Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap Direkur Utama nonaktif PLN Sofyan Basir, Jumat, 24 Mei 2019. Sofyan akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-I.
"Jadi hari Jumat ya besok sekitar jam 10 diagendakan pemeriksaan terhadap tersangka SFB," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 23 Mei 2019.
Febri menjawab diplomatis saat disinggung kemungkinan Sofyan langsung ditahan usai menjalani pemeriksaan. Ini pemeriksaan kedua Sofyan setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Lembaga Antirasuah mengultimatum mantan Dirut Bank BRI itu untuk bersikap kooperatif. Sofyan diminta hadir memenuhi panggilan dan menjelaskan secara utuh ihwal suap proyek bernilai USD900 juta tersebut.
"Suratnya sudah kami sampaikan sebelumnya dan kami harap yang bersangkutan bisa datang," pungkas dia.
Sofyan bersama-sama dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham diduga membantu memuluskan perusahaan Blackgold Natural Resources Limited milik Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai konsorsium penggarap proyek PLTU Riau-I.
Keterlibatan Sofyan berawal ketika Direktur PT Samantaka Batubara mengirimi PLN surat, pada Oktober 2015. Surat pada pokoknya memohon PLN memasukkan proyek dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
(Baca juga: Idrus Beberkan Isi Pertemuan dengan Sofyan)
Sayangnya, surat tak ditanggapi. Johannes akhirnya mencari bantuan agar dibukakan jalan berkoordinasi dengan PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listnk Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-I.
Pertemuan diduga dilakukan beberapa kali. Pertemuan membahas proyek PLTU itu dihadiri Eni, Sofyan, dan Johannes. Namun, beberapa pertemuan tak selalu dihadiri ketiga orang tersebut.
Selanjutnya pada 2016, Sofyan menunjuk Johannes mengerjakan proyek Riau-I. Sebab, mereka sudah memiliki kandidat mengerjakan PLTUdi Jawa.
Padahal, saat itu, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK) belum terbit. PLTU Riau-I dengan kapasitas 2x300 MW kemudian diketahui masuk Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Johannes meminta anak buahnya siap-siap karena sudah dipastikan Riau-I milik PT Samantaka. Sofyan lalu memerintahkan salah satu Direktur PT PLN merealisasikan PPA antara PLN dengan BNR dan CHEC.
Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan Idrus Marham yang telah divonis. Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.
Sofyan dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap Direkur Utama nonaktif PLN Sofyan Basir, Jumat, 24 Mei 2019. Sofyan akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-I.
"Jadi hari Jumat ya besok sekitar jam 10 diagendakan pemeriksaan terhadap tersangka SFB," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 23 Mei 2019.
Febri menjawab diplomatis saat disinggung kemungkinan Sofyan langsung ditahan usai menjalani pemeriksaan. Ini pemeriksaan kedua Sofyan setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Lembaga Antirasuah mengultimatum mantan Dirut Bank BRI itu untuk bersikap kooperatif. Sofyan diminta hadir memenuhi panggilan dan menjelaskan secara utuh ihwal suap proyek bernilai USD900 juta tersebut.
"Suratnya sudah kami sampaikan sebelumnya dan kami harap yang bersangkutan bisa datang," pungkas dia.
Sofyan bersama-sama dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham diduga membantu memuluskan perusahaan Blackgold Natural Resources Limited milik Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai konsorsium penggarap proyek PLTU Riau-I.
Keterlibatan Sofyan berawal ketika Direktur PT Samantaka Batubara mengirimi PLN surat, pada Oktober 2015. Surat pada pokoknya memohon PLN memasukkan proyek dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
(Baca juga:
Idrus Beberkan Isi Pertemuan dengan Sofyan)
Sayangnya, surat tak ditanggapi. Johannes akhirnya mencari bantuan agar dibukakan jalan berkoordinasi dengan PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listnk Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-I.
Pertemuan diduga dilakukan beberapa kali. Pertemuan membahas proyek PLTU itu dihadiri Eni, Sofyan, dan Johannes. Namun, beberapa pertemuan tak selalu dihadiri ketiga orang tersebut.
Selanjutnya pada 2016, Sofyan menunjuk Johannes mengerjakan proyek Riau-I. Sebab, mereka sudah memiliki kandidat mengerjakan PLTUdi Jawa.
Padahal, saat itu, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK) belum terbit. PLTU Riau-I dengan kapasitas 2x300 MW kemudian diketahui masuk Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Johannes meminta anak buahnya siap-siap karena sudah dipastikan Riau-I milik PT Samantaka. Sofyan lalu memerintahkan salah satu Direktur PT PLN merealisasikan PPA antara PLN dengan BNR dan CHEC.
Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan Idrus Marham yang telah divonis. Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.
Sofyan dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)