Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dittipidnarkoba) Bareskrim Polri mengungkap tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari kasus narkotika hingga peredaran obat ilegal. Fulus dan aset para tersangka disita.
"Uang dan aset jika dijumlahkan mencapai Rp338 miliar. Ini jumlah cukup besar. Ini menjadi bagian bagaimana Polri beserta instansi lain berupaya optimal memberantas narkotika di Tanah Air," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis, 16 Desember 2021.
Menurut Rusdi, tindak pidana narkotika salah satu kejahatan terorganisasi. Permasalahan ini sudah menjadi momok di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
"Polri terus berupaya secara optimal juga bekerja sama dengan instansi terkait lainnya dalam rangka memberantas tindak pidana narkoba," ujar jenderal bintang satu itu.
Baca: Polisi Sebut Rehabilitasi Tak Jamin Pengguna Narkoba Sembuh Total
Dittipidnarkoba mengusut TPPU pada tiga kasus, yakni pengedaran narkotika jenis ekstasi, sabu, dan obat keras ilegal. Total ada tujuh tersangka dalam ketiga kasus tersebut.
Dirnarkoba Bareskrim Polri Brigjen Krisno Holoman Siregar menuturkan kasus pertama melibatkan seorang tersangka ARW. Pelaku tengah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusa Kambangan.
"Karena vonis seumur hidup untuk kasus yang diungkap Dittipidnarkoba pada 2017 di salah satu tempat hiburan malam di Kota Denpasar," ujar Krisno.
Krisno mengatakan ARW ditangkap atas peredaran ekstasi di tempat hiburan malam Bali pada 2017. Sebanyak 20 ribu butir ekstasi disita dari tangan ARW selaku manajer tempat hiburan malam itu.
Kemudian, polisi mengusut dugaan TPPU dalam kasus ARW. Polisi memiliki bukti yang kuat ARW membeli rumah dan tanah dari uang haram tersebut.
"Kami melakukan penyitaan berupa rumah dan aset tanah yang tersebar di Medan berbentuk ruko. Ada di Bali, Denpasar, Badung, dan ada yang di Nusa Tenggara Barat (NTB)," ungkap Krisno.
Polisi tengah menyelesaikan berkas perkara TPPU tersangka ARW. Polisi akan menyerahkan perkara ke kejaksaan untuk disidangkan apabila berkas telah rampung.
Kasus kedua, yakni pengedaran sabu yang diungkap pada 2015 dengan tersangka HS. HS sebagai pengendali kurir sabu diketahui menggunakan uang haram untuk membeli rumah, tanah, dan kendaraan bermotor.
"Kami menyita beberapa aset ada berupa rumah di salah satu perumahan di Medan, lalu mobil Lexus, dan banyak berupa tanah dan bangunan. Ada juga rekening yang digunakan sebagai sarana transaksi pembayaran narkoba," ucap Krisno.
Kasus ketiga, peredaran obat-obat keras ilegal yang terungkap di dua pabrik di Yogyakarta beberapa waktu lalu. Sebanyak lima tersangka ditangkap dalam kasus ini.
Krisno mengaku mendapatkan uang tunai dalam kasus ini dari salah satu tersangka. Uang yang telah disita itu, yakni SGD2 juta, Rp2,75 miliar, dan sejumlah rekening.
"Terhadap kasus ini kami juga menyita beberapa aset baik berupa tanah yang berada di Kawarang, rumah dan bangunan yang memang kami yakini ini diperoleh dari produksi obat-obat ilegal," kata Krisno.
Dia menegaskan penindakan narkoba tidak cukup hanya penyitaan barang bukti. Polri harus memiskinkan pelaku kejahatan.
"Sehingga upaya pemberantasan tersebut dapat maksimal," ucap Krisno.
Jakarta: Direktorat Tindak Pidana
Narkoba (Dittipidnarkoba) Bareskrim Polri mengungkap tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari
kasus narkotika hingga peredaran obat ilegal. Fulus dan aset para tersangka disita.
"Uang dan aset jika dijumlahkan mencapai Rp338 miliar. Ini jumlah cukup besar. Ini menjadi bagian bagaimana Polri beserta instansi lain berupaya optimal memberantas narkotika di Tanah Air," kata Karo Penmas Divisi Humas
Polri Brigjen Rusdi Hartono di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis, 16 Desember 2021.
Menurut Rusdi, tindak pidana narkotika salah satu kejahatan terorganisasi. Permasalahan ini sudah menjadi momok di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
"Polri terus berupaya secara optimal juga bekerja sama dengan instansi terkait lainnya dalam rangka memberantas tindak pidana narkoba," ujar jenderal bintang satu itu.
Baca:
Polisi Sebut Rehabilitasi Tak Jamin Pengguna Narkoba Sembuh Total
Dittipidnarkoba mengusut TPPU pada tiga kasus, yakni pengedaran narkotika jenis ekstasi, sabu, dan obat keras ilegal. Total ada tujuh tersangka dalam ketiga kasus tersebut.
Dirnarkoba Bareskrim Polri Brigjen Krisno Holoman Siregar menuturkan kasus pertama melibatkan seorang tersangka ARW. Pelaku tengah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusa Kambangan.
"Karena vonis seumur hidup untuk kasus yang diungkap Dittipidnarkoba pada 2017 di salah satu tempat hiburan malam di Kota Denpasar," ujar Krisno.
Krisno mengatakan ARW ditangkap atas peredaran ekstasi di tempat hiburan malam Bali pada 2017. Sebanyak 20 ribu butir ekstasi disita dari tangan ARW selaku manajer tempat hiburan malam itu.
Kemudian, polisi mengusut dugaan TPPU dalam kasus ARW. Polisi memiliki bukti yang kuat ARW membeli rumah dan tanah dari uang haram tersebut.
"Kami melakukan penyitaan berupa rumah dan aset tanah yang tersebar di Medan berbentuk ruko. Ada di Bali, Denpasar, Badung, dan ada yang di Nusa Tenggara Barat (NTB)," ungkap Krisno.
Polisi tengah menyelesaikan berkas perkara TPPU tersangka ARW. Polisi akan menyerahkan perkara ke kejaksaan untuk disidangkan apabila berkas telah rampung.
Kasus kedua, yakni pengedaran sabu yang diungkap pada 2015 dengan tersangka HS. HS sebagai pengendali kurir sabu diketahui menggunakan uang haram untuk membeli rumah, tanah, dan kendaraan bermotor.
"Kami menyita beberapa aset ada berupa rumah di salah satu perumahan di Medan, lalu mobil Lexus, dan banyak berupa tanah dan bangunan. Ada juga rekening yang digunakan sebagai sarana transaksi pembayaran narkoba," ucap Krisno.
Kasus ketiga, peredaran obat-obat keras ilegal yang terungkap di dua pabrik di Yogyakarta beberapa waktu lalu. Sebanyak lima tersangka ditangkap dalam kasus ini.
Krisno mengaku mendapatkan uang tunai dalam kasus ini dari salah satu tersangka. Uang yang telah disita itu, yakni SGD2 juta, Rp2,75 miliar, dan sejumlah rekening.
"Terhadap kasus ini kami juga menyita beberapa aset baik berupa tanah yang berada di Kawarang, rumah dan bangunan yang memang kami yakini ini diperoleh dari produksi obat-obat ilegal," kata Krisno.
Dia menegaskan penindakan narkoba tidak cukup hanya penyitaan barang bukti. Polri harus memiskinkan pelaku kejahatan.
"Sehingga upaya pemberantasan tersebut dapat maksimal," ucap Krisno.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)