Jakarta: Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meminta mahasiswa dan pengunjuk rasa menempuh langkah konstitusional dalam menolak revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Mereka diminta tak sekadar mendesak pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
"Yang jantalah tunjukkan kajiannya (ke Mahkamah Konstitusi)," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 26 September 2019.
Menurut dia, tuntutan para demonstran harus terang menderang berikut dengan naskah akademik dan dokumen terkait lain. Mereka diminta tidak hanya koar-koar tanpa 'senjata'.
"Kan naskah itu bisa dipakai untuk berjuang kan. Naskahnya itu dipaparkan saja ke publik," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Menurut dia, merombak atau membatalkan UU tak bisa sembarangan. Pasalnya, UU termasuk revisinya menghendaki proses sosialisasi yang masif.
"Sementara teman-teman yang nuntut-nuntut ini kita enggak tahu agendanya apa," beber Fahri.
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan perppu terkait revisi UU KPK tak bisa diterbitkan. Perppu diterbitkan saat kondisi kegentingan yang memaksa. Sementara itu, kondisi setelah pengesahan RUU KPK tak genting.
"Baru disahkan (revisi UU KPK), perppu alasan apa?" kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 25 September 2019.
Yasonna menyebut pihak-pihak yang tak setuju dengan revisi UU KPK bisa menggugat ke Mahkamah Konstitusi. Yasonna meminta semua pihak menghargai mekanisme konstitusional.
"Kita tunduk pada hukum saja. Kalau kita menegakkan hukum, ya tunduk pada hukum," ujar politikus PDI Perjuangan itu.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/nN9w1DRk" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meminta mahasiswa dan pengunjuk rasa menempuh langkah konstitusional dalam menolak revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Mereka diminta tak sekadar mendesak pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
"Yang jantalah tunjukkan kajiannya (ke Mahkamah Konstitusi)," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 26 September 2019.
Menurut dia, tuntutan para demonstran harus terang menderang berikut dengan naskah akademik dan dokumen terkait lain. Mereka diminta tidak hanya koar-koar tanpa 'senjata'.
"Kan naskah itu bisa dipakai untuk berjuang kan. Naskahnya itu dipaparkan saja ke publik," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Menurut dia, merombak atau membatalkan UU tak bisa sembarangan. Pasalnya, UU termasuk revisinya menghendaki proses sosialisasi yang masif.
"Sementara teman-teman yang nuntut-nuntut ini kita enggak tahu agendanya apa," beber Fahri.
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan perppu terkait revisi UU KPK tak bisa diterbitkan.
Perppu diterbitkan saat kondisi kegentingan yang memaksa. Sementara itu, kondisi setelah pengesahan RUU KPK tak genting.
"Baru disahkan (revisi UU KPK), perppu alasan apa?" kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 25 September 2019.
Yasonna menyebut pihak-pihak yang tak setuju dengan revisi UU KPK bisa menggugat ke Mahkamah Konstitusi. Yasonna meminta semua pihak menghargai mekanisme konstitusional.
"Kita tunduk pada hukum saja. Kalau kita menegakkan hukum, ya tunduk pada hukum," ujar politikus PDI Perjuangan itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OGI)