Jakarta: Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menilai kuasa hukum Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mardani Maming telah melanggar kode etik. Pasalnya, kuasa hukum menyarankan Maming untuk mangkir dari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan dalih ada praperadilan.
"Setidaknya mestinya kena kode etik karena diduga malah tidak patuh hukum dan menyarankan untuk tidak patuh hukum," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada Medcom.id, Senin, 18 Juli 2022.
Advokat tidak dibenarkan untuk memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien dalam penanganan perkara. Kebijakan itu tertera dalam Pasal 4 ayat 2 Kode Etik Advokat Indonesia.
Saran untuk mangkir dari pemeriksaan itu dinilai sebagai keterangan yang menyesatkan klien. Seharusnya, kata Boyamin, kuasa hukum menyarankan Maming memenuhi panggilan penyidik.
"Mestinya kan malah lawyer itu memberikan saran yang terbaik untuk klien, artinya yang terbaik itu yang patuh hukum. Karena nanti kan kalau tidak datang bisa diterbitkan membawa, malah merugikan klien kan," ujar Boyamin.
Kuasa hukum Maming diminta tidak menyarankan kliennya untuk mangkir dari pemeriksaan KPK. Boyamin juga berharap kuasa hukum tidak merintangi KPK jika ada upaya paksa terhadap Maming.
"Kalau nanti menghalangi pada saat waktu membawa setelah diterbitkan surat perintah membawa itu baru menghalangi penyidikan," tutur Boyamin.
Kubu Maming meminta KPK menghormati proses praperadilan. Lembaga Antirasuah itu diminta tidak sembarangan melakukan panggilan dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
"Kami telah mengirimkan surat kepada KPK yang pada intinya meminta semua pihak menghormati proses praperadilan yang sedang berlangsung, dan karenanya tidak melakukan pemeriksaan terlebih dahulu untuk menunggu proses dan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata Kuasa Hukum Mardani, Denny Siregar melalui keterangan tertulis, Kamis, 14 Juli 2022.
Denny mengatakan kliennya kini tengah mencoba mengambil opsi hukum untuk memprotes penetapan tersangka yang dilakukan KPK. Lembaga Antikorupsi diharap memberikan waktu kepada Mardani untuk fokus dalam praperadulan itu.
Kuasa Hukum Mardani lainnya, Bambang Widjojanto mengeklaim kliennya dikriminalisasi. Karena itu, Mardani ingin fokus dalam praperadilan untuk membuktikan tudingan kriminalisasi itu.
"Permohonan praperadilan ini dilakukan demi pernyataan KPK sendiri yang mengatakan akan melakukan penegakkan hukum dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum," ujar Bambang.
Jakarta: Masyarakat
Antikorupsi Indonesia (MAKI) menilai kuasa hukum Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
Mardani Maming telah melanggar kode etik. Pasalnya, kuasa hukum menyarankan Maming untuk mangkir dari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) dengan dalih ada praperadilan.
"Setidaknya mestinya kena kode etik karena diduga malah tidak patuh hukum dan menyarankan untuk tidak patuh hukum," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada
Medcom.id, Senin, 18 Juli 2022.
Advokat tidak dibenarkan untuk memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien dalam penanganan perkara. Kebijakan itu tertera dalam Pasal 4 ayat 2 Kode Etik Advokat Indonesia.
Saran untuk mangkir dari pemeriksaan itu dinilai sebagai keterangan yang menyesatkan klien. Seharusnya, kata Boyamin, kuasa hukum menyarankan Maming memenuhi panggilan penyidik.
"Mestinya kan malah
lawyer itu memberikan saran yang terbaik untuk klien, artinya yang terbaik itu yang patuh hukum. Karena nanti kan kalau tidak datang bisa diterbitkan membawa, malah merugikan klien kan," ujar Boyamin.
Kuasa hukum Maming diminta tidak menyarankan kliennya untuk mangkir dari pemeriksaan KPK. Boyamin juga berharap kuasa hukum tidak merintangi KPK jika ada upaya paksa terhadap Maming.
"Kalau nanti menghalangi pada saat waktu membawa setelah diterbitkan surat perintah membawa itu baru menghalangi penyidikan," tutur Boyamin.