Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut kasus dugaan tindak monopoli pengadaan tower transmisi PT PLN pada 2016. Dalam perkara tersebut, Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (Aspatindo) dan PT Bukaka diduga memonopoli tender proyek pengadaan tower transmisi PT PLN.
Direktur Utama PT Bukaka Teknik Utama Irsal Kamaruddin menyampaikan pihaknya akan mengikuti proses yang dijalankan Kejaksaa Agung. Sebagai perusahaan terbuka, Bukaka sangat transparan dan menjunjung tinggi akuntabilitas.
Oleh karena itu, menurut dia, tidak mungkin Bukaka melakukan hal-hal yang menyalahi aturan. Termasuk melalukan monopoli pengerjaan tower PLN.
"Bukaka mengikuti semua prosedur dari PLN dan aturan yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden dan peraturan menteri yang berlaku dalam kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah," kata Irsal di Kantor PT Bukaka Teknik Utama, Jalan Raya Narogong Bekasi KM 19, Cileungsi, Bogor, Rabu 3 Agustus 2022.
Dia menjelaskan pada 2016, PLN melakukan pengadaan tower listrik sebanyak 9.085 set dari kebutuhan 120 ribu set untuk 46 ribu kilometer (km) transmisi, dalam rangka proyek listrik 35 ribu MW. Tower PLN standar dan bahan baku baja harus dari Krakatau Steel dengan harga yang sudah ditentukan, sehingga Kementerian Perindustrian dengan konsultasi PLN, BPKP, dan Asosiasi menetapkan harga jual per unit sesuai standar dengan Keputusan Menteri (Kepmen) Perindustrian No.15/M.Ind/Per/3/2016.
Proyek 35 ribu MW adalah Proyek Strategis Nasional (PSN) sesuai Perpres Nomor 3 Tahun 2016, dan Perpres Nomor 4 Tahun 2016 tentang Infrastruktur Ketenagalistrikan, maka harus dipercepat dan sesuai dengan Pasal 38 ayat 5a Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, tidak perlu tender apabila ada harga standar dari pemerintah.
Dalam penunjukan awal, pengadaan PLN mengundang 14 perusahaan rekanan. Dari kebutuhan 9.085 set, Bukaka mendapat 1.044 set atau 11,5 persen. Artinya, Bukaka tak melakukan monopoli, meskipun Ketua Asosiasi adalah salah satu Direksi Bukaka. Sebab, persentase pekerjaan untuk Bukaka tidak sebesar yang dibayangkan.
Dari semua proses pengadaan tersebut, kata dia, PLN dan rekanan telah bekerja sesuai aturan yang ada dan tidak ada kerugian negara. Sebab, bahan baku dan harga jual sudah ditentukan harganya, sehingga supplier hanya seperti 'tukang jahit'.
Jakarta: Kejaksaan Agung (
Kejagung) tengah mengusut kasus dugaan tindak monopoli pengadaan
tower transmisi PT PLN pada 2016. Dalam perkara tersebut, Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (Aspatindo) dan PT Bukaka diduga memonopoli tender proyek pengadaan
tower transmisi PT PLN.
Direktur Utama PT
Bukaka Teknik Utama Irsal Kamaruddin menyampaikan pihaknya akan mengikuti proses yang dijalankan Kejaksaa Agung. Sebagai perusahaan terbuka, Bukaka sangat transparan dan menjunjung tinggi akuntabilitas.
Oleh karena itu, menurut dia, tidak mungkin Bukaka melakukan hal-hal yang menyalahi aturan. Termasuk melalukan monopoli pengerjaan
tower PLN.
"Bukaka mengikuti semua prosedur dari PLN dan aturan yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden dan peraturan menteri yang berlaku dalam kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah," kata Irsal di Kantor PT Bukaka Teknik Utama, Jalan Raya Narogong Bekasi KM 19, Cileungsi, Bogor, Rabu 3 Agustus 2022.
Dia menjelaskan pada 2016, PLN melakukan pengadaan tower listrik sebanyak 9.085 set dari kebutuhan 120 ribu set untuk 46 ribu kilometer (km) transmisi, dalam rangka proyek listrik 35 ribu MW. Tower PLN standar dan bahan baku baja harus dari Krakatau Steel dengan harga yang sudah ditentukan, sehingga Kementerian Perindustrian dengan konsultasi PLN, BPKP, dan Asosiasi menetapkan harga jual per unit sesuai standar dengan Keputusan Menteri (Kepmen) Perindustrian No.15/M.Ind/Per/3/2016.
Proyek 35 ribu MW adalah Proyek Strategis Nasional (PSN) sesuai Perpres Nomor 3 Tahun 2016, dan Perpres Nomor 4 Tahun 2016 tentang Infrastruktur Ketenagalistrikan, maka harus dipercepat dan sesuai dengan Pasal 38 ayat 5a Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, tidak perlu tender apabila ada harga standar dari pemerintah.
Dalam penunjukan awal, pengadaan PLN mengundang 14 perusahaan rekanan. Dari kebutuhan 9.085 set, Bukaka mendapat 1.044 set atau 11,5 persen. Artinya, Bukaka tak melakukan
monopoli, meskipun Ketua Asosiasi adalah salah satu Direksi Bukaka. Sebab, persentase pekerjaan untuk Bukaka tidak sebesar yang dibayangkan.
Dari semua proses pengadaan tersebut, kata dia, PLN dan rekanan telah bekerja
sesuai aturan yang ada dan tidak ada kerugian negara. Sebab, bahan baku dan harga jual sudah ditentukan harganya, sehingga supplier hanya seperti 'tukang jahit'.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)