Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materiil Pasal 5 Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman, mantan Ketua Komisi Yudisial M Busyro Muqoddas, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menjadi pemohon dalam uji materiil ini.
Perkara teregistrasi dengan nomor 89/PUU-XX/2022. Sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan ini dipimpin Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams didampingi Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih.
“Menurut hemat kami, pasal ini tidak berupaya melindungi prinsip-prinsip perlindungan HAM,” kata salah satu kuasa hukum pemohon, Ferry Amsari, Senin, 26 September 2022.
Pasal 5 UU Nomor 26 Tahun 2000 berbunyi, “Pengadilan HAM juga berwenang untuk memeriksa serta memutus perkara pelanggaran HAM berat di luar teritori wilayah Indonesia, yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.” Pemohon mengkritisi frasa "yang dilakukan oleh warga negara Indonesia."
“Frasa ini sesungguhnya menghilangkan prinsip tanggung jawab negara di daerah-daerah yang pelaku kejahatannya melibatkan negara,” ujar Ferry.
Ferry mengatakan negara memiliki tanggung jawab melindungi korban kejahatan yang masif dan sistemis terkait HAM. Perlindungan itu seharusnya tidak melihat sekat atau batas negara.
“Problematika di Myanmar (kasus Rohingya) misalnya, kalau dibatasi konteks Pasal 5, sulit sekali para korban pelanggaran HAM memperjuangkan hak konstitusional mereka,” tutur dia.
Baca: Kejagung Berpeluang Tambah Tersangka HAM Berat Paniai |
Ferry menyinggung pasal dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Misalnya, Pasal 28I ayat 1 yang menyebut hak untuk hidup dan hak untuk tidak disiksa tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
Berikutnya, Pasal 28I ayat 4 UUD 1945. Beleid itu menyebut perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara terutama pemerintahan.
“Pasal 28I tidak mempertimbangkan sekat-sekat batas negara dalam upaya menegakkan nilai-nilai konstitusional,” jelas Ferry.
Berdasarkan argumen tersebut, para pemohon menyampaikan petitum. Yakni, meminta MK mengadili dan mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya.
“Kedua, menyatakan frasa oleh warga negara Indonesia yang terdapat dalam Pasal 5 UU Nomor 26 Tahun 2000 bertentangan dengan UUD 1945,” tutur Ferry.
Permintaan ketiga ialah menyatakan frasa oleh warga negara Indonesia yang terdapat dalam Pasal 5 UU Nomor 26 Tahun 2000 tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Terakhir, memerintahkan pemuatan putusan dalam berita negara.
“Atau jika majelis hakim Mahkamah Konstitusi mempunyai pertimbangan atau keputusan lain, mohon keputusan seadil-adilnya,” ucap Ferry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di