Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berhenti dengan vonis meminta maaf para pegawai terseret skandal pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan). Sekretaris Jenderal (Sekjen) Lembaga Antirasuah Cahya H Harefa bakal memeriksa ulang mereka.
“Sekjen juga membentuk tim pemeriksa yang terdiri dari unsur inspektorat, biro SDM, biro umum, dan atasan para pegawai yang terperiksa,” kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat, 16 Februari 2024.
Pihaknya menghormati vonis Dewan Pengawas (Dewas) Lembaga Antirasuah yang menyuruh mereka meminta maaf usai menerima pungli. Pemeriksaan ulang dilakukan untuk memberikan sanksi disiplin.
Sanksi tersebut berbeda dengan vonis etik. Ali belum bisa memerinci kemungkinan buruk untuk 90 pegawai yang menerima pungli itu.
“Tim akan melakukan pemeriksaan terhadap seluruh pegawai terperiksa untuk penerapan sanksi disiplinnya. Baik kepada 78 pegawai yang telah dijatuhi hukuman etik, maupun 12 lainnya yang tidak bisa dijatuhi hukuman etik karena tempus peristiwanya sebelum terbentuknya Dewas,” ucap Ali.
Hasil sanksi disiplin itu akan diberitahukan kepada instansi asal para pegawai. Sebanyak 90 karyawan itu merupakan pegawai negeri yang dipekerjakan.
Sebanyak 78 pegawai KPK dinyatakan melanggar etik karena menerima pungutan liar di rumah tahanan. Total, ada 90 karyawan Lembaga Antirasuah terlibat.
“Jadi ada dua, satu mengenai putusan yang berhubungan dengan penyatuan sanksi berat sebagimana yang saya sampaikan tadi ada berjumlah 78 terperiksa,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Gedung Dewas KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Februari 2024.
Tumpak mengatakan hukuman untuk mereka yakni diminta meminta maaf secara terbuka langsung. Hukuman itu dinilai yang tertinggi dalam sanksi etik untuk aparatur sipil negara (ASN) berdasarkan aturan yang berlaku.
Sebanyak 12 pegawai dilepaskan dari sanski etik meski terbukti menerima pungli di rutan KPK. Alasan Dewas Lembaga Antirasuah membiarkan mereka yakni karena penerimaan terjadi sebelum instansi pemantau terbangun.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) tidak berhenti dengan vonis meminta maaf para pegawai terseret skandal pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan). Sekretaris Jenderal (Sekjen) Lembaga Antirasuah Cahya H Harefa bakal memeriksa ulang mereka.
“Sekjen juga membentuk tim pemeriksa yang terdiri dari unsur inspektorat, biro SDM, biro umum, dan atasan para pegawai yang terperiksa,” kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat, 16 Februari 2024.
Pihaknya menghormati vonis Dewan Pengawas (Dewas) Lembaga Antirasuah yang menyuruh mereka meminta maaf usai menerima
pungli. Pemeriksaan ulang dilakukan untuk memberikan sanksi disiplin.
Sanksi tersebut berbeda dengan vonis etik. Ali belum bisa memerinci kemungkinan buruk untuk 90 pegawai yang menerima pungli itu.
“Tim akan melakukan pemeriksaan terhadap seluruh pegawai terperiksa untuk penerapan sanksi disiplinnya. Baik kepada 78 pegawai yang telah dijatuhi hukuman etik, maupun 12 lainnya yang tidak bisa dijatuhi hukuman etik karena tempus peristiwanya sebelum terbentuknya Dewas,” ucap Ali.
Hasil sanksi disiplin itu akan diberitahukan kepada instansi asal para pegawai. Sebanyak 90 karyawan itu merupakan pegawai negeri yang dipekerjakan.
Sebanyak 78 pegawai KPK dinyatakan melanggar etik karena menerima pungutan liar di rumah tahanan. Total, ada 90 karyawan Lembaga Antirasuah terlibat.
“Jadi ada dua, satu mengenai putusan yang berhubungan dengan penyatuan sanksi berat sebagimana yang saya sampaikan tadi ada berjumlah 78 terperiksa,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Gedung Dewas KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Februari 2024.
Tumpak mengatakan hukuman untuk mereka yakni diminta meminta maaf secara terbuka langsung. Hukuman itu dinilai yang tertinggi dalam sanksi etik untuk aparatur sipil negara (ASN) berdasarkan aturan yang berlaku.
Sebanyak 12 pegawai dilepaskan dari sanski etik meski terbukti menerima pungli di rutan KPK. Alasan Dewas Lembaga Antirasuah membiarkan mereka yakni karena penerimaan terjadi sebelum instansi pemantau terbangun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)