Jakarta: Penggunaan pasal di Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dianggap efektif menghukum pelaku korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT ASABRI. Pemberlakuan pasal itu mampu memberikan efek jera.
“Tentunya UU TPPU sangat penting, karena bisa memaksimalkan penggunaan pidana untuk uang pengganti kerugian negara,” kata pakar hukum pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, melalui keterangan tertulis, Kamis, 25 Maret 2021.
Menurut dia, penggunaan UU TPPU terbukti memiskinkan para koruptor. Harta mereka digunakan mengganti kerugian negara atas perbuatan rasuah.
Baca: Korupsi ASABRI Diselisik Lewat Sejumlah Bos Perusahaan
Negara mengalami kerugian Rp16,8 triliun dalam korupsi di Jiwasraya. Sementara itu, kasus rasuah di ASABRI diperkirakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengakibatkan kerugian negara hingga Rp23,7 triliun.
Menurut Agustinus, pola korupsi di dua BUMN itu serupa. Rasuah melibatkan banyak orang, khususnya yang memiliki pengaruh di bidang ekonomi hingga hukum.
Di sisi lain, Agustinus meminta penyelesaian kasus rasuah itu terus dikawal, sehingga berjalan objektif dan independen. "Tidak kalah efektif adalah pengawalan oleh masyarakat melalui peran media yang diperlukan membuat proses penegakan hukum menjadi transparan," ujar dia.
Kejaksaan Agung menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi di ASABRI. Dua di antaranya merupakan terpidana kasus korupsi Jiwasraya, yakni Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat.
Lalu, tujuh lainnya ialah Direktur Utama (Dirut) ASABRI periode 2011-Maret 2016, Adam Rachmat Damiri; Dirut ASABRI periode Maret 2016-Juli 2020, Sonny Widjaja; Dirut Keuangan ASABRI periode Oktober 2008-Juni 2014, BE; Dirut ASABRI periode 2013-2014 dan 2015-2019, HS; Kepala Divisi Investasi ASABRI periode Juli 2012-Januari 2017, Ilham W Siregar; Dirut PT Prima Jaringan, Lukman Purnomosidi; dan Direktur PT Jakarta Emiten Investor Relationship Jimmy Sutopo.
Jakarta: Penggunaan pasal di Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dianggap efektif menghukum pelaku korupsi di PT Asuransi
Jiwasraya (Persero) dan PT ASABRI. Pemberlakuan pasal itu mampu memberikan efek jera.
“Tentunya UU TPPU sangat penting, karena bisa memaksimalkan penggunaan pidana untuk uang pengganti
kerugian negara,” kata pakar hukum pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, melalui keterangan tertulis, Kamis, 25 Maret 2021.
Menurut dia, penggunaan UU TPPU terbukti memiskinkan para koruptor. Harta mereka digunakan mengganti kerugian negara atas perbuatan rasuah.
Baca: Korupsi ASABRI Diselisik Lewat Sejumlah Bos Perusahaan
Negara mengalami kerugian Rp16,8 triliun dalam korupsi di Jiwasraya. Sementara itu, kasus rasuah di
ASABRI diperkirakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengakibatkan kerugian negara hingga Rp23,7 triliun.
Menurut Agustinus, pola korupsi di dua BUMN itu serupa. Rasuah melibatkan banyak orang, khususnya yang memiliki pengaruh di bidang ekonomi hingga hukum.
Di sisi lain, Agustinus meminta penyelesaian kasus rasuah itu terus dikawal, sehingga berjalan objektif dan independen. "Tidak kalah efektif adalah pengawalan oleh masyarakat melalui peran media yang diperlukan membuat proses penegakan hukum menjadi transparan," ujar dia.
Kejaksaan Agung menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi di ASABRI. Dua di antaranya merupakan terpidana kasus korupsi Jiwasraya, yakni Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat.
Lalu, tujuh lainnya ialah Direktur Utama (Dirut) ASABRI periode 2011-Maret 2016, Adam Rachmat Damiri; Dirut ASABRI periode Maret 2016-Juli 2020, Sonny Widjaja; Dirut Keuangan ASABRI periode Oktober 2008-Juni 2014, BE; Dirut ASABRI periode 2013-2014 dan 2015-2019, HS; Kepala Divisi Investasi ASABRI periode Juli 2012-Januari 2017, Ilham W Siregar; Dirut PT Prima Jaringan, Lukman Purnomosidi; dan Direktur PT Jakarta Emiten Investor Relationship Jimmy Sutopo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)