Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan memanggil tersangka sekaligus karyawan Alfamidi Kota Ambon, Amri. Pemanggilan terkait kasus dugaan suap izin prinsip pembangunan cabang retail di Ambon pada 2020 yang menjerat Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy.
"Kami pastikan nanti yang bersangkutan akan kami panggil sebagai tersangka," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri kepada Medcom.id, Selasa, 17 Mei 2022.
Ali belum bisa memerinci kapan Amri dipanggil. Pengumpulan bukti kasus suap ini masih dilakukan. Tim penyidik KPK sudah menjadwalkan pemanggilan saksi menguatkan tudingan kepada para tersangka.
Baca: Kasus Wali Kota Ambon, KPK Ultimatum Pegawai Minimarket yang Buron
"Sejauh ini tim penyidik masih fokus lengkapi pembuktian perkara tersangka RL (Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy) dan kawan-kawan lebih dahulu," ujar Ali.
Richard Louhenapessy ditetapkan tersangka kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Ambon pada 2020. Dia juga ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi.
Sebanyak dua pihak lain juga ditetapkan sebagai tersangka, mereka ialah Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, Andrew Erin Hehanussa (AEH) dan karyawan Alfamidi Kota Ambon, Amri (AR). Amri masih buron.
Richard diduga mematok Rp25 juta kepada Amri untuk menyetujui dan menerbitkan dokumen izin ritel. Dokumen itu berupa Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Selain itu, Amri juga mengguyur Richard sebesar Rp500 juta. Fulus itu untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail. Uang diberikan bertahap melalui Andrew.
KPK juga mengendus Richard menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi. Namun, hal itu masih didalami lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.
Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Richard dan Andrew disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) memastikan memanggil tersangka sekaligus karyawan Alfamidi Kota Ambon, Amri. Pemanggilan terkait kasus dugaan suap izin prinsip pembangunan cabang retail di Ambon pada 2020 yang menjerat Wali Kota Ambon
Richard Louhenapessy.
"Kami pastikan nanti yang bersangkutan akan kami panggil sebagai tersangka," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri kepada
Medcom.id, Selasa, 17 Mei 2022.
Ali belum bisa memerinci kapan Amri dipanggil. Pengumpulan bukti kasus suap ini masih dilakukan. Tim penyidik KPK sudah menjadwalkan pemanggilan saksi menguatkan tudingan kepada para tersangka.
Baca:
Kasus Wali Kota Ambon, KPK Ultimatum Pegawai Minimarket yang Buron
"Sejauh ini tim penyidik masih fokus lengkapi pembuktian perkara tersangka RL (Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy) dan kawan-kawan lebih dahulu," ujar Ali.
Richard Louhenapessy ditetapkan tersangka kasus
dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Ambon pada 2020. Dia juga ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi.
Sebanyak dua pihak lain juga ditetapkan sebagai tersangka, mereka ialah Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, Andrew Erin Hehanussa (AEH) dan karyawan Alfamidi Kota Ambon, Amri (AR). Amri masih buron.
Richard diduga mematok Rp25 juta kepada Amri untuk menyetujui dan menerbitkan dokumen izin ritel. Dokumen itu berupa Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Selain itu, Amri juga mengguyur Richard sebesar Rp500 juta. Fulus itu untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail. Uang diberikan bertahap melalui Andrew.
KPK juga mengendus Richard menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi. Namun, hal itu masih didalami lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.
Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Richard dan Andrew disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)