Jakarta: Jaringan Masyarakat Sipil untuk Advoksi TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) Veni Siregar mengkritisi satu tahun UU TPKS yang masih menjadi pekerjaan rumah dalam penegakannya. Menurut Veni masih ada polisi, jaksa, serta hakim yang tidak memahami dan menggunakan UU TPKS dalam penyelesaian dan pelaksanaan, serta koordinasi penanganan kasus yang masih rumit.
"Praktik kriminalisasi dan penyalahan korban masih berjalan. Masyarakat belum terinformasi mengenai UU TPKS, mengakibatkan dukungan kepada korban minim. Dampaknya korban masih mengalami tindakan diskriminasi dan penyalahan," ujar dia, Sabtu, 15 April 2023.
Peran instansi penegak hukum dalam meningkatkan kapasitas aparat penegak hukum di lapangan untuk memahami substansi UU TPKS juga masih minim. Panjangnya birokrasi penyusunan aturan turunan seperti Perpres, peraturam pemerintah, dan peraturan menteri mengakibatkan aturan turunan belum satu pun rampung.
“Kapasitas pemerintah yang mengawal atauran turunan terlihat lemah untuk memahami subtansi, terlihat dari beberapa draf yang dikeluarkan seperti akan membuat lembaga baru,” jelas dia.
Menurut dia, lima peraturan pemerintah dan lima peraturan presiden sebagai aturan turunan mandat dari UU TPKS, hingga kini belum ada satu pun yang dihasilkan pemerintah. Dengan demikian publik harus tetap memperjuangkan agar implementasi UU tersebut sesuai dengan cita-cita.
“Lahirnya aturan turunan menjadi target perjuangan, agar pemerintah segera mengesahkan dengan substansi yang komprehensif dan kuat dilapangan,” ungkap dia.
Satu tahun pengesahan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual merupakan jalan panjang untuk semua pihak dan merupkan terobosan hukum bagi korban kekerasan seksual pencari keadilan. Undang-udang TPKS sepatutnya menjadi jalan keluar karena substansinya mengatur mulai dari pencegahan, pemulihan, Penanganan, tata cara pemeriksaan, hak Korban dan kelaurga, pendmpingan, restitusi, kompensasi menggunakan dana bantuan korban bagi delapan bentuk kekerasan seksual dalam UU TPKS.
“Pemberlakukan maksimal kebijakan ini harus terus diperjuankan, agar dapat dirasakan manfaatnya bagi semua pihak, terutama korban. UU TPKS menjadi kekuatan dan pembaharuan hukum Indonesia yang lebih bermartabat dengan mengedepankan kepentingan terbaik bagi kobran dan seharusnya memberi kepastian hukum,” papar dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Jaringan Masyarakat Sipil untuk Advoksi
TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) Veni Siregar mengkritisi satu tahun UU TPKS yang masih menjadi pekerjaan rumah dalam penegakannya. Menurut Veni masih ada polisi, jaksa, serta hakim yang tidak memahami dan menggunakan UU TPKS dalam penyelesaian dan pelaksanaan, serta koordinasi penanganan kasus yang masih rumit.
"Praktik kriminalisasi dan penyalahan korban masih berjalan. Masyarakat belum terinformasi mengenai UU TPKS, mengakibatkan dukungan kepada korban minim. Dampaknya korban masih mengalami tindakan diskriminasi dan penyalahan," ujar dia, Sabtu, 15 April 2023.
Peran instansi
penegak hukum dalam meningkatkan kapasitas aparat penegak hukum di lapangan untuk memahami substansi UU TPKS juga masih minim. Panjangnya birokrasi penyusunan aturan turunan seperti Perpres, peraturam pemerintah, dan peraturan menteri mengakibatkan aturan turunan belum satu pun rampung.
“Kapasitas pemerintah yang mengawal atauran turunan terlihat lemah untuk memahami subtansi, terlihat dari beberapa draf yang dikeluarkan seperti akan membuat lembaga baru,” jelas dia.
Menurut dia, lima peraturan pemerintah dan lima peraturan presiden sebagai aturan turunan mandat dari UU TPKS, hingga kini belum ada satu pun yang dihasilkan pemerintah. Dengan demikian publik harus tetap memperjuangkan agar implementasi UU tersebut sesuai dengan cita-cita.
“Lahirnya aturan turunan menjadi target perjuangan, agar pemerintah segera mengesahkan dengan substansi yang komprehensif dan kuat dilapangan,” ungkap dia.
Satu tahun pengesahan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual merupakan jalan panjang untuk semua pihak dan merupkan terobosan hukum bagi korban kekerasan seksual pencari keadilan. Undang-udang TPKS sepatutnya menjadi jalan keluar karena substansinya mengatur mulai dari pencegahan, pemulihan, Penanganan, tata cara pemeriksaan, hak Korban dan kelaurga, pendmpingan, restitusi, kompensasi menggunakan dana bantuan korban bagi delapan bentuk kekerasan seksual dalam UU TPKS.
“Pemberlakukan maksimal kebijakan ini harus terus diperjuankan, agar dapat dirasakan manfaatnya bagi semua pihak, terutama korban. UU TPKS menjadi kekuatan dan pembaharuan hukum Indonesia yang lebih bermartabat dengan mengedepankan kepentingan terbaik bagi kobran dan seharusnya memberi kepastian hukum,” papar dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)