Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan mengirimkan warga Indonesia ke Sydney, Australia. Korban dijual untuk menjadi pekerja seks komersial (PSK).
"Modus membawa warga negara Indonesia ke laut wilayah republik Indonesia yakni negara Australia dengan maksud untuk dieksploitasi secara seksual," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro dalam konferensi pers di Barekrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 23 Juli 2024.
Djuhandani menuturkan pengungkapan kasus ini berawal dari adanya informasi dari Australian Federal Police (AFP) pada 6 September 2023 tentang adanya dugaan tindak pidana perdagangan orang dengan modus WNI bekerja sebagai pekerja seks komersial di Sydney, Australia. Menindaklanjuti informasi itu, Polri langsung melakukan penyelidikan dan penyidikan.
"Mulai dari pendalaman keterangan para korban di Sydney, Australia, menyita barang bukti yang berkaitan seperti dokumen perjalanan, dokumen perekrutan, bukti pengiriman uang, dan bukti percakapan antara korban dengan perekrut, akhirnya kami melakukan penangkapan terhadap tersangka," ungkap Djuhandani.
Jenderal polisi bintang satu ini menyebut ada dua tersangka ditangkap dalam kasus ini. Keduanya ialah FLA, perempuan berusia 36 tahun dan SS alias Batman.
Menurut Djuhandani, FLA ditangkap di Perumahan Semanan Indah, Blok G No.3a, Kelurahan Semanan, Kec. Kalideres, Jakarta Barat, pada 18 Maret 2024. FLA disebut berperan sebagai perekrut korban, menyiapkan visa dan tiket keberangkatan korban ke Sydney.
"Selanjutnya menyerahkan korban kepada saudara SS alias Batman yang berada di Sydney," ungkap Djuhandani.
Sementara itu, tersangka SS alias Batman ditangkap AFP pada 10 Juli 2024 di Sydney dan saat ini menjalani penahanan di kantor AFP. Djuhandani menyebut SS alias Batman berperan sebagai koordinator beberapa tempat prostitusi di Sydney.
Tersangka Batman disebut juga menjemput korban, menampung, dan mempekerjakan para korban di beberapa tempat prostitusi yang berada di Sydney. Kemudian, memperoleh keuntungan dari para korban.
"Tersangka memberangkatkan korban ke Sydney Australia untuk bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK) yang kemudian para korban diserahkan kepada mucikari/agensi SS alias Batman (WNI yang sudah berpindah menjadi WN Australia) yang berada di Sydney, Australia," papar Djuhandani.
Djuhandani menyebut penyidik menggeledah rumah tersangka FLA. Kemudian, disita berbagai dokumen seperti satu paspor atas nama Fenny Laurencia Aristi, dua buku tahapan BCA atas nama Fenny Laurencia Aristi, dua kartu ATM BCA platinum, tiga unit handphone, satu unit laptop Asus vivobook 15 inci warna emas, satu hard disk eksternal 2 TB merek Seagate warna putih rose gold, dan 28 paspor milik WNI.
"(Terkait 28 paspor) masih kami dalami apakah paspor ini merupakan korban apa bukan," ucap Djuhandani.
Tersangka telah ditahan. Mereka dijerat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO. Dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara, minimal 3 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp120 jita dan paling banyak Rp600 juta.
Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (
TPPO) dengan mengirimkan warga Indonesia ke Sydney, Australia. Korban dijual untuk menjadi pekerja seks komersial (PSK).
"Modus membawa warga negara Indonesia ke laut wilayah republik Indonesia yakni negara Australia dengan maksud untuk dieksploitasi secara seksual," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro dalam konferensi pers di Barekrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 23 Juli 2024.
Djuhandani menuturkan pengungkapan kasus ini berawal dari adanya informasi dari Australian Federal Police (AFP) pada 6 September 2023 tentang adanya dugaan
tindak pidana perdagangan orang dengan modus WNI bekerja sebagai pekerja seks komersial di Sydney, Australia. Menindaklanjuti informasi itu, Polri langsung melakukan penyelidikan dan penyidikan.
"Mulai dari pendalaman keterangan para korban di Sydney, Australia, menyita barang bukti yang berkaitan seperti dokumen perjalanan, dokumen perekrutan, bukti pengiriman uang, dan bukti percakapan antara korban dengan perekrut, akhirnya kami melakukan penangkapan terhadap tersangka," ungkap Djuhandani.
Jenderal polisi bintang satu ini menyebut ada dua tersangka ditangkap dalam kasus ini. Keduanya ialah FLA, perempuan berusia 36 tahun dan SS alias Batman.
Menurut Djuhandani, FLA ditangkap di Perumahan Semanan Indah, Blok G No.3a, Kelurahan Semanan, Kec. Kalideres, Jakarta Barat, pada 18 Maret 2024. FLA disebut berperan sebagai perekrut korban, menyiapkan visa dan tiket keberangkatan korban ke Sydney.
"Selanjutnya menyerahkan korban kepada saudara SS alias Batman yang berada di Sydney," ungkap Djuhandani.
Sementara itu, tersangka SS alias Batman ditangkap AFP pada 10 Juli 2024 di Sydney dan saat ini menjalani penahanan di kantor AFP. Djuhandani menyebut SS alias Batman berperan sebagai koordinator beberapa tempat prostitusi di Sydney.
Tersangka Batman disebut juga menjemput korban, menampung, dan mempekerjakan para korban di beberapa tempat prostitusi yang berada di Sydney. Kemudian, memperoleh keuntungan dari para korban.
"Tersangka memberangkatkan korban ke Sydney Australia untuk bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK) yang kemudian para korban diserahkan kepada mucikari/agensi SS alias Batman (WNI yang sudah berpindah menjadi WN Australia) yang berada di Sydney, Australia," papar Djuhandani.
Djuhandani menyebut penyidik menggeledah rumah
tersangka FLA. Kemudian, disita berbagai dokumen seperti satu paspor atas nama Fenny Laurencia Aristi, dua buku tahapan BCA atas nama Fenny Laurencia Aristi, dua kartu ATM BCA platinum, tiga unit handphone, satu unit laptop Asus vivobook 15 inci warna emas, satu hard disk eksternal 2 TB merek Seagate warna putih rose gold, dan 28 paspor milik WNI.
"(Terkait 28 paspor) masih kami dalami apakah paspor ini merupakan korban apa bukan," ucap Djuhandani.
Tersangka telah ditahan. Mereka dijerat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO. Dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara, minimal 3 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp120 jita dan paling banyak Rp600 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)