Jakarta: Polri meningkatkan status laporan polisi terhadap eks Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana ke penyidikan. Denny dilaporkan kasus dugaan penyebaran berita bohong alias hoaks terkait putusan sistem pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Sudah tahap penyidikan, masih berproses," kata Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto di Mabes Polri, Senin, 26 Juni 2023.
Meski status kasusnya naik, Agus menjelaskan kepolisian belum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut. Ia mengatakan penyidik masih memerlukan keterangan ahli guna melengkapi perkara tersebut.
"Masih berproses, kemarin kan sempat terjadi beberapa lokasi unjuk rasa, apakah itu masuk dalam lingkup menimbulkan keonaran atau tidak, nanti keterangan ahli yang menentukan," ujarnya.
Agus sudah memerintahkan Dirtipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid Agustiadi Bachtiar dan Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro secepatnya mengusut perkara tersebut. "Sehingga bisa menjawab tuntutan masyarakat agar kasus ini segera selesai," ujarnya.
Eks Wamenkumham Denny Indrayana dilaporkan ke Bareskrim Polri terkait cuitannya soal bocorkan putusan MK terkait sistem pemilu. Laporan terhadap Denny dilayangkan seseorang bernama Andi Windo Wahidin, dan teregister dengan nomor: LP/B/128/V/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 31 Mei 2023.
Denny dinilai telah membuat gaduh karena membocorkan hal yang belum pasti tentang sistem pemilu.
"Apa yang dilakukan Denny sudah membuat situasi politik nasional gaduh," kata pelapor, Andi Windo Wahidin saat dikonfirmasi Medcom.id, Sabtu, 3 Juni 2023.
Menurut Andi, pernyataan yang disampaikan Denny merupakan dugaan putusan yang sebenarnya belum dibacakan oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi. Sehingga, masih menjadi dokumen rahasia negara yang tidak boleh dibocorkan.
Andi menyematkan Pasal 28 Ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam laporannya. Beleid itu menyatakan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Sementara itu, Denny Indrayana mengatakan tidak ada pembocoran rahasia negara dalam cuitannya tentang kabar Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan memutus sistem pemilu legislatif kembali menjadi proporsional tertutup. Denny mengaku informasi yang diterimanya bukan dari MK.
Jakarta: Polri meningkatkan status laporan polisi terhadap eks Wakil Menteri Hukum dan HAM
Denny Indrayana ke penyidikan. Denny dilaporkan kasus dugaan penyebaran berita bohong alias hoaks terkait putusan sistem pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Sudah tahap penyidikan, masih berproses," kata Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto di Mabes Polri, Senin, 26 Juni 2023.
Meski status kasusnya naik, Agus menjelaskan kepolisian belum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut. Ia mengatakan penyidik masih memerlukan keterangan ahli guna melengkapi perkara tersebut.
"Masih berproses, kemarin kan sempat terjadi beberapa lokasi unjuk rasa, apakah itu masuk dalam lingkup menimbulkan keonaran atau tidak, nanti keterangan ahli yang menentukan," ujarnya.
Agus sudah memerintahkan Dirtipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid Agustiadi Bachtiar dan Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro secepatnya mengusut perkara tersebut. "Sehingga bisa menjawab tuntutan masyarakat agar kasus ini segera selesai," ujarnya.
Eks Wamenkumham Denny Indrayana dilaporkan ke Bareskrim Polri terkait cuitannya soal bocorkan putusan MK terkait sistem pemilu. Laporan terhadap Denny dilayangkan seseorang bernama Andi Windo Wahidin, dan teregister dengan nomor: LP/B/128/V/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 31 Mei 2023.
Denny dinilai telah membuat gaduh karena membocorkan hal yang belum pasti tentang sistem pemilu.
"Apa yang dilakukan Denny sudah membuat situasi politik nasional gaduh," kata pelapor, Andi Windo Wahidin saat dikonfirmasi Medcom.id, Sabtu, 3 Juni 2023.
Menurut Andi, pernyataan yang disampaikan Denny merupakan dugaan putusan yang sebenarnya belum dibacakan oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi. Sehingga, masih menjadi dokumen rahasia negara yang tidak boleh dibocorkan.
Andi menyematkan Pasal 28 Ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam laporannya. Beleid itu menyatakan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Sementara itu,
Denny Indrayana mengatakan tidak ada pembocoran rahasia negara dalam cuitannya tentang kabar Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan memutus sistem pemilu legislatif kembali menjadi proporsional tertutup. Denny mengaku informasi yang diterimanya bukan dari MK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)