Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Foto: Medcom.id/Fachrie Audhia Hafiez.
Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Foto: Medcom.id/Fachrie Audhia Hafiez.

Alokasi BLT Disebut Bukan Kerugian Negara dari Kelangkaan Minyak Goreng

Fachri Audhia Hafiez • 09 Desember 2022 13:19
Jakarta: Alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk bantuan langsung tunai (BLT) terkait kelangkaan minyak goreng (migor) disebut tak bisa dikategorikan dalam kerugian negara. Hal itu disampaikan Ahli Keuangan Negara Dian Puji M Simatupang dalam sidang kasus korupsi terkait izin ekspor minyak sawit atau crude palm oil (CPO) oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang berdampak pada kelangkaan minyak goreng.
 
"Jadi ketika kemudian tadi jika ada alokasi terhadap bea tersebut maka sebagai pengeluaran yang sah dalam penerimaan dan pengeluaran, dan itu dinyatakan sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan khususnya dalam sektor yang dimaksud," kata Dian saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jumat, 9 Desember 2022.
 
Dia mengatakan dasar hukum pengeluaran uang negara untuk menekan kelangkaan migor sudah jelas. Sebab, dasar hukumnya sudah termaktub dalam Undang-Undang APBN.

"Tidak ada perbuatan melawan hukum karena dasar hukumnya sudah ada. Jadi biaya-biaya yang teralokasikan dan tercatat dalam UU APBN maka itulah dasar hukum bagi pengeluaran uang. Jadi tidak bisa disebut sebagai kekurangan uang sebagai yang nyata dan pasti dari negara," ujar Dian.

Baca: Ahli Sebut HET Migor Tak Maksimal karena Kurangnya Kelengkapan


Sementara itu, mantan tim Asistensi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Malarangeng mengatakan bahwa BLT dapat membantu mengurangi beban masyarakat. Khususnya masyarakat kurang mampu, mengerakkan perekonomian masyarakat, mengurangi kemiskinan, dan terjaganya daya beli masyarakat.  
 
“Jelas BLT bukan kerugian, tetapi merupakan keuntungan, dimana negara hadir dalam membantu masyarakat meningkatkan taraf hidupnya, mengurangi kemiskinan. Industri berjalan karena produknya terjual dan negara mendapatkan pemasukan dari pajak,” kata Rizal.
 
Dian dan Rizal dihadirkan sebagai ahli untuk lima terdakwa pada perkara korupsi perizinan PE minyak sawit atau crude palm oil (CPO) oleh Kemendag.
 
Kelima terdakwa yakni, eks Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Indra Sari Wisnu Wardhana; tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.

Baca: Ahli Sebut Distribusi jadi Masalah Utama Kelangkaan Migor


Perbuatan melawan hukum mereka itu terkait pemufakatan atas terbitnya perizinan PE CPO oleh Kemendag. Mereka didakwa memperkaya diri, orang lain, dan korporasi. Yakni, Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau.
 
Perbuatan mereka disebut telah merugikan keuangan negara dan perekonomian negara total Rp18 triliun. Terdiri dari keuangan negara yang dirugikan Rp6.047.645.700.000 dan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925.
 
Indra, Lin Che Wei, Master, Stanley, dan Pierre didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan