medcom.id, Jakarta: Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Pandjaitan mengatakan, suap yang diterima Bupati Nganjuk Taufiqurrahman dipakai untuk operasionalnya bersama sang istri, Ita Tribawati selama di Jakarta.
“Ini bisa untuk operasional selama bupati dan istri di Jakarta,” kata Basaria dalam konferensi pers di gedung KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis 26 Oktober 2017.
Basaria mengatakan, biaya operasional itu biasa dikumpulkan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nganjuk Ibnu Hajar dan Kepala SMPN 3 Ngronggot Kabupaten Nganjuk Suwandi. Keduanya merupakan orang kepercayaan Taufiq.
Ia menyebut, Taufiq kerap menghubungi Ibnu dan Suwandi jika ada keperluan. Hal ini pun dilakukan Taufiq saat akan berangkat ke Jakarta.
"Kalau bupati ada keperluan, biasanya dia ngomong ke Suwandi butuhnya berapa, sama dengan keberangkatan ke Jakarta," tuturnya.
Baca: Kronologi OTT Bupati Nganjuk
Tidak hanya itu, KPK, lanjutnya, bakal mendalami keterkaitan Ita Tribawati dalam kasus ini. Pasalnya, ada dugaan jika uang tersebut bakal dipakai untuk biaya kampanye Ita yang bakal maju dalam Pilkada Bupati Nganjuk 2018.
Namun, Basaria memperkirakan uang tersebut tidak akan digunakan Ita untuk kampanye. “Dana ini yang tertangkap jumlahnya hanya Rp200 jutaan ya, enggak akan cukup rasanya (untuk kampanye),” ucap Basaria.
Basaria menegaskan, Ita tidak terlibat dalam kasus suap Rp289 juta itu. Namun, kata dia, bukan tidak mungkin ada hal-hal di luar kasus yang juga akan diusut oleh penyidik.
"Untuk sementara dari hasil pemeriksaan tim tidak ada keterlibatan istrinya dalam kasus ini. Kalau ada pengembangan, itu lain hal," ucapnya.
Baca: KPK Sebut Bupati Nganjuk Terlampau Nekat
Ita saat ini menjabat sebagai Sekretaris Daerah Jombang. Rencananya, ia dicalonkan sebagai kandidat Bupati Nganjuk pada pilkada serentak 2018 mendatang oleh Partai Golkar.
Dalam kasus dugaan suap Bupati Nganjuk, KPK telah menetapkan lima orang tersangka. Tiga tersangka penerima suap yakni, Taufiqurrahman, Ibnu Hajar, dan Suwandi.
Sementara itu, tersangka pemberi suap yakni, Kepala Bagian Umum RSUD Kabupaten Nganjuk Mukhammad Bisri serta Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk Harjanto.
Baca: KPK Tetapkan Lima Tersangka Kasus Suap Bupati Nganjuk
Kelimanya ditetapkan sebagai tersangka setelah tertangkap tangan oleh KPK pada Rabu, 25 Oktober 2017. Setelah diperiksa, diketahui, modus mereka adalah penerimaan hadiah atau janji oleh Bupati Nganjuk terkait perekrutan dan pengelolaan aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai negeri sipil (PNS) di Kabupaten Nganjuk.
Saat melakukan OTT, penyidik mengamankan uang sebanyak Rp298.020.000. Rinciannya, dari tangan IH sebanyak Rp149.120.000 sedangkan dari tangan SUW sebanyak Rp148.900.000
Atas perbuatannya, Mukhammad Bisri dan Harjanto sebagai tersangka pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001.
Sementara itu, Taufiq, Ibnu Hajar, dan Suwandi sebagai penerima suap disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/xkEG84eN" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Pandjaitan mengatakan, suap yang diterima Bupati Nganjuk Taufiqurrahman dipakai untuk operasionalnya bersama sang istri, Ita Tribawati selama di Jakarta.
“Ini bisa untuk operasional selama bupati dan istri di Jakarta,” kata Basaria dalam konferensi pers di gedung KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis 26 Oktober 2017.
Basaria mengatakan, biaya operasional itu biasa dikumpulkan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nganjuk Ibnu Hajar dan Kepala SMPN 3 Ngronggot Kabupaten Nganjuk Suwandi. Keduanya merupakan orang kepercayaan Taufiq.
Ia menyebut, Taufiq kerap menghubungi Ibnu dan Suwandi jika ada keperluan. Hal ini pun dilakukan Taufiq saat akan berangkat ke Jakarta.
"Kalau bupati ada keperluan, biasanya dia ngomong ke Suwandi butuhnya berapa, sama dengan keberangkatan ke Jakarta," tuturnya.
Baca: Kronologi OTT Bupati Nganjuk
Tidak hanya itu, KPK, lanjutnya, bakal mendalami keterkaitan Ita Tribawati dalam kasus ini. Pasalnya, ada dugaan jika uang tersebut bakal dipakai untuk biaya kampanye Ita yang bakal maju dalam Pilkada Bupati Nganjuk 2018.
Namun, Basaria memperkirakan uang tersebut tidak akan digunakan Ita untuk kampanye. “Dana ini yang tertangkap jumlahnya hanya Rp200 jutaan ya, enggak akan cukup rasanya (untuk kampanye),” ucap Basaria.
Basaria menegaskan, Ita tidak terlibat dalam kasus suap Rp289 juta itu. Namun, kata dia, bukan tidak mungkin ada hal-hal di luar kasus yang juga akan diusut oleh penyidik.
"Untuk sementara dari hasil pemeriksaan tim tidak ada keterlibatan istrinya dalam kasus ini. Kalau ada pengembangan, itu lain hal," ucapnya.
Baca: KPK Sebut Bupati Nganjuk Terlampau Nekat
Ita saat ini menjabat sebagai Sekretaris Daerah Jombang. Rencananya, ia dicalonkan sebagai kandidat Bupati Nganjuk pada pilkada serentak 2018 mendatang oleh Partai Golkar.
Dalam kasus dugaan suap Bupati Nganjuk, KPK telah menetapkan lima orang tersangka. Tiga tersangka penerima suap yakni, Taufiqurrahman, Ibnu Hajar, dan Suwandi.
Sementara itu, tersangka pemberi suap yakni, Kepala Bagian Umum RSUD Kabupaten Nganjuk Mukhammad Bisri serta Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk Harjanto.
Baca: KPK Tetapkan Lima Tersangka Kasus Suap Bupati Nganjuk
Kelimanya ditetapkan sebagai tersangka setelah tertangkap tangan oleh KPK pada Rabu, 25 Oktober 2017. Setelah diperiksa, diketahui, modus mereka adalah penerimaan hadiah atau janji oleh Bupati Nganjuk terkait perekrutan dan pengelolaan aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai negeri sipil (PNS) di Kabupaten Nganjuk.
Saat melakukan OTT, penyidik mengamankan uang sebanyak Rp298.020.000. Rinciannya, dari tangan IH sebanyak Rp149.120.000 sedangkan dari tangan SUW sebanyak Rp148.900.000
Atas perbuatannya, Mukhammad Bisri dan Harjanto sebagai tersangka pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001.
Sementara itu, Taufiq, Ibnu Hajar, dan Suwandi sebagai penerima suap disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DMR)