Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) tak akan menawarkan opsi restorative justice (RJ) di kasus penganiayaan terhadap David Ozora. Kapuspen Kejagung Ketut Sumedana menyebut tindakan itu keji dan lebih pantas mendapat hukuman berat.
"Saya tegaskan bahwa kasus itu tidak layak untuk mendapatkan RJ jadi kami tidak akan menawarkan apa pun kepada korban, keluarga dan juga pelaku," tegasnya saat dihubungi, Sabtu, 18 Maret 2023.
Menurut dia, selain ancaman hukuman melebihi batas yang diatur dalam Perja Nomor 15 Tahun 2020, perbuatan tersebut sangat keji. Penganiayaan itu juga berdampak luas di media maupun masyarakat, sehingga perlu adanya tindakan dan hukuman tegas terhadap para pelaku.
Di sisi lain, Ketut menyinggung tindakan Kajati DKI Reda Mathovani yang menawarkan restorative justice. Dia menegaskan hal itu merupakan kekeliruan karena menempatkan RJ dengan diversi khusus untuk AG (sebagai pelaku anak yang berkonflik dengan hukum).
"Jadi bukan RJ, karena UU peradilan dan perlindungan anak mewajibkan kepada penegak hukum setiap jenjang penanganan perkara anak diwajibkan untuk melakukan upaya Damai dengan diversi untuk menjamin masa depan anak yang berkomplik dengan hukum," paparnya.
Dalam menerapkan diversi harus memiliki syarat adanya pemberian maaf dari korban dan keluarga korban. "Itu jadi syarat utama. Jadi kalau tidak ada tetap dilakukan proses hukum," ungkapnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Kejaksaan Agung (
Kejagung) tak akan menawarkan opsi
restorative justice (RJ) di kasus penganiayaan terhadap David Ozora
. Kapuspen Kejagung Ketut Sumedana menyebut tindakan itu keji dan lebih pantas mendapat hukuman berat.
"Saya tegaskan bahwa kasus itu tidak layak untuk mendapatkan RJ jadi kami tidak akan menawarkan apa pun kepada korban, keluarga dan juga pelaku," tegasnya saat dihubungi, Sabtu, 18 Maret 2023.
Menurut dia, selain ancaman hukuman melebihi batas yang diatur dalam Perja Nomor 15 Tahun 2020, perbuatan tersebut sangat keji.
Penganiayaan itu juga berdampak luas di media maupun masyarakat, sehingga perlu adanya tindakan dan hukuman tegas terhadap para pelaku.
Di sisi lain, Ketut menyinggung tindakan Kajati DKI Reda Mathovani yang menawarkan
restorative justice. Dia menegaskan hal itu merupakan kekeliruan karena menempatkan RJ dengan diversi khusus untuk AG (sebagai pelaku anak yang berkonflik dengan hukum).
"Jadi bukan RJ, karena UU peradilan dan perlindungan anak mewajibkan kepada penegak hukum setiap jenjang penanganan perkara anak diwajibkan untuk melakukan upaya Damai dengan diversi untuk menjamin masa depan anak yang berkomplik dengan hukum," paparnya.
Dalam menerapkan diversi harus memiliki syarat adanya pemberian maaf dari korban dan keluarga korban. "Itu jadi syarat utama. Jadi kalau tidak ada tetap dilakukan proses hukum," ungkapnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)