Jakarta: Jadwal sidang komisi kode etik Polri (KKEP) terhadap AKBP Bambang Kayun Bagus PS belum dapat dipastikan. Polri masih menunggu jadwal dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
"Tunggu info Kadiv Propam dulu," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi, Jumat, 23 Januari 2023.
Kadiv Propam Irjen Syahar Diantono juga telah ditanya soal sidang etik Bambang. Namun, Syahar belum merespons.
Bambang Kayun Bagus PS resmi ditahan KPK Selasa sore, 3 Januari 2023. Dia merupakan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pemalsuan surat dalam perkara perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia (ACM) yang ditangani Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri.
"Tim penyidik menahan tersangka BK (Bambang Kayun) untuk 20 hari pertama, terhitung dari tanggal 3 Januari 2023 sampai dengan 22 Januari 2023," kata Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 3 Januari 2023.
Penahanan dilakukan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK pada Pomdam Jaya Guntur. Penahanan dilakukan untuk kepentingan proses penyidikan. KPK menegaskan tak ada pelanggaran hukum dari upaya paksa tersebut.
Kronologi kasus
Kasus ini bermula saat adanya laporan ke Bareskrim Mabes Polri terkait dugaan pemalsuan surat hak ahli waris PT ACM. Terlapornya yakni Emilya Said dan Herwansyah. Bambang saat itu menjabat sebagai Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM pada Bagian Penerapan Hukum di Biro Bantuan Hukum Mabes Polri. Emilya dan Herwansyah awalnya mau berkonsultasi.
Ketiga orang itu bertemu di salah satu hotel di Jakarta pada Mei 2016. Di situ, Bambang mau membantu Emilya dan Herwansyah jika diberikan sejumlah uang dan barang. Setelah disetujui, Bambang memberikan saran untuk mengajukan permohonan perlindungan hukum dan keadilan ke Mabes Polri. Surat itu sejatinya dikeluarkan jika ada penyimpangan dalam penanganan perkara.
Beberapa bulan setelahnya, Bareskrim menggelar rapat untuk menentukan perlindungan hukum untuk Emilya dan Herwansyah. Pembicaraan itu menyimpulkan adanya penyimpangan pada proses penyidikan. Emiyla dan Herwansyah malah menjadi tersangka dalam kasus ini.
Setelahnya, Bambang menyarankan Emilya dan Herwansyah untuk mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dia mendapatkan uang Rp5 miliar karena mengarahkan kedua orang itu. Duit itu juga membuat Bambang rela membocorkan hasil rapat divisi hukum Bareskrim untuk dijadikan bahan praperadilan Emilya dan Herwansyah. Bantuan kotor itu membuat hakim memenangkan gugatan tersebut.
Kemenangan itu membuat Bambang dihadiahkan satu mobil mewah yang jenisnya dipilih sendiri olehnya pada Desember 2016. Namun, Emilya dan Herwansyah ditetapkan sebagai tersangka lagi oleh Bareskrim dalam kasus yang sama pada April 2021.
Penetapan itu membuat Bambang bekerja lagi untuk Emilya dan Herwansyah. Pengawalan kotor itu dibayar dengan uang Rp1 miliar.
Dalam kasus ini, Bambang disangkakan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jakarta: Jadwal sidang komisi kode etik Polri (KKEP) terhadap AKBP
Bambang Kayun Bagus PS belum dapat dipastikan. Polri masih menunggu jadwal dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam)
Polri.
"Tunggu info Kadiv Propam dulu," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi, Jumat, 23 Januari 2023.
Kadiv Propam Irjen Syahar Diantono juga telah ditanya soal
sidang etik Bambang. Namun, Syahar belum merespons.
Bambang Kayun Bagus PS resmi ditahan KPK Selasa sore, 3 Januari 2023. Dia merupakan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pemalsuan surat dalam perkara perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia (ACM) yang ditangani Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri.
"Tim penyidik menahan tersangka BK (Bambang Kayun) untuk 20 hari pertama, terhitung dari tanggal 3 Januari 2023 sampai dengan 22 Januari 2023," kata Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 3 Januari 2023.
Penahanan dilakukan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK pada Pomdam Jaya Guntur. Penahanan dilakukan untuk kepentingan proses penyidikan. KPK menegaskan tak ada pelanggaran hukum dari upaya paksa tersebut.
Kronologi kasus
Kasus ini bermula saat adanya laporan ke Bareskrim Mabes Polri terkait dugaan pemalsuan surat hak ahli waris PT ACM. Terlapornya yakni Emilya Said dan Herwansyah. Bambang saat itu menjabat sebagai Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM pada Bagian Penerapan Hukum di Biro Bantuan Hukum Mabes Polri. Emilya dan Herwansyah awalnya mau berkonsultasi.
Ketiga orang itu bertemu di salah satu hotel di Jakarta pada Mei 2016. Di situ, Bambang mau membantu Emilya dan Herwansyah jika diberikan sejumlah
uang dan barang. Setelah disetujui, Bambang memberikan saran untuk mengajukan permohonan perlindungan hukum dan keadilan ke Mabes Polri. Surat itu sejatinya dikeluarkan jika ada penyimpangan dalam penanganan perkara.
Beberapa bulan setelahnya, Bareskrim menggelar rapat untuk menentukan perlindungan hukum untuk Emilya dan Herwansyah. Pembicaraan itu menyimpulkan adanya penyimpangan pada proses penyidikan. Emiyla dan Herwansyah malah menjadi tersangka dalam kasus ini.
Setelahnya, Bambang menyarankan Emilya dan Herwansyah untuk mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dia mendapatkan uang Rp5 miliar karena mengarahkan kedua orang itu. Duit itu juga membuat Bambang rela membocorkan hasil rapat divisi hukum Bareskrim untuk dijadikan bahan praperadilan Emilya dan Herwansyah. Bantuan kotor itu membuat hakim memenangkan gugatan tersebut.
Kemenangan itu membuat Bambang dihadiahkan satu mobil mewah yang jenisnya dipilih sendiri olehnya pada Desember 2016. Namun, Emilya dan Herwansyah ditetapkan sebagai tersangka lagi oleh Bareskrim dalam kasus yang sama pada April 2021.
Penetapan itu membuat Bambang bekerja lagi untuk Emilya dan Herwansyah. Pengawalan kotor itu dibayar dengan uang Rp1 miliar.
Dalam kasus ini, Bambang disangkakan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)