Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami kasus dugaan jual beli jabatan di Probolinggo. Tiga mantan ajudan anggota DPR Hasan Aminuddin dipanggil hari ini, 8 Oktober 2021, untuk mendalami kasus itu.
"Pemeriksaan dilakukan Polres Probolinggo Kota," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat, 8 Oktober 2021.
Ali mengatakan tiga mantan ajudan Hasan Aminuddin itu ialah Zamroni Fassya, Adimas, dan Taupik. Lembaga Antikorupsi juga memanggil Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo Fathur Rozi.
Sebanyak 22 tersangka ditetapkan dalam kasus dugaan jual beli jabatan di Probolinggo. Empat orang penerima yakni Bupati nonaktif Probolinggo Puput Tantriana Sari, anggota DPR Hasan Aminuddin, Camat Krejengan Doddy Kurniawan, dan Camat Paiton Muhamad Ridwan. Sementara itu, sebanyak 18 pemberi yakni Sumarto, Ali Wafa, Mawardi, dan Mashudi.
Baca: KPK Kembali Temukan Bukti Terkait Korupsi di Probolinggo
Lembaga Antikorupsi juga menetapkan Maliha, Mohammad Bambang, Masruhen, Abdul Wafi, Kho'im, Akhmad Saifullah, Jaelani, Uhar, Nurul Hadi, Nuruh Huda, Hasan, Sahir, Sugito, dan Syamsuddin sebagai tersangka pemberi. Mereka semua merupakan aparatur sipil negara (ASN) di Probolinggo.
Puput diduga memanfaatkan kuasanya untuk mengisi jabatan kosong. Dia mematok harga Rp20 juta untuk satu jabatan. Dalam hal ini, Puput berhak menunjuk orang untuk mengisi jabatan yang kosong.
KPK tengah mendalami motif Puput. Lembaga Antikorupsi bersyukur jual beli jabatan itu bisa dihalau sebelum makin menjadi.
Dalam kasus ini, pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami kasus dugaan
jual beli jabatan di Probolinggo. Tiga mantan ajudan anggota DPR Hasan Aminuddin dipanggil hari ini, 8 Oktober 2021, untuk mendalami kasus itu.
"Pemeriksaan dilakukan Polres Probolinggo Kota," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara
KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat, 8 Oktober 2021.
Ali mengatakan tiga mantan ajudan Hasan Aminuddin itu ialah Zamroni Fassya, Adimas, dan Taupik. Lembaga Antikorupsi juga memanggil Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo Fathur Rozi.
Sebanyak 22 tersangka ditetapkan dalam kasus dugaan
jual beli jabatan di Probolinggo. Empat orang penerima yakni Bupati nonaktif Probolinggo Puput Tantriana Sari, anggota DPR Hasan Aminuddin, Camat Krejengan Doddy Kurniawan, dan Camat Paiton Muhamad Ridwan. Sementara itu, sebanyak 18 pemberi yakni Sumarto, Ali Wafa, Mawardi, dan Mashudi.
Baca:
KPK Kembali Temukan Bukti Terkait Korupsi di Probolinggo
Lembaga Antikorupsi juga menetapkan Maliha, Mohammad Bambang, Masruhen, Abdul Wafi, Kho'im, Akhmad Saifullah, Jaelani, Uhar, Nurul Hadi, Nuruh Huda, Hasan, Sahir, Sugito, dan Syamsuddin sebagai tersangka pemberi. Mereka semua merupakan aparatur sipil negara (ASN) di Probolinggo.
Puput diduga memanfaatkan kuasanya untuk mengisi jabatan kosong. Dia mematok harga Rp20 juta untuk satu jabatan. Dalam hal ini, Puput berhak menunjuk orang untuk mengisi jabatan yang kosong.
KPK tengah mendalami motif Puput. Lembaga Antikorupsi bersyukur jual beli jabatan itu bisa dihalau sebelum makin menjadi.
Dalam kasus ini, pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)