Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji/Medcom.id/Siti
Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji/Medcom.id/Siti

68 Korban Perdagangan Orang dari 4 Negara dijadikan Scammer di Dubai

Siti Yona Hukmana • 17 Juli 2024 09:15
Jakarta: Penyidik Bareskrim Polri terus mengusut sindikat scam atau penipuan online modus lowongan kerja (loker) paruh waktu jaringan internasional di Dubai. Sebanyak 68 warga dari empat negara menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO), dan dijadikan sebagai scammer atau penipu.
 
Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji menyampaikan, pelaku menipu korban di media sosial Telegram dan WhatsApp. Para pelaku menjanjikan korban bisa bekerja di Dubai.
 
"Korban ditawari pekerjaan sebagai pekerja kantor yang berhubungan dengan komputer di luar negeri dengan gaji 3.500 dirham atau sebesar Rp15 juta per bulan," kata Himawan kepada wartawan, Rabu, 17 Juli 2024.

Total 68 orang korban TPPO itu berasal dari Indonesia, Tiongkok, India, dan Thailand. Mereka tergiur dengan tawaran pelaku dan diberangkatkan ke Dubai.
 
Baca: Polri Bongkar Penipuan Daring Modus Loker Paruh Waktu Jaringan Internasional

"WNI sebanyak 17 orang, WN Thailand 10 orang, WN China 21 orang, dan WN India 20 orang (menjadi korban TPPO)," rinci Himawan.
 
Para korban merasa dijebak oleh sindikat yang dipimpin warga Tiongkok, ZS. Pasalnya, mereka dijanjikan sebagai pekerja kantoran di Dubai. Namun, malah berkerja sebagai operator penipuan melalui media sosial.
 
"Di-briefing di lokasi bahwa tugas operator adalah mencari korban WNI dengan teknik social engineering. Teknik social engineering artinya dia mem-blasting link website kemudian mempelajari pola-polanya untuk menawarkan investasi ataupun pekerjaan paruh waktu dengan hasil yang direkayasa sehingga korban mendapatkan untung atau komisi," ungkap Himawan.
 
Himawan menyebut para korban TPPO yang dijadikan scammer dalam sindikat itu mayoritas memiliki kemampuan di bidang informatika. Keahlian ini yang menjadi salah satu pertimbangan para korban menerima tawaran pelaku.
 
"Mereka mampu mengoperasionalkan komputer, pernah belajar tentang ilmu komputer dan hal-hal yang berkaitan dengan ilmu informatika. Sehingga, itu menjadi salah satu dasar mereka bisa diterima di sana," ucap jenderal bintang satu itu.
 
Sepekan bekerja, Himawan menyebut para WNI yang menjadi korban TPPO tersebut melarikan diri karena merasa terancam dan tertipu. Sebab, pekerjaan yang dijanjikan tidak sesuai dengan kenyataan, malah melakukan kejahatan.
 
Total ada empat orang yang ditetapkan tersangka dalam kasus penipuan jaringan internasional ini. Selain WN China ZS selaku pimpinan, Polri juga menangkap tiga warga Indonesia inisial NSS, H, dan M yang membantu ZS.
 
Dari bisnis ilegal ini, ZS bersama sindikatnya berhasil meraup untuk kurang lebih Rp1,5 triliun. Hasil itu berdasarkan bisnis penipuan dari empat negara yakni, Indonesia Rp59 miliar, India Rp1,077 triliun, Tiongkok Rp91 miliar, dan Thailand Rp288 miliar.
 
Polisi dipastikan akan terus mengusut sindikat ini. Terutama melacak aset para pelaku yang berada di luar negeri.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan