Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (rompi oranye) dibawa petugas masuk gedung KPK. Foto: MI/Susanto
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (rompi oranye) dibawa petugas masuk gedung KPK. Foto: MI/Susanto

Divonis 5 Tahun Bui, Edhy Dianggap Tak Beri Teladan Sebagai Menteri

Fachri Audhia Hafiez • 15 Juli 2021 16:57
Jakarta: Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dijatuhi hukuman lima tahun penjara dalam kasus suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur. Salah satu pertimbangan hakim dalam menjatuhi hukuman, yakni Edhy tak menjadi contoh yang baik.
 
"Terdakwa selaku penyelenggara negara, yaitu menteri kelautan dan perikanan, tidak memberikan teladan," kata Ketua Majelis Hakim Albertus Usada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 15 Juli 2021.
 
Perbuatan Edhy juga disebut tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Selain itu, dia telah menggunakan uang hasil korupsinya.

Baca: Suap Izin Ekspor Benur, Edhy Prabowo Divonis 5 Tahun Penjara
 
Majelis hakim menilai ada perbuatan Edhy yang membuat hukumannya tidak semakin berat. Edhy dianggap sopan selama pemeriksaan di persidangan dan belum pernah dihukum.
 
"Sebagian harta benda terdakwa yang diperoleh dari tindak pidana korupsi telah disita," ujar Hakim Albertus.
 
Edhy divonis lima tahun penjara serta denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan. Hukuman itu serupa dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
 
Dia juga dikenakan hukuman membayar uang pengganti Rp9.687.447.219 dan USD77 ribu (sekitar Rp1,12 miliar). Hak dipilih Edhy dalam jabatan publik turut dicabut selama tiga tahun.
 
Edhy terbukti menerima suap Rp25,7 miliar atas pengadaan ekspor benur. Politikus Gerindra itu menerima uang US$77 ribu dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama, Suharjito, melalui asisten pribadinya Amiril Mukminin dan staf khusus menteri kelautan dan perikanan Safri. 
 
Edhy juga menerima Rp24,62 miliar melalui Amiril, staf istri menteri kelautan dan perikanan Ainul Faqih, staf khusus menteri kelautan dan perikanan Andreau Pribadi Misanta, dan pengurus PT ACK Siswadhi Pranoto Loe.
 
Seluruh pemberian fulus tersebut untuk mempercepat proses persetujuan pemberian izin budi daya lobster dan izin ekspor BBL kepada perusahaan-perusahaan pengekspor. Uang diberikan bertahap selama Februari hingga November 2020.
 
Perbuatan Edhy melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan