Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo. Medcom.id/Siti Yona
Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo. Medcom.id/Siti Yona

Hary Tanoe Tak Terima Handphone Aiman Witjaksono Disita Polisi

Siti Yona Hukmana • 26 Januari 2024 22:55
Jakarta: Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo menyambagi Polda Metro Jaya pada Jumat malam, 26 Januari 2024. Dia tidak terima telepon genggam (handphone) anak buahnya, Aiman Witjaksono, disita polisi dalam kasus dugaan penyebaran berita bohong ata hoaks soal Polri tak netral pada Pilpres 2024.
 
"Karena anak buah saya Aiman itu di BAP dari pagi tadi sampai jam 7 (19.00 WIB) belum selesai, makanya saya datang ke sini karena disampaikan anak buah saya, Aiman, dipanggil sebagai saksi tapi HP-nya mau disita," kata Hary di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat, 26 Januari 2024.
 
Bos MNC Grup ini bingung karena biasanya tak ada penyitaan barang terhadap saksi. Kecuali, statusnya sudah menjadi tersangka.

"Makanya saya datang ke sini untuk menanyakan kenapa? Bukan masalah takut HP disita. Masalahnya ini Aiman sebagai warga negara, dia punya hak, dia punya kewajiban, yang saya tahu sebagai saksi tidak pernah ada barang yang disita sebagai saksi," ungkap dia.
 
Di samping itu, dia mengaku kecewa dengan sikap kepolisian dalam penanganan kasus ini. Terlebih, dia menunggu satu jam di ruang tamu, tapi tidak boleh masuk. Kemudian, dia mendapat kabar HP Aiman disita.
 
"Ya makanya keluar, sudah terlanjur saya keluar, sekarang saya di depan bapak ibu awak media semua saya mau pulang, cuma saya kecewa," tutur dia.
 
Baca Juga: Hary Tanoe Samper Aiman Witjaksono ke Polda, Polisi Pastikan Tak Terintervensi

Dia keberatan atas penyitaan HP Aiman. Dia mempertanyakan kepastian hukum terhadap saksi bila setiap barangnya bisa disita untuk menjadi barang bukti.
 
"Intinya begini kalau sebagai saksi bisa ada penyitaan, besok-besok ada 10 saksi, 20 saksi, 30 saksi, 100 saksi semua bisa disita. Kepastian hukum di Indonesia itu seperti apa. Kita sebagai warga negara, sebagai rakyat ingin ada kepastian hukum supaya apa yang kita kerjakan itu ada kepastian, kita tahu mana yang benar, mana yang salah," ujar dia.
 
Aiman tengah menjalani pemeriksaan di ruang pemeriksaan unit Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Pemeriksaan yang dilakukan sejak pukul 11.25 WIB. Pemeriksaan ini dilakukan dalam tahap penyidikan.
 
Polisi perlu mendengar keterangan Aiman untuk mencari minimal dua alat bukti untuk penetapan tersangka. Pasalnya, kasus telah naik ke tahap penyidikan dan polisi telah mengantongi unsur pidana dalam kasus tersebut.
 
Aiman menyatakan siap bila ditetapkan sebagai tersangka. Jurnalis senior yang tengah cuti karena menjadi calon anggota legislatif (caleg) dari Perindo ini mengaku akan mengikuti proses hukum.
 
"Saya sebagai warga negara akan taat dalam mengikuti proses hukum yang ada, meskipun tadi catatannya ketika netralitas jadi hal yang paling krusial paling penting, paling signifikan di 2024 ini ketika ada orang yang mengingatkan maka seharusnya bukan pidana yang diproses," kata Aiman.
 
Aiman dilaporkan ke Polda Metro Jaya terkait pernyataannya mengungkap informasi tentang sejumlah anggota Polri yang keberatan terhadap perintah komandan. Anggota itu keberatan diperintah untuk memenangkan pasangan capres-cawapres tertentu.
 
"Saya mendapat sejumlah informasi dari beberapa teman-teman di kepolisian, yang mereka keberatan karena diminta oleh Komandannya. Nggak tahu ini komandannya sampai di tingkat daerah atau tingkat pusat misalnya tidak disebutkan, yang meminta untuk mengarahkan atau membantu pemenangan pasangan Prabowo-Gibran, ini firmed ini nggak hanya satu ini ada banyak yang memberikan informasi kepada saya," demikian pernyataan Aiman beberapa waktu lalu.
 
Total enam pihak yang melaporkan Aiman ke Polda Metro Jaya. Yakni, Front Pemuda Jaga Pemilu; Aliansi Masyarakat Sipil Indonesia; Jaringan Aktivis Muda Indonesia; Aliansi Gerakan Pengawal Demokrasi; Barisan Mahasiswa Jakarta; dan Garda Pemilu Damai. Laporan ini digabung menjadi satu.
 
Dalam laporan itu, Aiman dipersangkakan Pasal 28 (2) Jo Pasal 45 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) perihal ujaran kebencian. Lalu, Pasal 14 dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana perihal penyebaran berita bohong.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan