Jakarta: Pemerintah berencana menghidupkan lagi Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) untuk menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat secara nonyudisial. Namun, KKR tidak menihilkan kemungkinan penyelesaian perkara lewat pengadilan.
"Meskipun ada KKR, kalau ditemukan bukti-bukti yang secara hukum bisa dipertanggungjawabkan tetap bisa ke pengadilan. Karena menurut UU, pelanggaran HAM berat tidak ada kedaluwarsanya," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di Jakarta, Kamis, 30 Desember 2021.
Sementara itu, Deputi Hukum dan HAM Kemenko Polhukam Sugeng Purnomo menyebut KKR bisa dihidupkan lagi meski sempat dibubarkan melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006.
"Bukan berarti tidak boleh, karena substansinya yang dianggap ada hal-hal yang melanggar ketentuan hukum internasional," kata dia.
Sugeng menjelaskan KKR hanya bisa menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum 2000, yakni saat UU Pengadilan HAM dibentuk. Pemerintah masih menggodok mekanisme lain untuk menyelesaikan tiga kasus yang terjadi setelah 2000 secara nonyudisial.
"Maka dipersiapkanlah produk regulasi lain untuk bisa menyelesaikan, tapi tidak masuk di ranah yudisialnya. Kita hanya bicara gimana cara memulihkan, kerugian yang diakibatkan kejadian itu yang dialami korban maupun ahli warisnya," ujar dia.
Baca: Penyidikan Kasus HAM Berat Paniai 2014 Butuh Terobosan Progresif
Satu dari tiga kasus yang terjadi setelah 2000, yakni Peristiwa Paniai yang telah naik ke penyidikan oleh Kejaksaan Agung. Peristiwa itu terjadi pada 2014.
Sedangkan, tiga kasus lainnya adalah Peristiwa Wasior (2001), Peristiwa Wamena (2003), dan Peristiwa Jambo Keupok (2003).
Jakarta: Pemerintah berencana menghidupkan lagi
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) untuk menyelesaikan kasus
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat secara nonyudisial. Namun, KKR tidak menihilkan kemungkinan penyelesaian perkara lewat pengadilan.
"Meskipun ada KKR, kalau ditemukan bukti-bukti yang secara hukum bisa dipertanggungjawabkan tetap bisa ke pengadilan. Karena menurut UU, pelanggaran HAM berat tidak ada kedaluwarsanya," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam)
Mahfud MD di Jakarta, Kamis, 30 Desember 2021.
Sementara itu, Deputi Hukum dan HAM Kemenko Polhukam Sugeng Purnomo menyebut KKR bisa dihidupkan lagi meski sempat dibubarkan melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006.
"Bukan berarti tidak boleh, karena substansinya yang dianggap ada hal-hal yang melanggar ketentuan hukum internasional," kata dia.
Sugeng menjelaskan KKR hanya bisa menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum 2000, yakni saat UU Pengadilan HAM dibentuk. Pemerintah masih menggodok mekanisme lain untuk menyelesaikan tiga kasus yang terjadi setelah 2000 secara nonyudisial.
"Maka dipersiapkanlah produk regulasi lain untuk bisa menyelesaikan, tapi tidak masuk di ranah yudisialnya. Kita hanya bicara gimana cara memulihkan, kerugian yang diakibatkan kejadian itu yang dialami korban maupun ahli warisnya," ujar dia.
Baca:
Penyidikan Kasus HAM Berat Paniai 2014 Butuh Terobosan Progresif
Satu dari tiga kasus yang terjadi setelah 2000, yakni Peristiwa Paniai yang telah naik ke penyidikan oleh Kejaksaan Agung. Peristiwa itu terjadi pada 2014.
Sedangkan, tiga kasus lainnya adalah Peristiwa Wasior (2001), Peristiwa Wamena (2003), dan Peristiwa Jambo Keupok (2003).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)