Jakarta: Sahabat Milenial Indonesia (Samindo) Setara Institute menilai penggunaan dalil-dalil agama untuk mempromosikan pernikahan anak di bawah umur sebagai bentuk penyesatan. Hal ini disoroti Samindo dalam kasus penyelenggara jasa pernikahan Aisha Wedding.
"Karenanya didorong peran tokoh-tokoh agama seperti Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) bisa mengefektifkan pandangan-pandangannya di tengah masyarakat," kata advokat dan penggiat Samindo-Setara Institute, Disna Riantina, Sabtu, 13 Februari 2021,
Menurut dia, kasus Aisha Wedding yang mempromosikan pernikahan anak sejak usia 12 tahun hingga 21 tahun amat memprihatinkan. Kasus ini berpotensi merusak pekerjaan aktivis yang selama ini berjuang menghilangkan praktik kawin anak di tengah masyarakat.
Baca: Kementerian PPA: Aisha Wedding Muncul Akibat Rapuhnya Keluarga
"Bahkan dari mereka (aktivis) banyak berharap Polri bisa menjerat pelaku dengan pasal-pasal dalam UU (Undang-Undang) Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU Pornografi, dan lain-lain. Kami pun mendiskusikan hal yang sama dengan penyidik, tetapi kami menghormati keputusan penyidik yang sementara ini menggunakan Pasal 27 (1) UU ITE," jelas dia.
Koordinator Aliansi Masyarakat Sipil untuk Perempuan dan Politik (Ansipol) Yuda Irlang Kusumaningsih menilai iklan pernikahan anak dari wedding organizer (WO) itu sebagai bentuk human trafficking. Pasalnya, WO itu memanfaatkan perkawinan anak sebagainya sebagai peluang ekonomi.
Yuda mengakui masalah ekonomi akibat pandemi covid-19 sebagai salah satu pemicu kasus ini. WO ini muncul pada akhir 2020 saat semua orang susah mencari uang.
"Perkawinan itu pestanya juga di-cancel dan sebagainya, jadi mungkin ada yang melihat peluang," ungkap Yuda.
Menurut dia, kemunculan WO yang mempromosikan pernikahan anak ini masih berhubungan dengan maraknya kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Aisha Weddings dianggap memberikan peluang kepada orang yang mau menyalurkan hasrat kepada daun muda.
Dia berharap penegak hukum bisa menindak penyelenggara jasa pernikahan serupa. Dengan begitu, tidak ada kasus lain yang terulang demi masa depan yang lebih baik bagi perempuan dan anak di Indonesia.
"Harus kita kikis betul jangan sampai ada WO lain yang menjual anak di bawah usia," ungkap Yuda.
Jakarta: Sahabat Milenial Indonesia (Samindo) Setara Institute menilai penggunaan dalil-dalil agama untuk mempromosikan
pernikahan anak di bawah umur sebagai bentuk penyesatan. Hal ini disoroti Samindo dalam kasus penyelenggara jasa
pernikahan Aisha Wedding.
"Karenanya didorong peran tokoh-tokoh agama seperti Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) bisa mengefektifkan pandangan-pandangannya di tengah masyarakat," kata advokat dan penggiat Samindo-Setara Institute, Disna Riantina, Sabtu, 13 Februari 2021,
Menurut dia, kasus Aisha Wedding yang mempromosikan pernikahan
anak sejak usia 12 tahun hingga 21 tahun amat memprihatinkan. Kasus ini berpotensi merusak pekerjaan aktivis yang selama ini berjuang menghilangkan praktik kawin anak di tengah masyarakat.
Baca:
Kementerian PPA: Aisha Wedding Muncul Akibat Rapuhnya Keluarga
"Bahkan dari mereka (aktivis) banyak berharap Polri bisa menjerat pelaku dengan pasal-pasal dalam UU (Undang-Undang) Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU Pornografi, dan lain-lain. Kami pun mendiskusikan hal yang sama dengan penyidik, tetapi kami menghormati keputusan penyidik yang sementara ini menggunakan Pasal 27 (1) UU ITE," jelas dia.
Koordinator Aliansi Masyarakat Sipil untuk Perempuan dan Politik (Ansipol) Yuda Irlang Kusumaningsih menilai iklan pernikahan anak dari
wedding organizer (WO) itu sebagai bentuk
human trafficking. Pasalnya, WO itu memanfaatkan perkawinan anak sebagainya sebagai peluang ekonomi.
Yuda mengakui masalah ekonomi akibat pandemi covid-19 sebagai salah satu pemicu kasus ini. WO ini muncul pada akhir 2020 saat semua orang susah mencari uang.
"Perkawinan itu pestanya juga di-
cancel dan sebagainya, jadi mungkin ada yang melihat peluang," ungkap Yuda.
Menurut dia, kemunculan WO yang mempromosikan pernikahan anak ini masih berhubungan dengan maraknya kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Aisha Weddings dianggap memberikan peluang kepada orang yang mau menyalurkan hasrat kepada daun muda.
Dia berharap penegak hukum bisa menindak penyelenggara jasa pernikahan serupa. Dengan begitu, tidak ada kasus lain yang terulang demi masa depan yang lebih baik bagi perempuan dan anak di Indonesia.
"Harus kita kikis betul jangan sampai ada WO lain yang menjual anak di bawah usia," ungkap Yuda.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)