imbau Boy.
Boy mengatakan kontra narasi merupakan komunikasi strategis bagi umat Islam menangkal pesan radikal. Agama Islam kerap dicatut untuk menjalankan aksi jihad para teroris.
"Jadi, membangun semangat Islam sebagai rahmatan lil alamin, semangat mewujudkan ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah, ukhuwah insaniyah di antara kita semuanya," ujar Boy.
Pihak-pihak yang diminta menggencarkan kontra narasi ialah pemuka agama hingga awak media. BNPT telah membuat BNPT TV untuk menyiarkan salah satunya kontra narasi terhadap ideologi radikalisme.
Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menemukan 300 konten mengandung unsur
radikalisme dalam satu bulan di media sosial (medsos). Semua pihak diminta melakukan kontra narasi untuk mengalahkan konten berbahaya itu.
"Kontra narasi perlu sumber daya, perlu banyak pihak untuk bersama-sama mengeroyok satu pesan negatif yang beredar di masyarakat," kata Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar dalam webinar bertema 'Komunikasi Strategis Umat Islam dalam Menangkal Terorisme', Sabtu, 8 Mei 2021.
Boy mengatakan pemerintah bisa meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika menurunkan atau
take down konten tersebut. Namun, proses itu tidak mudah, karena sering kali berbenturan dengan sistem hukum antara Indonesia dan negara lain.
"Platform kita ini berada di negara yang memiliki sistem hukum yang berbeda dengan kita," ujar jenderal bintang tiga itu.
Boy menyebut upaya paling mudah ialah dengan kontra narasi. Hal ini dapat dilakukan dengan menyiarkan pesan-pesan damai dari ajaran agama. Pesan toleran diharapkan dapat mengalahkan narasi kebencian yang disampaikan kelompok
terorisme.
(Baca:
Milenial Diminta Mengantisipasi Rekrutmen Teroris)
"Kita harus melawan keadaan ini dengan seribu pesan positif menundukkan pesan negatif yang lebih dahulu, lebih banyak menguasai jagat
new media di ruang publik kita. Mari kita kuasai
new media untuk kebaikan, menyingkirkan kejahatan yang di dalamnya ada ancaman teror," imbau Boy.
Boy mengatakan kontra narasi merupakan komunikasi strategis bagi umat Islam menangkal pesan radikal. Agama Islam kerap dicatut untuk menjalankan aksi jihad para teroris.
"Jadi, membangun semangat Islam sebagai rahmatan lil alamin, semangat mewujudkan ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah, ukhuwah insaniyah di antara kita semuanya," ujar Boy.
Pihak-pihak yang diminta menggencarkan kontra narasi ialah pemuka agama hingga awak media. BNPT telah membuat BNPT TV untuk menyiarkan salah satunya kontra narasi terhadap ideologi radikalisme.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(REN)