Ilustrasi KTP-el/ANT/Irwansyah Putra
Ilustrasi KTP-el/ANT/Irwansyah Putra

KPK Diminta Jerat Korporasi di Kasus KTP-el

Juven Martua Sitompul • 02 Mei 2018 17:35
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mengusut keterlibatan perusahaan dalam korupsi megaproyek pengadaan KTP-el bernilai Rp5,8 triliun.
 
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menilai pada putusan Setya Novanto jelas disebutkan nama-nama perusahaan yang turut diperkaya proyek di bawah Kementerian Dalam Negeri itu.
 
"Karena bagaimanapun kita melihat banyaknya perusahaan yang terlibat dalam perkara ini yang kemudian kalau dari berbagai macam proses penegakan hukum di tindak pidana korupsi itu kita lihat, pihak korporasi menikmati uang dari KTP-el ini," tegas Adnan saat dikonfirmasi, Rabu, 2 Mei 2018.

Baca: Hak Politik Novanto Dicabut
 
Proyek KTP-el digarap sejumlah konsorsium yang terdiri dari Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Sandipala Arthaputra, dan PT Quadra Solution.
 
Pada putusan Novanto, konsorsium itu disebut mendapat keuntungan bervariasi dengan rincian: PNRI diperkaya Rp107,7 miliar; LEN Industri Rp5,4 miliar; Sucofindo Rp8,2 miliar; dan Sandipala Arthaputra Rp145,8 miliar.
 
PT Mega Lestari Unggul (yang merupakan holding company PT Sandipala Arthaputra) Rp148,8 miliar, dan Quadra Solution Rp79 miliar. Sementara manajemen bersama Konsorsium PNRI mendapat keuntungan Rp137,9 miliar.
 
Baca: Novanto Memutuskan tidak Banding
 
KPK bakal sulit mengembalikan kerugian uang negara tanpa menjerat korporasi yang diuntungkan. Terlebih dampak kasus tersebut sangat luas.
 
"Bukan hanya uang proyeknya gede tapi juga masyarakat ini kan akhirnya kehilangan akses terhadap ID mereka sendiri. Bayangkan kalau orang tidak punya KTP-el, bikin ini-itu tidak bisa, perpanjang macam-macam tidak bisa," jelas Adnan.
 
Adnan menyatakan korupsi KTP-el juga telah menghancurkan sektor fundamental, yakni identitas penduduk di Indonesia. Padahal, KTP-el atau sistem administrasi kependudukan dibuat untuk memperbaiki negara, termasuk mencegah korupsi.
 
"Karena kalau semua sudah online dengan baik dan orang hanya punya satu identitas itu akan mudah di cross-check dan di sini lah unsur pencegahan korupsi itu masuk. Tapi kemudian malah dikacaukan oleh praktik korupsi yang terjadi dalam kasus ini," ucap dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan