Jakarta: Mantan Hakim Agung 2011-2018 Gayus Lumbuun menegaskan sidang kasus pembunuhan berencana oleh eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo harus dilakukan secara transparan. Dia menekankan sidang tersebut harus terbuka sejelas-jelasnya.
"Harus memberi ruang kepada pers, sehingga pers bisa jadi alat informasi bagi publik, apakah persidangan ini bisa dilakukan secara adil, sebagai bentuk fair trial,” ungkap Gayus kepada Media Indonesia, Minggu, 10 Oktober 2022.
Menurut dia, persidangan adil harus diawali dengan persidangan yang bisa mengungkapkan dakwaan yang memang riil terjadi saat kejadian. Yang pertama, kata Gayus, dakwaan harus terbuka secara rinci dan menjelaskan lokus dan tempus serta waktu yang tepat sesuai kejadian.
"Itu adalah syarat dakwaan juga, harus ada kapan kejadian, siapa pelakunya. Apakah dilakukan secara langsung oleh terdakwa, atau disuruh, apa perintahnya, apakah disuruh menembak, atau menghajar?," papar dia.
Dia menekankan jaksa harus bertanggungjawab untuk dakwaan yang jelas dan konkret. Sehingga, kata Gayus, persidangan bisa mencerminkan keadilan untuk kembali mendapatkan kepercayaan masyarakat.
"Kemudian siapa yang melakukan menurut dakwaan itu, kemudian, apakah perbuatan itu memerintahkan apa perintahnya menurut dakwaan. “Hal itu semua Jadi tanggung jawab Jaksa," ungkap dia.
Lalu, terkait obstruction of justice, Gayus mendesak agar jaksa bisa menjelaskan bentuk apa saja dalam menghalangi penegakan hukum tersebut. "Bentuknya mesti dijelaskan, kalau bentuknya itu memang mengandung ancaman yang tinggi, apabila disampaikan ke publik itu seperti merusak CCTC. Ini buka KUHP saja ini melanggar UU ITE, 13 tahun hukumannya," tegas dia.
"Jadi jangan berhenti di dakwaan formil tapi dakwaan materil, yaitu kalau ini disebut obstruction of justice, harus disebutkan konkretnya," jelas dia.
Gayus menuturkan menghilangkan alat bukti seperti merusak CCTV, para terdakwa akan dikenakan UU ITE. Jadi, kata Gayus, para terdakwa tak hanya terkena Pasal KUHP saja.
"Konkretnya atas dakwaan itu harus jelas, apakah ada ITE berarti keseriusan JPU itu bisa jelas diikuti oleh publik bentuk keadilan, dan jadi bisa mencerminkan keadilan itu dan mengembalikan kepercaayan publik pada proses hukum pada kasus ini," ungkap dia.
Jakarta: Mantan
Hakim Agung 2011-2018 Gayus Lumbuun menegaskan sidang kasus pembunuhan berencana oleh eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri
Ferdy Sambo harus dilakukan secara transparan. Dia menekankan sidang tersebut harus terbuka sejelas-jelasnya.
"Harus memberi ruang kepada pers, sehingga pers bisa jadi alat informasi bagi publik, apakah persidangan ini bisa dilakukan secara adil, sebagai bentuk fair trial,” ungkap Gayus kepada Media Indonesia, Minggu, 10 Oktober 2022.
Menurut dia, persidangan adil harus diawali dengan
persidangan yang bisa mengungkapkan dakwaan yang memang riil terjadi saat kejadian. Yang pertama, kata Gayus, dakwaan harus terbuka secara rinci dan menjelaskan lokus dan tempus serta waktu yang tepat sesuai kejadian.
"Itu adalah syarat dakwaan juga, harus ada kapan kejadian, siapa pelakunya. Apakah dilakukan secara langsung oleh terdakwa, atau disuruh, apa perintahnya, apakah disuruh menembak, atau menghajar?," papar dia.
Dia menekankan jaksa harus bertanggungjawab untuk dakwaan yang jelas dan konkret. Sehingga, kata Gayus, persidangan bisa mencerminkan keadilan untuk kembali mendapatkan kepercayaan masyarakat.
"Kemudian siapa yang melakukan menurut dakwaan itu, kemudian, apakah perbuatan itu memerintahkan apa perintahnya menurut dakwaan. “Hal itu semua Jadi tanggung jawab Jaksa," ungkap dia.
Lalu, terkait
obstruction of justice, Gayus mendesak agar jaksa bisa menjelaskan bentuk apa saja dalam menghalangi penegakan hukum tersebut. "Bentuknya mesti dijelaskan, kalau bentuknya itu memang mengandung ancaman yang tinggi, apabila disampaikan ke publik itu seperti merusak CCTC. Ini buka KUHP saja ini melanggar UU ITE, 13 tahun hukumannya," tegas dia.
"Jadi jangan berhenti di dakwaan formil tapi dakwaan materil, yaitu kalau ini disebut obstruction of justice, harus disebutkan konkretnya," jelas dia.
Gayus menuturkan menghilangkan alat bukti seperti merusak CCTV, para terdakwa akan dikenakan UU ITE. Jadi, kata Gayus, para terdakwa tak hanya terkena Pasal KUHP saja.
"Konkretnya atas dakwaan itu harus jelas, apakah ada ITE berarti keseriusan JPU itu bisa jelas diikuti oleh publik bentuk keadilan, dan jadi bisa mencerminkan keadilan itu dan mengembalikan kepercaayan publik pada proses hukum pada kasus ini," ungkap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)