Jakarta: Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen (Purn) Ansyaad Mbai mengatakan virus radikal lebih mengerikan ketimbang virus korona (Covid-19). Virus radikal mengorbankan bangsa Indonesia.
"Virus korona sudah jelas angka korbannya berapa persen, kalau virus radikal ISIS ini korbannya bangsa kita ini. Maka itu, jauh lebih mengerikan virus ISIS daripada virus korona," kata Ansyaad dalam diskusi 'ISIS dipulangkan atau dilupakan?' di IBIS Tamarin, Jalan KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu, 7 Maret 2020.
Ansyaad memaparkan sejumlah sumber radikalisme. Pertama, kelompok yang mengeklaim pemahaman kelompoknya saja yang benar, yang lain tidak benar dan dinyatakan kafir.
Kedua, kelompok itu merasa paling paham doktrin agama yakni Alquran dan hadis. Ansyaad menuturkan saking pahamnya, mereka merasa punya otoritas menghakimi pemahaman orang lain yang berbeda atas nama Tuhan.
"Contohnya membakar, merusak barang orang. Kalau mau potong leher orang mengucapkan Allahuakbar. Ini fakta," beber Ansyaad.
(Baca: Pemerintah Proses Pemblokiran Paspor WNI Eks ISIS)
Ansyaad menilai keputusan pemerintah tidak memulangkan WNI eks ISIS sudah tepat. Sikap pemerintah mesti didukung.
"Jadi kita harus waspada terhadap virus radikal ISIS ini," ujar dia.
Wakil Rektor Universitas Islam International Indonesia, Jamhari Makruf, mengamini virus radikal lebih berat daripada virus korona. Sebab, virus korona bisa dicari antivirusnya baik oleh ilmuwan dalam negeri maupun luar negeri.
Antivirus itu, kata dia, bisa diekspor dan bisa menyembuhkan korban di seluruh dunia. Sementara, seseorang yang terkena virus radikalisme bisa sembuh dengan deradikalisasi. Namun, cakupan penyembuhan hanya dalam negeri.
"Deradikalisasi itu tidak bisa diekspor ke negara lain, karena masalahnya berbeda, lingkungannya berbeda, motifnya juga berbeda. Maka itu, virus radikalisme ini lebih berbahaya," kata dia.
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menegaskan pemerintah tidak akan memulangkan WNI yang terlibat jaringan teroris di luar negeri. Pemerintah membuka kemungkinan memulangkan anak-anak anak-anak yatim piatu di kawasan Suriah dan Turki.
Jakarta: Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen (Purn) Ansyaad Mbai mengatakan virus radikal lebih mengerikan ketimbang virus korona (Covid-19). Virus radikal mengorbankan bangsa Indonesia.
"Virus korona sudah jelas angka korbannya berapa persen, kalau virus radikal ISIS ini korbannya bangsa kita ini. Maka itu, jauh lebih mengerikan virus ISIS daripada virus korona," kata Ansyaad dalam diskusi 'ISIS dipulangkan atau dilupakan?' di IBIS Tamarin, Jalan KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu, 7 Maret 2020.
Ansyaad memaparkan sejumlah sumber radikalisme. Pertama, kelompok yang mengeklaim pemahaman kelompoknya saja yang benar, yang lain tidak benar dan dinyatakan kafir.
Kedua, kelompok itu merasa paling paham doktrin agama yakni Alquran dan hadis. Ansyaad menuturkan saking pahamnya, mereka merasa punya otoritas menghakimi pemahaman orang lain yang berbeda atas nama Tuhan.
"Contohnya membakar, merusak barang orang. Kalau mau potong leher orang mengucapkan Allahuakbar. Ini fakta," beber Ansyaad.
(Baca:
Pemerintah Proses Pemblokiran Paspor WNI Eks ISIS)
Ansyaad menilai keputusan pemerintah tidak memulangkan WNI eks ISIS sudah tepat. Sikap pemerintah mesti didukung.
"Jadi kita harus waspada terhadap virus radikal ISIS ini," ujar dia.
Wakil Rektor Universitas Islam International Indonesia, Jamhari Makruf, mengamini virus radikal lebih berat daripada virus korona. Sebab, virus korona bisa dicari antivirusnya baik oleh ilmuwan dalam negeri maupun luar negeri.
Antivirus itu, kata dia, bisa diekspor dan bisa menyembuhkan korban di seluruh dunia. Sementara, seseorang yang terkena virus radikalisme bisa sembuh dengan deradikalisasi. Namun, cakupan penyembuhan hanya dalam negeri.
"Deradikalisasi itu tidak bisa diekspor ke negara lain, karena masalahnya berbeda, lingkungannya berbeda, motifnya juga berbeda. Maka itu, virus radikalisme ini lebih berbahaya," kata dia.
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menegaskan pemerintah tidak akan memulangkan WNI yang terlibat jaringan teroris di luar negeri. Pemerintah membuka kemungkinan memulangkan anak-anak anak-anak yatim piatu di kawasan Suriah dan Turki.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)