Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) membongkar kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI). Rasuah di perusahaan pelat merah itu terjadi karena adanya kongkalikong transaksi pada investasi maupun reksa dana.
"Transaksi-transaksi yang dilakukan hanya transaksi semu," kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Senin, 1 Februari 2021.
Leonard menjelaskan duduk perkara korupsi di PT ASABRI. Pada 2012-2019, mantan Direktur Utama ASABRI, ARD; Direktur Investasi dan Keuangan ASABRI periode 2008-2014, BE; serta Kepala Divisi Investasi ASABRI periode 2012-2017, IWS, bersama-sama melakukan kesepakatan dengan pihak swasta yang bukan konsultan investasi atau manajer investasi (MI).
Pihak swasta itu, yakni Direktur PT Trada Alam Mineral dan Direktur PT Maxima Integral, Heru Hidayat (HH); Direktur PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro (BTS); dan Direktur Utama PT Prima Jaringan, LP. Kesepakatan yang dilakukan adalah membeli atau menukar saham dalam portofolio PT ASABRI dengan saham-saham milik ketiga pihak swasta itu.
"Dengan harga yang telah dimanipulasi menjadi tinggi, dengan tujuan agar kinerja portofolio PT ASABRI terlihat seolah-olah baik," ungkap Leonard.
Setelah saham-saham tersebut menjadi milik PT ASABRI, saham itu ditransaksikan atau dikendalikan pihak Heru Hidayat, Benny Tjokro, dan LP. Transaksi dilakukan atas kesepakatan bersama dengan Direksi PT ASABRI.
"Sehingga seolah-olah saham tersebut bernilai tinggi dan likuid, padahal transaksi-transaksi yang dilakukan hanya transaksi semu dan menguntungkan pihak HH, BTS, dan LP, serta merugikan investasi atau keuangan PT ASABRI," ujar Leonard.
Sebab, kata dia, PT ASABRI menjual saham-saham dalam portofolionya dengan harga di bawah perolehan saham-saham tersebut. Leonard menyebut saham yang dijual di bawah harga perolehan itu ditransaksikan kembali oleh HH, BTS dan LP kepada PT ASABRI melalui underlying reksa dana yang dikelola MI, serta dikendalikan HH dan BT.
Transaksi itu dilakukan untuk menghindari kerugian investasi pada PT ASABRI. Seluruh kegiatan investasi pada kurun waktu 2012-2019 tidak dikendalikan PT ASABRI.
"Namun seluruhnya dikendalikan oleh HH, BTS, dan LP," ucap Leonard.
Baca: 8 Orang Jadi Tersangka Korupsi ASABRI: 2 Eks Dirut Hingga 2 Terdakwa Jiwasraya
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menaksir kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp23.739.936.916.742,58. Sementara itu, Kejagung menetapkan delapan tersangka, yakni Direktur Utama (Dirut) ASABRI periode 2011 - Maret 2016, ARD; Dirut ASABRI periode Maret 2016-Juli 2020, SW; Dirut Keuangan ASABRI periode Oktober 2008-Juni 2014, BE; Dirut ASABRI periode 2013-2014 dan 2015-2019, HS; Kepala Divisi Investasi ASABRI periode Juli 2012-Januari 2017, IWS; dan Dirut PT Prima Jaringan, LP.
Dua tersangka lainnya adalah terdakwa kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya. Yakni, Benny Tjokro dan Heru Hidayat.
Para tersangka dijerat primer Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) membongkar kasus dugaan
korupsi di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (
ASABRI). Rasuah di perusahaan pelat merah itu terjadi karena adanya kongkalikong transaksi pada investasi maupun reksa dana.
"Transaksi-transaksi yang dilakukan hanya transaksi semu," kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Senin, 1 Februari 2021.
Leonard menjelaskan duduk perkara korupsi di PT ASABRI. Pada 2012-2019, mantan Direktur Utama ASABRI, ARD; Direktur Investasi dan Keuangan ASABRI periode 2008-2014, BE; serta Kepala Divisi Investasi ASABRI periode 2012-2017, IWS, bersama-sama melakukan kesepakatan dengan pihak swasta yang bukan konsultan investasi atau manajer investasi (MI).
Pihak swasta itu, yakni Direktur PT Trada Alam Mineral dan Direktur PT Maxima Integral, Heru Hidayat (HH); Direktur PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro (BTS); dan Direktur Utama PT Prima Jaringan, LP. Kesepakatan yang dilakukan adalah membeli atau menukar saham dalam portofolio PT ASABRI dengan saham-saham milik ketiga pihak swasta itu.
"Dengan harga yang telah dimanipulasi menjadi tinggi, dengan tujuan agar kinerja portofolio PT ASABRI terlihat seolah-olah baik," ungkap Leonard.
Setelah saham-saham tersebut menjadi milik PT ASABRI, saham itu ditransaksikan atau dikendalikan pihak Heru Hidayat, Benny Tjokro, dan LP. Transaksi dilakukan atas kesepakatan bersama dengan Direksi PT ASABRI.
"Sehingga seolah-olah saham tersebut bernilai tinggi dan likuid, padahal transaksi-transaksi yang dilakukan hanya transaksi semu dan menguntungkan pihak HH, BTS, dan LP, serta merugikan investasi atau keuangan PT ASABRI," ujar Leonard.
Sebab, kata dia, PT ASABRI menjual saham-saham dalam portofolionya dengan harga di bawah perolehan saham-saham tersebut. Leonard menyebut saham yang dijual di bawah harga perolehan itu ditransaksikan kembali oleh HH, BTS dan LP kepada PT ASABRI melalui underlying reksa dana yang dikelola MI, serta dikendalikan HH dan BT.
Transaksi itu dilakukan untuk menghindari kerugian investasi pada PT ASABRI. Seluruh kegiatan investasi pada kurun waktu 2012-2019 tidak dikendalikan PT ASABRI.
"Namun seluruhnya dikendalikan oleh HH, BTS, dan LP," ucap Leonard.
Baca: 8 Orang Jadi Tersangka Korupsi ASABRI: 2 Eks Dirut Hingga 2 Terdakwa Jiwasraya
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menaksir kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp23.739.936.916.742,58. Sementara itu, Kejagung menetapkan delapan tersangka, yakni Direktur Utama (Dirut) ASABRI periode 2011 - Maret 2016, ARD; Dirut ASABRI periode Maret 2016-Juli 2020, SW; Dirut Keuangan ASABRI periode Oktober 2008-Juni 2014, BE; Dirut ASABRI periode 2013-2014 dan 2015-2019, HS; Kepala Divisi Investasi ASABRI periode Juli 2012-Januari 2017, IWS; dan Dirut PT Prima Jaringan, LP.
Dua tersangka lainnya adalah terdakwa kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya. Yakni, Benny Tjokro dan Heru Hidayat.
Para tersangka dijerat primer Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)