Jakarta: Terdakwa kasus penghapusan red notice, Djoko Soegiarto Tjandra, mengajukan diri menjadi justice collaborator (JC) untuk meringankan hukumannya. Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta jaksa mementahkan permohonan JC tersebut.
"ICW mendesak agar jaksa penuntut umum menolak permohonan justice collaborator yang saat ini sedang diajukan oleh Djoko Soegiarto Tjandra," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana lewat keterangan tertulis, Sabtu, 6 Februari 2021.
ICW menegaskan penerimaan JC harus sesuai dengan sejumlah regulasi, yakni United Nation Convention Against Corruption, United Nation Convention Against Transnational Organized Crime, dan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Kemudian, SEMA Nomor 4 Tahun 2011, dan Peraturan Bersama KPK, Kepolisian, Kejaksaan, LPSK, Kemenkum dan HAM.
Regulasi tersebut menyebutkan sejumlah syarat pengajuan JC. Antara lain, mengakui kejahatannya, bukan menjadi pelaku utama, memberikan keterangan yang signifikan, mengembalikan aset, memberikan keterangan di persidangan, dan bersikap kooperatif.
"Keseluruhan syarat ini mesti dipandang sebagai syarat kumulatif, jadi satu saja tidak dipenuhi selayaknya permohonan tersebut ditolak," jelas Kurnia.
ICW juga menilai Djoko Tjandra tidak terbuka saat memberikan keterangan dalam perkara dugaan suap permohonan fatwa Mahkamah Agung di pengadilan. Djoko Tjandra tak menjelaskan secara rinci apa yang membuat dirinya percaya dengan jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Djoko Tjandra juga tak menjawab apakah ada oknum lain yang meyakinkan dirinya sehingga mau bekerja sama dengan Pinangki. "Sebab, logika awam, seorang buronan kelas kakap seperti Djoko S Tjandra tidak mungkin begitu saja percaya kepada Pinangki, terlebih jaksa tersebut tidak memiliki jabatan penting di Korps Adhyaksa," ujar Kurnia.
Baca: Djoko Tjandra Ajukan Diri Jadi Justice Collaborator
Kurnia mengatakan Djoko Tjandra juga tak kooperatif saat perkaranya terbongkar. Dia justru melarikan diri ke Malaysia sampai Kepolisian Diraja Malaysia bersama Bareskrim Polri menangkapnya.
"Ihwal syarat bukan pelaku utama mesti disorot. Pertanyaan sederhananya, jika ia mengajukan diri sebagai JC, tentu ia menganggap dirinya bukan pelaku utama. Lalu siapa pelaku utamanya?" ujar Kurnia.
Jakarta: Terdakwa
kasus penghapusan
red notice,
Djoko Soegiarto Tjandra, mengajukan diri menjadi
justice collaborator (JC) untuk meringankan hukumannya. Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta jaksa mementahkan permohonan JC tersebut.
"ICW mendesak agar jaksa penuntut umum menolak permohonan justice collaborator yang saat ini sedang diajukan oleh Djoko Soegiarto Tjandra," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana lewat keterangan tertulis, Sabtu, 6 Februari 2021.
ICW menegaskan penerimaan JC harus sesuai dengan sejumlah regulasi, yakni
United Nation Convention Against Corruption,
United Nation Convention Against Transnational Organized Crime, dan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Kemudian, SEMA Nomor 4 Tahun 2011, dan Peraturan Bersama KPK, Kepolisian, Kejaksaan, LPSK, Kemenkum dan HAM.
Regulasi tersebut menyebutkan sejumlah syarat pengajuan JC. Antara lain, mengakui kejahatannya, bukan menjadi pelaku utama, memberikan keterangan yang signifikan, mengembalikan aset, memberikan keterangan di persidangan, dan bersikap kooperatif.
"Keseluruhan syarat ini mesti dipandang sebagai syarat kumulatif, jadi satu saja tidak dipenuhi selayaknya permohonan tersebut ditolak," jelas Kurnia.
ICW juga menilai Djoko Tjandra tidak terbuka saat memberikan keterangan dalam perkara dugaan suap permohonan fatwa Mahkamah Agung di pengadilan. Djoko Tjandra tak menjelaskan secara rinci apa yang membuat dirinya percaya dengan jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Djoko Tjandra juga tak menjawab apakah ada oknum lain yang meyakinkan dirinya sehingga mau bekerja sama dengan Pinangki. "Sebab, logika awam, seorang buronan kelas kakap seperti Djoko S Tjandra tidak mungkin begitu saja percaya kepada Pinangki, terlebih jaksa tersebut tidak memiliki jabatan penting di Korps Adhyaksa," ujar Kurnia.
Baca: Djoko Tjandra Ajukan Diri Jadi Justice Collaborator
Kurnia mengatakan Djoko Tjandra juga tak kooperatif saat perkaranya terbongkar. Dia justru melarikan diri ke Malaysia sampai Kepolisian Diraja Malaysia bersama Bareskrim Polri menangkapnya.
"Ihwal syarat bukan pelaku utama mesti disorot. Pertanyaan sederhananya, jika ia mengajukan diri sebagai JC, tentu ia menganggap dirinya bukan pelaku utama. Lalu siapa pelaku utamanya?" ujar Kurnia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)