Pedoman yang bernama asli Wetboek van Strafrecht itu berlaku sejak 1918 kala Indonesia dijajah Belanda. Kemudian, berganti nama menjadi KUHP usai Indonesia merdeka pada 1946.
Muncul desakan untuk menciptakan pedomen hukum pidana baru yang tak mengekor Belanda. Desakan itu pertama kali muncul di Seminar Hukum Nasional I pada 1963.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Dikutip dari berbagai sumber, Rancangan KUHP (RKUHP) mulai dirumuskan pada 1970. Namun, upaya tersebut berlarut dan tak kunjung dibahas dikoordinasikan antara eksekutif dan legislatif.
Pembahasan baru dilakukan pada 2012, kala Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memimpin. Adapun draf RKUHP disepakati DPR periode 2014-2019 dalam pengambilan keputusan tingkat pertama.
Langkah politik itu terkendala. Gelombang protes masyarakat menolak RKUHP yang terkesan tertutup dan dianggap bermasalah. Masyarakat khawatir rancangan beleid itu membungkam kritik dan mengekang kebebasan berekspresi.
Beberapa hal jadi sorotan, pertama, mengenai pasal penghinaan ke presiden. Hal tersebut diatur dalam Pasal 218 RKUHP dan ditakutkan menimbulkan konflik kepentingan, lantaran pengusut pelanggar pasal tersebut ialah polisi, bawahan presiden.
Selanjutnya, penghinaan terhadap pemerintah yang diatur pada Pasal 240, Pasal 353, dan Pasal 354 dalam RKUHP. Ketiga aturan tersebut membeberkan konsekuensi penghinaan dengan ancaman penjara mulai 1 tahun 6 bulan hingga 3 tahun.
Selain itu, Pasal 417 ayat 1 RKUHP juga menuai kritik. Pasal tersebut memuat konsekuensi pidana bagi tiap pelaku persetubuhan dengan pasangan yang bukan suami atau istri. Mereka dibayangi hukuman penjara 1 tahun dan denda hingga Rp7,5 juta.
Baca: Jaksa Agung Perintahkan Anak Buahnya Pelajari KUHP Baru |
Pada 2019, Presiden Joko Widodo meminta penjauan kembali pasal-pasal yang bemasalah dalam RKUHP. Pembahasan RKUHP dilakukan di parlemen pada April 2020 dan ditargetkan rampung pada 2022.
Dalam perjalanan menuju pengesahan, sejumlah hal dipermasalahkan berbagai pihak. Terutama, saat draf KUHP beredar pada Juni 2021.
Pasalnya, tak ada perubahan dari RKUHP yang disepakati pada 2019. "Berdasarkan info dari staf ahli menteri (Menkumham Yasonna Laoly), ini memang draf yang disepakati antara DPR dan pemerintah," kata Kepala Bagian (Kabag) Humas, Hukum, dan Kerja Sama Kemenkumham Tubagus Erif Faturahman kepada Medcom.id, Sabtu, 5 Juni 2021.
Draf revisi KUHP tersebut disepakati pada September 2019. Hingga akhir 2021, belum ada perubahan draf yang dibahas antara Komisi III dan Kemenkumham.
Kritik terhadap RKUHP konsisten, yakni penghinaan presiden hingga pasal persetubuhan. Sebanyak 14 isu krusial mencuat pada Mei 2022.
Berikut 14 isu krusial:
- The living law atau hukum pidana adat yang diatur dalam Pasal 2.
- Pidana mati yang diatur dalam Pasal 200.
- Penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden yang diatur dalam Pasal 218.
- Tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib yang diatur dalam Pasal 252.
- Unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih yang diatur dalam Pasal 278-279.
- Tindak pidana contempt of court yang diatur dalam Pasal 281.
- Penodaan agama yang diatur dalam Pasal 304.
- Penganiayaan hewan yang diatur dalam Pasal 342.
- Alat pencegahan kehamilan dan pengguguran kandungan yang diatur dalam Pasal 414-416.
- Penggelandangan yang diatur dalam Pasal 431.
- Aborsi yang diatur dalam Pasal 469-471.
- Perzinaan yang diatur dalam Pasal 417.
- Kohabitasi yang diatur dalam Pasal 418.
- Pemerkosaan yang diatur dalam Pasal 479.
DPR dan pemerintah diminta fokus menuntaskan permasalahan terkait isu-isu itu. Eksekutif memasang target pembahasan revisi RKUHP tuntas pada Juli 2022.
Faktanya, RKHUP batal dituntaskan Juli 2022. Pemerintah masih merasa aturan itu butuh perbaikan.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melakukan harmonisasi sejumlah ketentuan di revisi RKUHP. Hal itu perlu dilakukan karena berkaitan dengan ketentuan di aturan perundang-undangan lainnya.
"Kami harus melakukan harmonisasi (revisi UU KUHP) dengan UU di luar KUHP," kata Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 6 Juli 2022.
Regulasi tersebut yaitu UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan dan Gedung dan UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Kemudian, UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Baca: Ahli: KUHP Baru Punya Keunggulan Muatan Keseimbangan |
"Dan yang terakhir yang baru saja disahkan adalah adalah UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual)," ujar Edward.
Berbagai respons mewarnai perkembangan pembahasan revisi RKUHP. Suasana sedikit adem memasuki awal November 2022, kala draf RKUHP terbaru beredar.
Dalam draf tersebut, ancaman pidana penghinaan presiden dan wakil presiden dikurangi. Tindakan memfitnah dan menghina presiden-wapres awalnya diganjar 3,5 tahun, namun berkurang menjadi 3 tahun.
Pasal dalam revisi RKUHP juga dipangkas. Total, ada 627 pasal dalam draf RKUHP per November 2022, berkurang dari sebelumnya 632 pasal.
"Jadi RKUHP versi 9 November 2022 mengadopsi 53 masukan-masukan masyarakat dalam batang tubuh dan penjelasan," sebut Wamenkumham Edward pada 9 November 2022.
Revisi RKUHP disepakati pada 24 November 2022 dan dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan. Pengesahan dilakukan pada 6 Desember 2022.
Usai disahkan, KUHP baru tersebut jadi sorotan. Utamanya, terkait pasal perzinahan yang berdampak luas, termasuk kepada turis asing. Hal itu ditakutkan menggerus jumlah bule yang berkunjung ke Indonesia.
Plt Direktur Jenderal Imigrasi Widodo Ekatjahjana membantah hal itu. Kunjungan warga negara asing (WNA) ke Indonesia meningkat signifikan sejak RKHUP disahkan.
"Jadi tidak terdapat korelasi antara pandangan yang mengatakan bahwa disahkannya RUU KUHP akan menurunkan jumlah wisatawan asing serta investor dan pebisnis asing yang datang ke Indonesia," kata Widodo, Sabtu, 10 Desember 2022.
Widodo mengutip data kedatangan WNA melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Laut, Udara, dan Darat pada 6-9 Desember 2022. Sebanyak 93.144 WNA masuk ke Indonesia dalam periode tersebut.
Pada akhirnya, pengesahan RKUHP disambut baik, lantaran Indonesia memiliki aturan baku soal pidana. Tak lagi menerapkan aturan warisan penjajah untuk urusan tersebut.
Meski, banyak catatan terkait isu-isu krusial yang disahkan. Nyatanya, aturan tersebut baru dapat diberlakukan tiga tahun lagi, yakni pada 2025.