"Banyak anak-anak yang belum dewasa, kelompok usia SD, SMP (pelaku judi online)," kata Ketua Kelompok Kehumasan Pusat Pelaporan Analis Transaksi Keuangan (PPATK) Natsir Kongah, Selasa, 18 Juni 2024.
Ironisnya, kata dia, mayoritas pelaku judi online bukan dari kelompok masyarakat dengan ekonomi yang berkecukupan. Justru, pelakunya dari kelompok masyarakat yang secara ekonomi pas-pasan, bahkan miskin.
"Bahkan para pengemis, mereka yang tak memiliki pekerjaan, para pekerja sektor informal (terjerat judi online)," ungkap dia.
Baca juga: Kriminolog: Penjudi Online Bermasalah Dengan Hukum Bukan Diberi Bansos |
PPATK juga mengendus segelintir orang dewasa dan anak di bawah umur menghimpun dana untuk bermain judi online. Parahnya, sebagian dari mereka menggunakan rekening perantara agar bisa bermain judi online.
"Terbukti dari data transaksi (menggunakan nama perantara, bukan pelaku). Memang fenomena judi online sudah merambah hampir semua kalangan. Dari usia anak hingga usia tua," ungkap Natsir.
Natsir menyebut ada juga kelompok lanjut usia yang kecanduan judi online. Uang yang digunakan oleh lansia itu ternyata berasal dari nafkah bulanan yang diberikan oleh anaknya untuk keperluan kehidupan sehari-hari.
"Bahkan ada anak yang mengadukan ibu atau bapaknya yang sudah sepuh terlibat judol (judi online). Padahal si anak yang memberikan nafkah bulanan untuk orang tuanya. Ternyata malah dipakai untuk judol," kata dia.
Dia berharap Satgas Pemberantasan Judi Online yang dibentuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa bekerja dengan baik. Dia juga mengingatkan agar masyarakat tidak lagi terlena dengan judi online yang hanya memikin hidup makin terpuruk.
"Jangan terlena oleh judol. Setelah kami cek transaksinya, memang terbukti fenomenanya demikian," ungkap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id