Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Kolonel Lek Andi S Pambudi untuk mendalami dugaan rasuah terkait pengadaan Helikopter AW-101 pada 2016 sampai 2017 pada Selasa, 26 Juli 2022. Perwira TNI mangkir dengan alasan sakit.
"Tidak hadir dan informasi yang kami terima dalam kondisi sakit dan akan dilakukan penjadwalan ulang kembali," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Rabu, 27 Juli 2022.
Ali mengatakan pihaknya bakal memanggil ulang Andi dalam waktu dekat. Keterangan dia dibutuhkan untuk mendalami tudingan penyidik terhadap tersangka dalam kasus ini.
Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh merupakan tersangka tunggal dalam kasus korupsi pengadaan Helikopter AW-101 di TNI Angkatan Udara pada 2016 sampai 2017. Irfan diduga membuat negara merugi Rp224 miliar dalam kasus ini. Kontrak pengadaan Helikopter AW-101 mencapai Rp738,9 miliar.
Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Kolonel Lek Andi S Pambudi untuk mendalami dugaan rasuah terkait pengadaan Helikopter AW-101 pada 2016 sampai 2017 pada Selasa, 26 Juli 2022. Perwira TNI mangkir dengan alasan sakit.
"Tidak hadir dan informasi yang kami terima dalam kondisi sakit dan akan dilakukan penjadwalan ulang kembali," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Rabu, 27 Juli 2022.
Ali mengatakan pihaknya bakal memanggil ulang Andi dalam waktu dekat. Keterangan dia dibutuhkan untuk mendalami tudingan penyidik terhadap tersangka dalam kasus ini.
Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh merupakan tersangka tunggal dalam kasus korupsi pengadaan Helikopter AW-101 di TNI Angkatan Udara pada 2016 sampai 2017. Irfan diduga membuat negara merugi Rp224 miliar dalam kasus ini. Kontrak pengadaan Helikopter AW-101 mencapai Rp738,9 miliar.
Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)