Jakarta: Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardhika Sugiarto merespons informasi kasus biaya demurrage (denda) Rp350 miliar akibat tertahannya beras impor 490 ribu ton di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. KPK bakal turun tangan mendalami kasus itu.
“Kami sampaikan KPK bersama 4 kementerian/lembaga lainnya (Bappenas, Kemendagri, Kantor Staf Presiden, Menpan RB) yang tergabung dalam STRANAS PK, terus mendorong reformasi tata kelola pelabuhan sebagai salah satu upaya pencegahan korupsi,” kata Tessa, Jakarta, Rabu, 19 Juni 2024.
Tessa menegaskan langkah tersebut bertujuan untuk menyederhanakan proses bisnis dan tata kelola melalui layanan pelabuhan secara digital. Sehingga, sistem pelabuhan lebih efektif dan efisien.
“Alhasil dapat mengurangi biaya logistik sekaligus kepastian waktu layanan,” beber Tessa.
Tessa menyampaikan Direktur Jenderal Perhubungan Laut juga telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Penerapan Pelayanan Secara Penuh (Mandatory) Layanan Single Submision Satu Siklus dan Informasi Layanan Manifest Domestik oleh Kementerian Perhubungan.
Pasalnya, kata dia, birokrasi pelayanan pelabuhan di Indonesia masih rumit dan panjang karena melibatkan unit-unit layanan dari banyak pemangku kepentingan, swasta, dan pemerintah, yang tidak terintegrasi.
"Sehingga menimbulkan biaya logistik yang mahal serta waktu layanan yang tidak pasti,” papar Tessa.
Sebelumnya, sekitar 490 ribu ton beras impor Bulog tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Situasi ini memungkinkan munculnya biaya demurrage (denda) yang harus dibayar Bulog sekitar Rp350 miliar.
Timbulnya potensi demurrage ini diduga akibat perubahan kebijakan Bapanas yang mengharuskan impor menggunakan kontainer, padahal sebelumnya cukup memakai kapal besar.
Sebagian beras impor di Tanjung Priok sudah bisa keluar usai Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan kunjungan kerja ke pelabuhan. Barang sudah berada di gudang Bulog.
Namun, denda yang harus dibayarkan Bulog tersebut bisa berdampak pada harga eceran beras, untuk menutupi kelebihan pengeluaran. Sementara itu, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi enggan merespons terkait permasalahan ini. Dia meminta hal itu ditanyakan ke Bulog.
"Silakan dikonfirmasi dengan Direksi Bulog biar pas karena kewenangannya ada di Bulog," kata Arief saat dihubungi, Jakarta, Rabu, 12 Juni 2024.
Dalam kesempatam berbeda, Dirut Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengakui ada aktivitas impor beras sebanyak 490 ribu ton sejak awal tahun hingga Mei, yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
“Dari awal tahun hingga Bulan Mei 2024 terdapat puluhan kapal yang sudah berhasil dibongkar di Pelabuhan Tanjung Priok dengan total kurang lebih sebanyak 490.000 ton beras,” kata Bayu dalam keterangan tertulis, Rabu, 12 Juni 2024.
Jakarta: Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) Tessa Mahardhika Sugiarto merespons informasi kasus biaya
demurrage (denda) Rp350 miliar akibat tertahannya beras impor 490 ribu ton di Pelabuhan
Tanjung Priok, Jakarta, dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. KPK bakal turun tangan mendalami kasus itu.
“Kami sampaikan KPK bersama 4 kementerian/lembaga lainnya (Bappenas, Kemendagri, Kantor Staf Presiden, Menpan RB) yang tergabung dalam STRANAS PK, terus mendorong reformasi tata kelola pelabuhan sebagai salah satu upaya pencegahan korupsi,” kata Tessa, Jakarta, Rabu, 19 Juni 2024.
Tessa menegaskan langkah tersebut bertujuan untuk menyederhanakan proses bisnis dan tata kelola melalui layanan pelabuhan secara digital. Sehingga, sistem pelabuhan lebih efektif dan efisien.
“Alhasil dapat mengurangi biaya logistik sekaligus kepastian waktu layanan,” beber Tessa.
Tessa menyampaikan Direktur Jenderal Perhubungan Laut juga telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Penerapan Pelayanan Secara Penuh (Mandatory) Layanan Single Submision Satu Siklus dan Informasi Layanan Manifest Domestik oleh Kementerian Perhubungan.
Pasalnya, kata dia, birokrasi pelayanan pelabuhan di Indonesia masih rumit dan panjang karena melibatkan unit-unit layanan dari banyak pemangku kepentingan, swasta, dan pemerintah, yang tidak terintegrasi.
"Sehingga menimbulkan biaya logistik yang mahal serta waktu layanan yang tidak pasti,” papar Tessa.
Sebelumnya, sekitar 490 ribu ton beras impor Bulog tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Situasi ini memungkinkan munculnya biaya demurrage (denda) yang harus dibayar Bulog sekitar Rp350 miliar.
Timbulnya potensi demurrage ini diduga akibat perubahan kebijakan Bapanas yang mengharuskan impor menggunakan kontainer, padahal sebelumnya cukup memakai kapal besar.
Sebagian beras impor di Tanjung Priok sudah bisa keluar usai Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan kunjungan kerja ke pelabuhan. Barang sudah berada di gudang Bulog.
Namun, denda yang harus dibayarkan Bulog tersebut bisa berdampak pada harga eceran beras, untuk menutupi kelebihan pengeluaran. Sementara itu, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi enggan merespons terkait permasalahan ini. Dia meminta hal itu ditanyakan ke Bulog.
"Silakan dikonfirmasi dengan Direksi Bulog biar pas karena kewenangannya ada di Bulog," kata Arief saat dihubungi, Jakarta, Rabu, 12 Juni 2024.
Dalam kesempatam berbeda, Dirut Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengakui ada aktivitas impor beras sebanyak 490 ribu ton sejak awal tahun hingga Mei, yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
“Dari awal tahun hingga Bulan Mei 2024 terdapat puluhan kapal yang sudah berhasil dibongkar di Pelabuhan Tanjung Priok dengan total kurang lebih sebanyak 490.000 ton beras,” kata Bayu dalam keterangan tertulis, Rabu, 12 Juni 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)