Gedung Merah Putih KPK. Medcom.id/Candra Yuri Nuralam
Gedung Merah Putih KPK. Medcom.id/Candra Yuri Nuralam

Politik Jalur KPK

Candra Yuri Nuralam • 08 September 2023 07:55
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendapatkan tuduhan berpolitik usai memanggil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin pada Kamis, 7 September 2023. Dia menjadi saksi dalam dugaan rasuah pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
 
Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini menilai tuduhan itu wajar untuk KPK. Sebab, pemanggilannya mepet dengan deklarasi pengumuman calon wakil presiden (cawapres).
 
"Setelah Muhaimin Iskandar menyeberang ke kubu NasDem atau koalisi perubahan, KPK langsung turun gunung untuk memeriksanya," kata Didik melalui keterangan tertulis, Jumat, 8 September 2023.

Tuduhan berpolitik ini dimulai ketika KPK memberikan keterangan soal kasus di Kemnaker yang terjadi saat Cak Imin menjadi menteri pada 1 September 2023. Sehari setelahnya, Muhaimin dideklarasikan sebagai cawapres dari calon presiden (capres) Anies Baswedan.
 
Setelahnya, KPK memanggil Cak Imin untuk mendalami perkara tersebut pada Selasa, 5 September 2023. Dia saat itu berhalangan hadir karena harus membuka acara musabaqah tilawatil quran (MTQ) Internasional di Tanah Laut, Kalimantan Selatan.
 
Pemeriksaan akhirnya diundur pada Kamis, 7 September 2023. Cak Imin hadir dan mengaku telah menjelaskan semua yang diketahuinya dalam kasus itu ke penyidik.
 
Didik menjelaskan rentetan kejadian itu yang membuat masyarakat curiga politik telah terjadi di KPK. Di sisi lain, Lembaga Antirasuah berdalih penjadwalan sudah disusun sejak lama.
 
"Tindakan hukum berimpit dengan proses politik sehingga tidak bebas dari persepsi bahwa ini adalah tindakan politik di ranah hukum atau hukum dipakai sebagai alat politik," ucap Didik.
 
Baca Juga: Pemeriksaan Rampung, Cak Imin Berikan Semua Informasi ke KPK

Menurut Didik, jika KPK ikut berpolitik akan berbahaya. Sebab, Lembaga Antirasuah itu sangat kuat untuk dijadikan alat bagi para penguasa menyerang lawannya.
 
"Ini sudah pasti menjadi syarat bagi elit pemimpin yang jumlahnya sedikit. Dari 280 juta penduduk seharusnya muncul sedikit figur pemimpin terseleksi, yang tanpa cacat atau paling sedikit cacatnya," ujar Didik.

Sulit dipercaya

KPK sejatinya sudah menegaskan pemeriksaan Cak Imin tidak berkaitan dengan perkembangan politik di Indonesia. Klaim itu dinilai sulit dipercaya.
 
"Meskipun pimpinan KPK membantah seribu kali dan sampai bibirnya robek sekalipun bahwa pemeriksaan Muhaimin murni hukum, rakyat yang melek politik tidak tidak akan pernah percaya tersebut," ujar Didik.
 
Menurutnya, klaim tak berpolitik itu cuma bakal dipercayai oleh masyarakat awam. Sebagian publik dinilai meyakini ada irisan politik dalam pemeriksaan Cak Imin pada 2023 padahal kasusnya 2012.
 
"Inilah kesimpulan dari langkah KPK sekarang ini dan terkait dengan rentetan langkah dan proses yang terjadi bertahun-tahun sebelumnya setelah KPK dikerdilkan sedemikian rupa secara politik oleh kekuasaan," ucap Didik.
 
Dia juga meyakini pergerakan KPK saat ini sangat menjelaskan adanya intervensi dari penguasa. Sebab, kata Didik, rekam jejak Lembaga Antirasuah tidak pernah seperti era Ketua KPK Firli Bahuri cs.
 
"Dari historis perilaku pimpinan KPK selama ini, ada indikasi kuat jawaban tersebut adalah kebohongan yang vulgar.  KPK diindikasikan  masuk ke dalam wilayah haram ranah politik praktis, yang implikasi politik rezim selanjutnya akan vulgar juga memanfaatkan KPK sebagai alat politik," terang Didik

Vulgar

Didik sangat meyakini KPK telah berpolitik. Bahkan, cara Lembaga Antirasuah itu dinilai sangat vulgar.
 
"Dengan langkah vulgar plus historis yang lebih vulgar juga, selanjutnya KPK benar-benar menjadi alat politik penguasa," ujar Didik.
 
Baca Juga: Cak Imin Harap Keterangannya Percepat Pengusutan Kasus Korupsi di Kemnaker

Menurut dia, penyebab politik di KPK dikarenakan pengesahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019. Beleid itu sejatinya telah ditentang keras dahulu untuk menjaga netralitas KPK.
 
"Ditentang masyarakat luas dan mahasiswa di seluruh Indonesia. Bahkan secara ekspresif mahasiswa melakukan demonstrasi yang masif secara nasional untuk menentang amandemen UU KPK tersebut," kata Didik.

Merusak demokrasi

Politik dalam penegakan hukum dinilai sangat berbahaya. Didik meyakini ada aktor tertentu yang mendalangi fenomena ini.
 
"Di dalam politik, para aktornya bisa berperan sebagai aktor baik dan sekaligus aktor jahat secara bersamaan. Aktor jahat yang mengendalikan permainan di titik panas dan kritis seperti sekarang ini dan bisa melabrak hukum yang menjadikan sebagai alatnya," ujar Didik.
 
Penggunaan hukum sebagai alat politik juga dinilai bisa merusak  demokrasi. Dendam dan perkelahian politik diyakini segera timbul.
 
"Cara berpolitik brutal seperti ini dengan menjadikan hukum sebagai alat politiknya.  Ini merusak demokrasi yang kemudian akan mewariskan resiko dendam dan perkelahian politik secara terus menerus.  Jika rezim berganti baru, maka rezim baru yang berbeda pandangan  akan siap mengambil tindakan balas dendam," beber Didik.

Pemanggilan dipertanyakan

Pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah Castro menyebut penilaian unsur politis dalam pemanggilan Cak Imin wajar. Apalagi, selisih kejadiannya sangat lama.
 
"Sulit untuk tidak mengaitkannya dengan momentum politik. Logikanya, kalau memang serius, mestinya kasus ini dikejar sejak dulu," kata Herdiansyah kepada Medcom.id.
 
Herdiansyah mengatakan tudingan itu wajar karena banyaknya isu terkait integritas pimpinan KPK. Masyarakat dinilai mengkhawatirkan Lembaga Antirasuah dijadikan alat politik.
 
"Ini yang meragukan publik. Logikanya sederhana, bagaimana mungkin sapu kotor digunakan untuk membersihkan lantai? Dikhawatirkan KPK justru hanya akan jadi alat penggebuk," ujar Herdiansyah.

Bantahan

Ketua KPK Firli Bahuri membantah instansinya telah berpolitik. Klaim dia, pemanggilan Cak Imin sebagai saksi murni proses hukum.
 
"Yang dikerjakan KPK adalah proses hukum," ucap Firli melalui keterangan tertulis.
 
Baca Juga: Periksa Cak Imin Besok, Ini yang Ingin Digali KPK

Firli menyebut KPK bekerja dengan prinsip asas hukum acara pidana. Dia mengeklaim instansinya tidak terpengaruh kekuasaan meskipun ada di rumpun eksekutif.
 
"KPK adalah lembaga negara yang independen dalam rumpun eksekutif yang dalam pelaksanaan tugas wewenangnya tidak terpengaruh kepada kekuasaan manapun," ucap Firli.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan