Jakarta: Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin resmi memberhentikan dengan tidak hormat jaksa nonaktif Pinangki Sirna Malasari. Pemberhentian tertuang dalam Keputusan Jaksa Agung RI Nomor 185 Tahun 2021.
"Tentang pemberhentian karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan terhadap pegawai negeri sipil (PNS) atas nama Pinangki Sirna Malasari," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung) Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam konferensi pers, Jumat, 6 Agustus 2021.
Leonard mengatakan Pinangki berkedudukan sebagai PNS dan jaksa. Pinangki juga pernah menjabat Kepala Sub Bagian Pemantauan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Kejagung.
Kejagung telah memberhentikan sementara Pinangki pada 12 Agustus 2020. Pemberhentian itu berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 164 Tahun 2020.
"Dengan pemberhentian sementara sebagai PNS, otomatis jabatan Pinangki selaku jaksa juga telah diberhentikan," tegas Leonard.
Baca: Kejagung Telah Menarik Fasilitas Negara dari Pinangki
Menurut Leonard, ada tiga pertimbangan Jaksa Agung dalam mengeluarkan putusan tersebut. Pertama, putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 10/pidsus-tpk/2021/ptdki pada 14 Juni 2021 telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pinangki dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang merupakan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.
Kedua, keputusan Jaksa Agung tersebut mempertimbangkan berita acara pelaksaan putusan Pengadilan. Menurut Leonard, hal itu biasa disebut dengan pidsus 38 pada 2 Agustus 2020 tentang pelaksanaan putusan DKI Jakarta.
Ketiga, sesuai ketentuan Pasal 87 ayat 4 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Pasal 250 huruf b Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 7 Tahun 2020 tentang perubahan atas PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS.
Beleid itu menyatakan PNS diberhentikan dengan tidak hormat apabila dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.
Pinangki terbukti bersalah menerima suap dari terpidana kasus hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra. Saat itu, Djoko berstatus buronan.
Suap sebesar US$500 ribu diberikan untuk pengurusan fatwa Mahkamah Agung melalui Kejagung agar Djoko bisa kembali ke Indonesia tanpa menjalani eksekusi dua tahun berdasarkan puusan Peninjauan Kembali pada 11 Juni 2009. Pinangki juga turut menyusun rencana aksi (action plan) terkait pelaksanaan permohonan fatwa MA melalui Kejagung.
Selain itu, Pinangki terbukti melakukan pencucian uang dengan cara menukarkannya ke dalam rupiah, membeli satu unit mobil BMW X5, pembayaran sewa apartemen dan dokter kecantikan di Amerika Serikat, pembayaran kartu kredit, maupun membayar sewa dua apartemen di Jakarta.
Jakarta: Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin resmi memberhentikan dengan tidak hormat jaksa nonaktif
Pinangki Sirna Malasari. Pemberhentian tertuang dalam Keputusan Jaksa Agung RI Nomor 185 Tahun 2021.
"Tentang pemberhentian karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan terhadap pegawai negeri sipil (PNS) atas nama Pinangki Sirna Malasari," kata Kapuspenkum
Kejaksaan Agung (Kejagung) Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam konferensi pers, Jumat, 6 Agustus 2021.
Leonard mengatakan Pinangki berkedudukan sebagai PNS dan jaksa. Pinangki juga pernah menjabat Kepala Sub Bagian Pemantauan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Kejagung.
Kejagung telah memberhentikan sementara Pinangki pada 12 Agustus 2020. Pemberhentian itu berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 164 Tahun 2020.
"Dengan pemberhentian sementara sebagai PNS, otomatis jabatan Pinangki selaku jaksa juga telah diberhentikan," tegas Leonard.
Baca: Kejagung Telah Menarik Fasilitas Negara dari Pinangki
Menurut Leonard, ada tiga pertimbangan Jaksa Agung dalam mengeluarkan putusan tersebut. Pertama, putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 10/pidsus-tpk/2021/ptdki pada 14 Juni 2021 telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pinangki dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang merupakan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.
Kedua, keputusan Jaksa Agung tersebut mempertimbangkan berita acara pelaksaan putusan Pengadilan. Menurut Leonard, hal itu biasa disebut dengan pidsus 38 pada 2 Agustus 2020 tentang pelaksanaan putusan DKI Jakarta.
Ketiga, sesuai ketentuan Pasal 87 ayat 4 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Pasal 250 huruf b Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 7 Tahun 2020 tentang perubahan atas PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS.
Beleid itu menyatakan PNS diberhentikan dengan tidak hormat apabila dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.
Pinangki terbukti bersalah menerima
suap dari terpidana kasus hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra. Saat itu, Djoko berstatus buronan.
Suap sebesar US$500 ribu diberikan untuk pengurusan fatwa Mahkamah Agung melalui Kejagung agar Djoko bisa kembali ke Indonesia tanpa menjalani eksekusi dua tahun berdasarkan puusan Peninjauan Kembali pada 11 Juni 2009. Pinangki juga turut menyusun rencana aksi (
action plan) terkait pelaksanaan permohonan fatwa MA melalui Kejagung.
Selain itu, Pinangki terbukti melakukan pencucian uang dengan cara menukarkannya ke dalam rupiah, membeli satu unit mobil BMW X5, pembayaran sewa apartemen dan dokter kecantikan di Amerika Serikat, pembayaran kartu kredit, maupun membayar sewa dua apartemen di Jakarta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)