Jakarta: Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Trafficking dan Eksploitasi Anak, Ai Maryati Solihah, membeberkan empat alasan anak dapat terjerumus prostitusi. Pertama, keluarga terlalu abai mengasuh anak.
"Artinya anak ini tidak bicara, orang tua tidak tahu dia ngapain dan kemana. Di sini ada situasi yang rentan karena keluarga tidak bisa terbuka komunikasinya," kata Maryati kepada Medcom.id, Rabu, 17 Juni 2020.
Anak yang kurang diperhatikan orang tua rentan masuk lingkungan tidak baik. Mereka berpotensi bertemu kriminal, seperti muncikari. Anak pun diiming-imingi sejumlah uang dan terlibat lingkaran prostitusi.
Kedua, anak merasa tidak nyaman karena masalah keluarga. Mereka mencari kenyamanan di tempat lain. Hal ini kerap terjadi pada anak kalangan berekonomi baik.
"Ketemunya dengan lingkungan yang biasanya seperti itu, membawa situasi foya-foya, berhura-hura, dan mungkin disertai kebebasan tanpa norma dan etika maka anak lebih terdorong untuk masuk situasi itu," jelas Maryati.
Baca: Kasus Warga Amerika Pedofil Lebih Tepat Disebut Prostitusi
Ketiga, anak dari keluarga ekonomi lemah yang terpaksa berada dalam prostitusi. Maryati mencontohkan, anak biasanya diajak bekerja menjadi pramusaji atau asisten rumah tangga (ART). Namun, mereka justru dibawa masuk ke ranah eksploitasi seksual.
"Sementara dia punya utang, tanggungan dan mungkin juga berutang saat perjalanan ke kota, dan sebagainya," ucapnya.
Terakhir, anak-anak jalanan yang dikumpulkan dan diasuh oleh muncikari. Anak-anak awalnya hanya diminta menemani berbicara pedofil. Namun, akhirnya mereka dipaksa memuaskan hasrat seksual.
"Bagi orang-orang yang melihat ini ada kepentingan, ekonomi besar. Ada orang-orang tertentu menginginkan yang muda. Itu sangat luar biasa banyak dan anak jalanan itu mendapat situasi rentan itu," kata Maryati.
Jakarta: Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Trafficking dan Eksploitasi Anak, Ai Maryati Solihah, membeberkan empat alasan anak dapat terjerumus prostitusi. Pertama, keluarga terlalu abai mengasuh anak.
"Artinya anak ini tidak bicara, orang tua tidak tahu dia
ngapain dan kemana. Di sini ada situasi yang rentan karena keluarga tidak bisa terbuka komunikasinya," kata Maryati kepada
Medcom.id, Rabu, 17 Juni 2020.
Anak yang kurang diperhatikan orang tua rentan masuk lingkungan tidak baik. Mereka berpotensi bertemu kriminal, seperti muncikari. Anak pun diiming-imingi sejumlah uang dan terlibat lingkaran prostitusi.
Kedua, anak merasa tidak nyaman karena masalah keluarga. Mereka mencari kenyamanan di tempat lain. Hal ini kerap terjadi pada anak kalangan berekonomi baik.
"Ketemunya dengan lingkungan yang biasanya seperti itu, membawa situasi foya-foya, berhura-hura, dan mungkin disertai kebebasan tanpa norma dan etika maka anak lebih terdorong untuk masuk situasi itu," jelas Maryati.
Baca:
Kasus Warga Amerika Pedofil Lebih Tepat Disebut Prostitusi
Ketiga, anak dari keluarga ekonomi lemah yang terpaksa berada dalam prostitusi. Maryati mencontohkan, anak biasanya diajak bekerja menjadi pramusaji atau asisten rumah tangga (ART). Namun, mereka justru dibawa masuk ke ranah eksploitasi seksual.
"Sementara dia punya utang, tanggungan dan mungkin juga berutang saat perjalanan ke kota, dan sebagainya," ucapnya.
Terakhir, anak-anak jalanan yang dikumpulkan dan diasuh oleh muncikari. Anak-anak awalnya hanya diminta menemani berbicara pedofil. Namun, akhirnya mereka dipaksa memuaskan hasrat seksual.
"Bagi orang-orang yang melihat ini ada kepentingan, ekonomi besar. Ada orang-orang tertentu menginginkan yang muda. Itu sangat luar biasa banyak dan anak jalanan itu mendapat situasi rentan itu," kata Maryati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)