Makassar: Mayor Inf (Purn) Isak Sattu, mantan Perwira Penghubung Kodim 1705/Paniai, dituntut 10 tahun penjara. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai terdakwa tunggal itu terbukti bersalah dalam perkara pelanggaran HAM berat Paniai, Papua.
"Penuntut umum menuntut agar menjatuhkan pidana kepada terdakwa Isak Sattu hukuman penjara 10 tahun dan membebani biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp5 ribu," kata jaksa Muhammad Ridwan di Pengadilan Negeri Makassar Kelas 1A Khusus, Senin, 14 November 2022.
Menurut jaksa, dakwaan terhadap terdakwa terpenuhi secara keseluruhan. Dakwaan pertama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b jo Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).
Lantaran dakwaan kesatu telah terpenuhi, kata dia, jaksa penuntut umum menyimpulkan terdakwa juga memenuhi dakwaan kedua. Sebab, dakwaan bersifat kumulatif.
"Yaitu sesuai Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b jo Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," sebut Ridwan.
Hal-hal yang dinilai memberatkan tuntutan kepada terdakwa antara lain dianggap tidak mampu mendeteksi kejadian di Kabupaten Paniai. Lalu, tidak mampu melakukan koordinasi dengan instasi lain.
"Dan tidak mampu mengendalikan situasi yang mengakibatkan orang meninggal dunia," ujar dia.
Sedangkan, hal yang meringankan hukuman di antaranya belum pernah dihukum sebelumnya. Lalu, terdakwa kooperatif dan tidak berbelit-belit. Terdakwa juga dinilai sudah mengabdi 30 tahun dan pernah menerima satya lencana kesetiaan.
"Mengabdi sebagai pelayan agama di Gereja, berusia lanjut dan korban menurut pemerintah sana sudah diberi santunan," jelas dia.
Terdakwa Isak Sattu menyatakan akan mengajukan nota pembelaan. Sidang akan dilanjutkan pada 21 November 2022 dengan agenda pembacaan pembelaan dari terdakwa dan kuasa hukumnya.
Makassar: Mayor Inf (Purn) Isak Sattu, mantan Perwira Penghubung Kodim 1705/Paniai, dituntut 10 tahun penjara. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai terdakwa tunggal itu terbukti bersalah dalam perkara
pelanggaran HAM berat Paniai, Papua.
"Penuntut umum menuntut agar menjatuhkan pidana kepada terdakwa Isak Sattu hukuman penjara 10 tahun dan membebani biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp5 ribu," kata jaksa Muhammad Ridwan di Pengadilan Negeri Makassar Kelas 1A Khusus, Senin, 14 November 2022.
Menurut jaksa, dakwaan terhadap terdakwa terpenuhi secara keseluruhan. Dakwaan pertama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b jo Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).
Lantaran dakwaan kesatu telah terpenuhi, kata dia, jaksa penuntut umum menyimpulkan terdakwa juga memenuhi dakwaan kedua. Sebab, dakwaan bersifat kumulatif.
"Yaitu sesuai Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b jo Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," sebut Ridwan.
Hal-hal yang dinilai memberatkan tuntutan kepada terdakwa antara lain dianggap tidak mampu mendeteksi kejadian di Kabupaten
Paniai. Lalu, tidak mampu melakukan koordinasi dengan instasi lain.
"Dan tidak mampu mengendalikan situasi yang mengakibatkan orang meninggal dunia," ujar dia.
Sedangkan, hal yang meringankan hukuman di antaranya belum pernah dihukum sebelumnya. Lalu, terdakwa kooperatif dan tidak berbelit-belit. Terdakwa juga dinilai sudah mengabdi 30 tahun dan pernah menerima satya lencana kesetiaan.
"Mengabdi sebagai pelayan agama di Gereja, berusia lanjut dan korban menurut pemerintah sana sudah diberi santunan," jelas dia.
Terdakwa Isak Sattu menyatakan akan mengajukan nota pembelaan.
Sidang akan dilanjutkan pada 21 November 2022 dengan agenda pembacaan pembelaan dari terdakwa dan kuasa hukumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)