Ilustrasi kekerasan pada jurnalis - MI/Arya Manggala.
Ilustrasi kekerasan pada jurnalis - MI/Arya Manggala.

Polisi Disebut Tak Jalankan Prosedur Usai Memukul Jurnalis

Candra Yuri Nuralam • 26 Mei 2019 16:52
Jakarta: Peneliti Amnesti Internasional Indonesia Papang Hidayat menyebut kekerasan yang dilakukan kepolisian pada wartawan saat aksi 22 Mei 20919 tidak sesuai prosedur. Polisi tidak memberikan surat keterangan usai melakukan pemukulan.
 
"Ada 3 instrumen internal kepolisian yang mengatur itu, Perkap 16 Tahun 2006 (tentang) pengendalian massa, kemudian juga Parkap Nomor 1 Tahun 2009 soal penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian dan terakhir (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 soal implementasi nilai-nilai hak asasi manusia dalam pedoman perilaku kepolisian," kata Papang di gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu, 26 Mei 2019.
 
Papang menjelaskan, jika mengacu kepada tiga pasal tersebut, seharusnya polisi mengisi form lembaran bukti identitas polisi yang memukul dan pihak yang terkena pemukulan. Namun, pada kenyataannya tidak ada polisi yang mengisi lembaran tersebut.

"Sayangnya di lapangan hal itu berbeda anak pertama prinsip itu jelas menyatakan bahwa tindakan dari kepolisian yang dibenarkan itu hanya boleh ditujukan untuk mereka yang melakukan kekerasan dan bukan kepada para peserta aksi yang tidak melakukan kekerasan," ujar Pepeng.
 
(Baca juga: AJI Minta Polisi Memahami Fungsi Jurnalis)
 
Dengan tidak adanya bukti lembaran tersebut, dapat diduga polisi menggunakan kuasa. Hal tersebut juga yang membuat para wartawan yang terkena bogem mentah para oknum tidak bisa melakukan komplain.
 
"Itu tidak dibenarkan gitu nah kita masih mau verifikasi sejauh mana dan seberapa banyak orang-orang itu," tutur Pepeng.
 
Sedikitnya tujuh jurnalis dilaporkan menjadi korban aksi 22 Mei. Menurut catatan AJI Jakarta ketujuh jurnalis itu mendapat tindak kekerasan dari aparat pengamanan dan massa aksi di sekitar kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
 
Ketua AJI Jakarta, Asnil Bambani Amri, mengatakan, jurnalis ini mengalami kekerasan, intimidasi, dan persekusi saat meliput kericuhan Aksi 22 Mei. Para Jurnalis dilarang merekam penangkapan sejumlah provokator massa.
 
"Tak menutup kemungkinan, masih banyak jurnalis lainnya yang menjadi korban. Sampai saat ini AJI Jakarta masih mengumpulkan data dan verifikasi para jurnalis yang menjadi korban," kata Asnil di Jakarta, Rabu, 22 Mei 2019.
 
Identitas jurnalis mengalami kekerasan di antaranya Jurnalis CNNIndonesia TV, Budi Tanjung; Jurnalis CNNIndonesia.com, Ryan; Jurnalis MNC Media, Ryan; Jurnalis Radio Sindo Trijaya, Fajar; Jurnalis Alinea.id, Fadli Mubarok; dan dua jurnalis RTV yaitu Intan Bedisa dan Rahajeng Mutiara.
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan