Jakarta: Kuasa hukum mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna, Pahrozi, membantah kliennya diperkaya Rp17.733.600.000. Hal itu termuat dalam surat dakwaan terdakwa kasus dugaan korupsi pembelian Helikopter Angkut Agusta Westland AW-101, John Irfan Kenway.
"Dakwaan ini sangat tendensius," kata Pahrozi saat dikonfirmasi, Kamis, 13 Oktober 2022.
Pahrozi juga menuding bahwa dakwaan tersebut merupakan pesanan. Ia juga menyebut jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak profesional.
"Saya menyatakan dakwan itu tidak benar, dakwaan itu tendensius. Dakwaan itu syarat dengan pesanan," ujar Pahrozi.
Ia mengeklaim Agus tak pernah menerima uang yang dituduhkan JPU KPK. Pahrozi menilai ada framing dan ingin mendudukkan Agus sebagai terdakwa. Padahal, lanjut dia, Agus berstatus saksi dalam perkara tersebut.
"Menyebut nama dia 22 kali mem-framing seakan-akan dia adalah seorang terdakwa, padahal dia adalah seorang saksi. Padahal dia diharapkan nanti menguatkan dakwaan jaksa penuntut umum," ucap dia.
Tanggapan KPK
Juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri menepis semua tudingan tersebut. Ia menekankan bahwa JPU menyusun dakwaan sesuai hasil riksa penyidikan.
"Membangun narasi dan tuduhan serampangan di ruang publik terhadap kerja tim jaksa sama sekali tidak bermakna sebagai pembuktian," tegas Ali.
Ali menilai tudingan tersebut sebagai bentuk kepanikan. Agus, kata Ali, juga tercatat tidak kooperatif dalam proses penyidikan di KPK.
"Tuduhan tanpa dasar oleh kuasa hukum terhadap hasil penyidikan KPK tersebut dikhawatirkan dinilai sebagai bentuk kepanikan dan justru bisa merugikan klien," kata Ali.
Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh didakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain maupun korporasi dalam kasus dugaan korupsi pembelian Helikopter AW-101. Irfan memperkaya diri sebesar Rp183.207.870.911.
Sedangkan, mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna disebut diperkaya Rp17.733.600.000. Uang itu disebut sebagai dana komando karena Agus saat itu menjabat sebagai KSAU dan kuasa pengguna anggaran.
Kemudian, Agusta Westland diperkaya sebanyak mencapai USD29.500.000 atau senilai Rp391.616.035.000. Lalu, korporasi Lejarto Pte Ltd diperkaya USD10.950.826,37 atau Rp146.342.494.088,87.
Kasus ini membuat keuangan negara merugi Rp738.900.000.000 yang juga merupakan total keseluruhan anggaran proyek ini. Angka itu didapatkan dari laporan hasil penghitungan kerugian keuangan negara atas penggadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara pada 2016.
Helikopter Angkut AW-101 yang didapat tidak memenuhi spesifikasi. Sebab, ada pengaturan khusus dan pemberian uang yang memengaruhi kebijakan dalam proses pengadaan tersebut.
Irfan didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jakarta: Kuasa hukum mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna, Pahrozi, membantah kliennya diperkaya Rp17.733.600.000. Hal itu termuat dalam surat dakwaan terdakwa kasus dugaan
korupsi pembelian Helikopter Angkut Agusta Westland AW-101, John Irfan Kenway.
"Dakwaan ini sangat tendensius," kata Pahrozi saat dikonfirmasi, Kamis, 13 Oktober 2022.
Pahrozi juga menuding bahwa dakwaan tersebut merupakan pesanan. Ia juga menyebut jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) tak profesional.
"Saya menyatakan dakwan itu tidak benar, dakwaan itu tendensius. Dakwaan itu syarat dengan pesanan," ujar Pahrozi.
Ia mengeklaim Agus tak pernah menerima uang yang dituduhkan JPU KPK. Pahrozi menilai ada
framing dan ingin mendudukkan Agus sebagai terdakwa. Padahal, lanjut dia, Agus berstatus saksi dalam perkara tersebut.
"Menyebut nama dia 22 kali mem-
framing seakan-akan dia adalah seorang terdakwa, padahal dia adalah seorang saksi. Padahal dia diharapkan nanti menguatkan dakwaan jaksa penuntut umum," ucap dia.
Tanggapan KPK
Juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri menepis semua tudingan tersebut. Ia menekankan bahwa JPU menyusun dakwaan sesuai hasil riksa penyidikan.
"Membangun narasi dan tuduhan serampangan di ruang publik terhadap kerja tim jaksa sama sekali tidak bermakna sebagai pembuktian," tegas Ali.
Ali menilai tudingan tersebut sebagai bentuk kepanikan. Agus, kata Ali, juga tercatat tidak kooperatif dalam proses penyidikan di KPK.
"Tuduhan tanpa dasar oleh kuasa hukum terhadap hasil penyidikan KPK tersebut dikhawatirkan dinilai sebagai bentuk kepanikan dan justru bisa merugikan klien," kata Ali.
Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh didakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain maupun korporasi dalam kasus dugaan
korupsi pembelian Helikopter AW-101. Irfan memperkaya diri sebesar Rp183.207.870.911.
Sedangkan, mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna disebut diperkaya Rp17.733.600.000. Uang itu disebut sebagai dana komando karena Agus saat itu menjabat sebagai KSAU dan kuasa pengguna anggaran.
Kemudian, Agusta Westland diperkaya sebanyak mencapai USD29.500.000 atau senilai Rp391.616.035.000. Lalu, korporasi Lejarto Pte Ltd diperkaya USD10.950.826,37 atau Rp146.342.494.088,87.
Kasus ini membuat keuangan negara merugi Rp738.900.000.000 yang juga merupakan total keseluruhan anggaran proyek ini. Angka itu didapatkan dari laporan hasil penghitungan kerugian keuangan negara atas penggadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara pada 2016.
Helikopter Angkut AW-101 yang didapat tidak memenuhi spesifikasi. Sebab, ada pengaturan khusus dan pemberian uang yang memengaruhi kebijakan dalam proses pengadaan tersebut.
Irfan didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)