Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) meminta pemohon memperbaiki permohonan uji materiel UU KUHP terkait pasal penghinaan lambang negara. UU tersebut belum diberlakukan meski sudah disahkan.
Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams mengatakan petitum pemohon tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. "Meski sudah disahkan, KUHP baru berlaku tiga tahun setelah diundangkan," kata Wahiduddin dalam sidang yang digelar pada Kamis, 13 April 2023.
Hakim Konstitusi lainnya, Manahan Sitompul, mengingatkan para pemohon bahwa kerugian materiel dalam pengujian undang-undang timbul karena berlakunya sebuah undang-undang. “Kerugian konstitusional yang dialami pemohon juga karena berlakunya norma yang diuji. Itu yang harus dipikirkan kalau mau melanjutkan permohonan ini,” ujar Manahan.
MK meminta pemohon memperbaiki permohonannya paling lambat 14 hari kerja. Perbaikan permohonan paling lambat diterima Kepaniteraan MK pada pukul 13.00 WIB, Rabu, 26 April 2023.
Adapun dalam sidang tersebut, pemohon Leonardo Siahaan dan Ricky Donny Lamhot Marpaung meminta MK menguji tiga pasal yang dinilai merugikan pemohon. Ketiga pasal tersebut adalah Pasal 237 huruf c, Pasal 100 ayat (1), dan Pasal 256 UU 1/ 2023 tentang KUHP.
Leonardo menyebut Pasal 237 huruf c KUHP serupa dengan Pasal 57 huruf d KUHP yang pernah dibatalkan MK. Ia menilai dengan memasukkan kembali pasal tersebut, pemerintah menunjukkan ketidakpatuhan terhadap Putusan MK Nomor 4/PUU-X/2012.
“Tidak ada pembedaan serupa sama sekali tetapi yang menjadi ironis Pasal 57 itu yang sudah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 entah kenapa diberlakukan kembali dan dimasukkan kembali kedalam KUHP yang tertuang dalam Pasal 237. Artinya, bahwa di sini sudah menandakan pemerintah tidak mematuhi putusan MK,” jelas Leonardo.
Para Pemohon juga mempersoalkan mengenai sanksi pidana bagi orang yang hendak melakukan unjuk rasa maupun demonstrasi tanpa adanya izin sebagaimana tercantum dalam Pasal 256 KUHP. Pemohon beranggapan pasal tersebut menimbulkan kerugian potensial dan dalam hal mengancam kebebasan berpendapat seperti termaktub dalam Pasal 28 UUD 1945.
“Pemohon berpendapat sekaligus merasa khawatir secara kerugian konstitusional potensial. Bila terjadi sewaktu-waktu terjadinya demo besar-besaran diakibatkan pemerintah telah korup, sering melakukan KKN, atau bertindak semaunya/sewenang-wenang seperti layaknya kasus demo tahun 1998," kata Leonardo.
Selanjutnya, para pemohon mempermasalahkan mengenai Pasal 100 KUHP yang dinilai berpotensi menimbulkan kerugian konstitusional dengan adanya pemberian hukuman mati, namun dengan masa percobaan. Menurut para pemohon, hukuman mati sudah dianggap sebagai hukuman paling manjur untuk memberikan rasa keadilan dan mencegah terulangnya kejahatan serupa.
"Adanya efek teror dan rasa takut akan membuat para calon pelaku tindak kejahatan jera. Hal ini akan melahirkan kontrol dan stabilitas keamanan di masyarakat," ujar dia.
Berdasarkan hal-hal tersebut, para pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 100, Pasal 237 huruf C, dan Pasal 256 KUHP bertentangan dengan UUD 1945, serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta:
Mahkamah Konstitusi (MK) meminta pemohon memperbaiki permohonan uji materiel UU
KUHP terkait pasal
penghinaan lambang negara. UU tersebut belum diberlakukan meski sudah disahkan.
Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams mengatakan petitum pemohon tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. "Meski sudah disahkan, KUHP baru berlaku tiga tahun setelah diundangkan," kata Wahiduddin dalam sidang yang digelar pada Kamis, 13 April 2023.
Hakim Konstitusi lainnya, Manahan Sitompul, mengingatkan para pemohon bahwa kerugian materiel dalam pengujian undang-undang timbul karena berlakunya sebuah undang-undang. “Kerugian konstitusional yang dialami pemohon juga karena berlakunya norma yang diuji. Itu yang harus dipikirkan kalau mau melanjutkan permohonan ini,” ujar Manahan.
MK meminta pemohon memperbaiki permohonannya paling lambat 14 hari kerja. Perbaikan permohonan paling lambat diterima Kepaniteraan MK pada pukul 13.00 WIB, Rabu, 26 April 2023.
Adapun dalam sidang tersebut, pemohon Leonardo Siahaan dan Ricky Donny Lamhot Marpaung meminta MK menguji tiga pasal yang dinilai merugikan pemohon. Ketiga pasal tersebut adalah Pasal 237 huruf c, Pasal 100 ayat (1), dan Pasal 256 UU 1/ 2023 tentang KUHP.
Leonardo menyebut Pasal 237 huruf c KUHP serupa dengan Pasal 57 huruf d KUHP yang pernah dibatalkan MK. Ia menilai dengan memasukkan kembali pasal tersebut, pemerintah menunjukkan ketidakpatuhan terhadap Putusan MK Nomor 4/PUU-X/2012.
“Tidak ada pembedaan serupa sama sekali tetapi yang menjadi ironis Pasal 57 itu yang sudah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 entah kenapa diberlakukan kembali dan dimasukkan kembali kedalam KUHP yang tertuang dalam Pasal 237. Artinya, bahwa di sini sudah menandakan pemerintah tidak mematuhi putusan MK,” jelas Leonardo.
Para Pemohon juga mempersoalkan mengenai sanksi pidana bagi orang yang hendak melakukan unjuk rasa maupun demonstrasi tanpa adanya izin sebagaimana tercantum dalam Pasal 256 KUHP. Pemohon beranggapan pasal tersebut menimbulkan kerugian potensial dan dalam hal mengancam kebebasan berpendapat seperti termaktub dalam Pasal 28 UUD 1945.
“Pemohon berpendapat sekaligus merasa khawatir secara kerugian konstitusional potensial. Bila terjadi sewaktu-waktu terjadinya demo besar-besaran diakibatkan pemerintah telah korup, sering melakukan KKN, atau bertindak semaunya/sewenang-wenang seperti layaknya kasus demo tahun 1998," kata Leonardo.
Selanjutnya, para pemohon mempermasalahkan mengenai Pasal 100 KUHP yang dinilai berpotensi menimbulkan kerugian konstitusional dengan adanya pemberian hukuman mati, namun dengan masa percobaan. Menurut para pemohon, hukuman mati sudah dianggap sebagai hukuman paling manjur untuk memberikan rasa keadilan dan mencegah terulangnya kejahatan serupa.
"Adanya efek teror dan rasa takut akan membuat para calon pelaku tindak kejahatan jera. Hal ini akan melahirkan kontrol dan stabilitas keamanan di masyarakat," ujar dia.
Berdasarkan hal-hal tersebut, para pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 100, Pasal 237 huruf C, dan Pasal 256 KUHP bertentangan dengan UUD 1945, serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)